JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengaku masih terus mencari cara untuk bisa menahan kepergian ribuan pegawai honorer jelang pemungutan suara Pemilu 2024.
Kepergian ribuan pegawai honorer ini imbas dari penghapusan tenaga honorer/pegawai pemerintah non-pegawai negeri (PPNPN) oleh pemerintah pusat yang akan berlaku efektif pada akhir November tahun ini.
Koordinator Divisi Sumber Daya Manusia KPU RI Parsadaan Harahap menyebut bahwa pihaknya perlu berkoordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan agar masalah ini bisa teratasi pada waktunya.
"KPU terus berkoordinasi dengan stakeholder terkait untuk memenuhi kebutuhan SDM KPU melalui jalur pengangkatan (honorer itu menjadi) pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) dan pegawai negeri sipil (PNS)," kata dia ketika dikonfirmasi pada Senin (20/6/2023).
Baca juga: Jelang Pemilu 2024, KPU Ditinggal 7.000 Lebih Pegawai karena Penghapusan Tenaga Honorer
Penghapusan ribuan honorer ini merupakan imbas dari berlakunya UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN yang menyatakan bahwa ASN hanya terdiri dari PNS dan PPPK.
Dalam PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), diatur bahwa tenaga honorer dapat diangkat menjadi PPPK dalam kurun 5 tahun sejak aturan itu diundangkan pada 28 November 2018.
Itu artinya, jika tenaga honorer tidak diangkat/lolos pengangkatan hingga 28 November pada 2023, yang bersangkutan otomatis dihapus dari lembaga tempatnya mengabdi sebelumnya.
Parsadaan mengonfirmasi, hingga 20 Juni 2023, jumlah pegawai non-ASN di lingkungan Sekretariat Jenderal KPU, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota sebanyak 7.551 orang.
Ini membuat KPU ada di posisi yang sama dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang juga bernasib serupa.
Persoalan ini perlu dicari jalan keluar karena dihapusnya ribuan pegawai honorer itu terjadi hanya selisih 78 hari dari hari pemungutan suara, bahkan bertepatan dengan hari pertama masa kampanye Pemilu 2024.
Baca juga: Koalisi Sipil Dorong Bawaslu Jamin KPU Tak Hapus Laporan Sumbangan Kampanye
Dari sisi KPU, situasi menjadi menantang karena pada detik-detik terakhir jelang pemungutan suara, lembaga penyelenggara pemilu itu dihadapkan dengan berbagai pekerjaan krusial.
Persoalan tersebut mulai dari pencetakan dan distribusi logistik pemungutan suara, hingga potensi munculnya sengketa terkait penetapan daftar calon tetap (DCT) pemilu legislatif (Pileg) di tingkat pusat hingga daerah.
Bawaslu RI mengaku sudah menyurati Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Azwar Anas, tetapi belum mendapatkan balasan.
Baca juga: Menpan-RB Sebut Bukan Hanya Bawaslu yang Punya Keluhan Tenaga Honorer
Kepada wartawan, politikus PDI-P itu mengeklaim pemerintah masih terus mencari jalan keluar karena situasi ini bukan hanya terjadi di lembaga-lembaga penyelenggara pemilu, melainkan juga seluruh lembaga negara.
"Jadi kita sedang exercise ya, termasuk di dalamnya Bawaslu. Mudah-mudahan nanti sebelum November sudah tuntas. Nanti akan ada kebijakan, termasuk afirmasi kebijakan tidak boleh ada PHK massal. Kita mencarikan solusi jalan tengah (dengan) tidak ada pembengkakan anggaran," ujar Anas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.