Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bukan Ubah Sistem Pemilu, Menurut MK, 3 Hal Ini Bisa Cegah Praktik Politik Uang

Kompas.com - 15/06/2023, 17:15 WIB
Vitorio Mantalean,
Irfan Kamil,
Fitria Chusna Farisa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menilai, tak perlu mengubah sistem pemilu untuk mencegah terjadinya praktik politik uang dan korupsi di Indonesia. Sebab, menurutnya, sistem pemilu bukan sumber terjadinya praktik politik uang dan korupsi.

Pandangan ini disampaikan Mahkamah dalam sidang pembacaan putusan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 yang menyoal sistem pemilu.

“Praktik politik uang dalam penyelenggaraan pemilihan umum dan tindak pidana korupsi tidak dapat dijadikan dasar untuk mengarahkan tudingan disebabkan oleh sistem pemilihan umum tertentu,” kata Hakim Konstitusi Saldi Isra dalam persidangan yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (15/6/2023).

Baca juga: Puji MK yang Putuskan Pemilu Tetap Terbuka, Nasdem: Ini Pestanya Rakyat

Menurut MK, sedikitnya ada tiga langkah konkret yang bisa dilakukan secara simultan untuk mencegah terjadinya praktik politik uang di pemilu. Pertama, komitmen partai politik dan calon anggota legislatif (caleg) untuk tidak terjebak dalam praktik politik uang.

Kedua, penegakan hukum terhadap praktik politik uang tanpa membeda-bedakan latar belakang. Menurut Mahkamah, caleg yang terbukti terlibat praktik politik uang harus dibatalkan pencalonannya dan diproses secara hukum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Bahkan, untuk efek jera, partai politik yang terbukti membiarkan berkembangnya praktik politik uang dapat dijadikan alasan oleh pemerintah untuk mengajukan permohonan pembubaran partai politik yang bersangkutan,” ujar Saldi.

Baca juga: Pemilu Tetap Proporsional Terbuka, PAN: Sesuai dengan Aspirasi Masyarakat

Langkah ketiga, masyarakat perlu diberikan kesadaran dan pendidikan politik untuk tidak menerima dan menolerir praktik politik uang. Peningkatan kesadaran ini tidak saja menjadi tanggung jawab pemerintah, negara, dan penyelenggara pemilu, tetapi juga partai politik, masyarakat sipil, dan pemilih.

“Sikap ini pun sesungguhnya merupakan penegasan Mahkamah, bahwa praktik politik uang tidak dapat dibenarkan sama sekali,” kata Saldi.

Selanjutnya, kata Saldi, partai politik punya peran besar untuk menjaga dan mengawal agar para anggota legislatif yang terpilih tidak melakukan korupsi.

Saldi menyebut, sistem pemilu apa pun sama-sama berpotensi menimbulkan terjadinya praktik politik uang.

Dalam sistem pemilu proporsional tertutup misalnya, praktik politik uang sangat mungkin terjadi di antara elite partai politik dengan para caleg.

Caleg akan berupaya dengan segala cara berebut “nomor urut jadi”, agar peluang keterpilihannya semakin besar. Praktik jual-beli kandidasi dan nomor urut (nomination buying) ini termasuk salah satu bentuk politik uang.

Baca juga: MK Putuskan Pemilu Tetap dengan Sistem Terbuka, PPP: Persiapan Parpol Lebih Maksimal

Sementara, dalam sistem proporsional terbuka, praktik politik uang pun terbuka lebar. Dalam hal ini, caleg yang punya sumber finansial besar punya amunisi lebih untuk memengaruhi pemilih.

“Masalah politik uang dan tindak pidana korupsi sebenarnya lebih disebabkan karena sifatnya yang struktural, bukan sekadar disebabkan dari pilihan sistem pemilihan umum yang digunakan,” tandas Saldi.

Dengan pertimbangan tersebut dan sejumlah konsideran lainnya, MK memutuskan untuk menolak permohonan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 yang menyoal sistem pemilu. Dengan demikian, pemilu di Indonesia tetap menerapkan sistem proporsional terbuka.

Baca juga: MK: Politik Uang dan Korupsi Bukan Imbas Sistem Pemilu, tapi Masalah Struktural

Halaman Berikutnya
Halaman:


Terkini Lainnya

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com