JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) membenarkan dugaan pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (rutan) terungkap dari proses etik atas digaam pelecehan seksual oknum petugas ke istri tahanan.
Anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris membenarkan, pihaknya menerima laporan istri tahanan KPK yang dilecehkan oleh petugas.
“Ya (kasus pungli terungkap) saat proses etik kasus pelecehan,” kata Syamsuddin saat dihubungi Kompas.com, Jumat (23/6/2023).
Baca juga: Novel Duga Pungli di Rutan KPK Terungkap dari Pelecehan Petugas ke Istri Tahanan
Anggota Dewas KPK, Albertina Ho juga mengonfirmasi pihaknya menerima laporan dugaan pelecehan seksual petugas KPK terhadap istri tahanan.
Menurutnya, kasus itu sudah disidangkan dan diputus oleh Dewas dalam sidang yang digelar terbuka untuk umum.
Ia menyebut, kasus itu telah diumumkan pada laporan kinerja Dewas KPK tahun 2022 pada Januari lalu.
Mantan hakim tersebut membantah pihaknya menyembunyikan fakta laporan dugaan pelanggaran etik terkait perbuatan asusila terhadap istri tahanan KPK.
Baca juga: KPK Sebut Kasus Pungli di Rutan Sendiri Berupa Suap, Gratifikasi hingga Pemerasan
“Silahkan dinilai sendiri,” ujar Albertina.
Sementara itu, Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengatakan kasus itu sudah diputus oleh Dewas dalam sidang etik yang digelar April lalu.
Meski demikian, Tumpak belum menjawab apa sanksi yang dijatuhkan untuk pelaku.
“Sudah lama diputus sidang etiknya oleh Dewas bulan April yang lalu,” kata mantan Ketua KPK tersebut.
Berdasarkan catatan Kompas.com, pada Januari lalu, Dewas mengumumkan telah menyidangkan kasus dugaan pelanggaran etik sepanjang 2022.
Baca juga: Dewas KPK Sebut Pungli di Rutan KPK Gunakan Lebih dari Satu Rekening
Sebanyak dua di antaranya merupakan kasus perselingkuhan antar pegawai. Satu dari dua perkara itu merupakan carry over tahun 2021 sementara satu lainnya terjadi di tahun 2022.
Sementara, tiga kasus lainnya adalah dugaan pelanggaran standard operating procedure (SOP) terkait perkara bendahara pengeluaran pengganti di Kedeputian Penindakan dan Eksekusi.
Kemudian, kasus dugaan pelanggaran etik Wakil Ketua KPK saat itu, Lili Pintauli Siregar, dan dugaan penggunaan scan tanda tangan untuk keperluan pertanggungjawaban pengeluaran uang.