JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Atas putusan tersebut, sistem pemilu di Indonesia tetap menerapkan proporsional terbuka, bukan proporsional tertutup.
"Menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (15/6/2023).
Baca juga: MK: Proporsional Terbuka Lebih Dekat dengan UUD, tapi Sistem Pemilu Tetap Ranah Pembentuk UU
Dari sembilan hakim konstitusi, satu orang menyatakan pendapat berbeda atau dissenting opinion. Satu hakim tersebut yakni Arief Hidayat.
Hakim Arief menilai, gugatan pemohon uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 yang menyoal tentang sistem pemilu proporsional terbuka sebagian beralasan menurut hukum. Oleh karenanya, permohonan harusnya dikabulkan sebagian.
Arief mengusulkan agar sistem pemilu di Indonesia diubah dari proporsional terbuka menjadi proporsional terbuka terbatas.
“Sistem pemilu proporsional terbuka terbatas, itulah yang saya usulkan,” ujarnya dalam sidang.
Menurut Arief, diperlukan evaluasi, perbaikan, dan perubahan terhadap sistem proporsional terbuka yang telah empat kali diterapkan yakni pada Pemilu 2004, Pemilu 2009, Pemilu 2014, dan Pemilu 2019.
Sistem pemilu proporsional terbuka terbatas dinilai diperlukan karena sejumlah alasan. Dari perspektif filosofis dan sosiologis misalnya, sistem proporsional terbuka dianggap didasarkan pada demokrasi yang rapuh.
Sebab, dengan sistem demikian, para calon anggota legislatif (caleg) bersaing tanpa etika, menghalalkan segala cara untuk dapat dipilih masyarakat di pemilu.
Dengan begitu, muncul potensi konflik yang tajam akibat perbedaan pilihan politik, terutama di antara para caleg dan tim suksesnya dalam satu partai. Tak jarang, konflik tersebut harus diselesaikan di MK karena partai tak dapat menanganinya.
Baca juga: MK: Eksistensi Parpol Tidak Ditentukan oleh Sistem Pemilu
Padahal, menurut Arief, pemilu seharusnya dilaksanakan dengan semangat gotong royong sebagai ciri khas dan karakter demokrasi di Indonesia, yakni demokrasi Pancasila.
“Peralihan sistem pemilu dari sistem proporsional terbuka ke sistem proporsional terbuka terbatas sangatlah diperlukan,” katanya.
Arief mengatakan, usulan perubahan sistem pemilu ini bukannya menunjukkan inkonsistensi MK. Menurutnya, ini sebagai upaya Mahkamah agar hukum di Indonesia adaptif dan peka terhadap perkembangan zaman serta perubahan masyarakat.
Namun demikian, lantaran tahapan Pemilu 2024 sudah dimulai sejak Juni tahun lalu dan kini sedang berjalan, Arief mengusulkan agar perubahan sistem pemilu menjadi proporsional terbuka terbatas diterapkan pada Pemilu 2029.