Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Sebut Kekurangan Sistem Pemilihan Terbuka: Rawan Politik Uang

Kompas.com - 15/06/2023, 12:57 WIB
Irfan Kamil,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) mengungkapkan, kekurangan sistem pemilihan umum (pemilu) dengan proporsional terbuka adalah terjadinya peluang politik uang atau money politics.

Hal itu disampaikan Hakim MK Suhartoyo dalam pertimbangan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang diajukan pada 14 November 2022. Gugatan yang teregistrasi dengan nomor 114/PPU/XX/2022 itu menyoal sejumlah ketentuan, di antaranya Pasal 168 ayat (2) tentang sistem pemilu.

"Dalam sistem proporsional dengan daftar terbuka, terdapat risiko tinggi terjadinya praktik politik uang," kata Hakim MK Suhartoyo dalam sidang pembacaan putusan di gedung MK, Kamis (15/6/2023).

Baca juga: Sambut Putusan MK soal Sistem Pemilu, PDI-P: Kami Siap, Mau Tidak Mau...

"Kandidat yang memilki sumber daya finansial yang besar dapat memanfaatkannya untuk memengaruhi pemilih," ucapnya.

Selain itu, sistem proporsional dengan daftar terbuka juga mengharuskan modal politik yang besar untuk proses pencalonan.

Dalam sistem ini, kandidat perlu mengeluarkan biaya yang signifikan untuk mencalonkan diri dan melakukan kampanye politik. Mereka juga harus memikirkan biaya iklan, promosi, transportasi, dan logistik lainnya.

“Keberadaan modal politik yang besar ini dapat menjadi hambatan bagi kandidat yang tidak memiliki sumber daya finansial yang cukup, sehingga merugikan kesempatan kandidat dari latar belakang ekonomi yang lebih rendah untuk berpartisipasi secara adil dalam proses politik,” papar Suhartoyo.

Baca juga: MK Tolak Gugatan Ganti Sistem Pemilu, Tetap Proporsional Terbuka

Kelemahan berikutnya, sistem ini selain dapat mereduksi peran partai politik, juga terbuka kemungkinan adanya jarak antara anggota calon legislatif dengan partai politik yang mengajukannya sebagai calon.

Kelemahan lainnya, pendidikan politik oleh partai politik yang tidak optimal, di mana partai politik cenderung memilki peran yang leih rendah dalam memberkan pendidikan politik kepada pemilih.

“Akibatnya, partai politik menjadi kurang fokus dalam memberikan informasi dan pemahaman yang mendalam tentang isu-isu politik kepada pemilih,” jelas Suhartoyo.

Kelebihan sistem terbuka

Namun demikian, sistem pemilu dengan proporsional terbuka juga terdapat beberapa kelebihan. Misalnya, sistem ini mendorong kandidat untuk bersaing dalam memperoleh suara.

Dalam sistem proporsional terbuka ini, kandidat atau calon anggota legislatif harus berusaha memperoleh suara sebanyak mungkin agar dapat memperoleh kursi di lembaga perwakilan. Hal ini, mendorong persaingan yang sehat antara kandidat dan meningkalkan kualitas kampanye serta program kerja mereka.

“Sistem ini juga memungkinkan adanya kedekatan antara pemilih dengan yang dipilih,” papar Suhartoyo.

Dalam sistem ini, Mahkamah berpandangan, pemilih juga memiliki kebebasan langsung untuk memilih calon anggota legislatif yang mereka anggap paling mewakili kepentingan dan aspirasi mereka.

“Hal ini menciptakan hubungan yang lebih dekat antara pemilh dengan wakil yang terpilih, karena pemilih memilki peran langsung dalam menentukan siapa yang akan mewakili mereka di Mahkamah Konstitus lembaga perwakilan,” kata Suhartoyo.

Baca juga: MK Abaikan Keterangan PDI-P dalam Sidang Gugatan Sistem Pemilu

Selain itu, sistem proporsional dengan daftar terbuka memungkinkan pemilih untuk menentukan calonnya secara langsung. Pemilih juga memilki kebebasan untuk memilih calon dari partai politik tertentu tanpa terikat pada urutan daffar calon yang telah dietapkan oleh partai tersebut.

“Hal ini memberikan fleksibilitas kepada pemilih untuk memilh calon yang mereka anggap paling kompeten atau sesuai dengan preferensi mereka, tapa harus terikat pada daftar calon yang sudah ditentukan,” kata Suhartoyo.

“Kelebihan lainnya adalah pemilih dapat berpartisipasi langsung dalam mengawasi wakilnya di lembaga perwakilan,” ucapnya lagi.

Dalam sistem ini, pemilih pun memiiki kesempatan untuk melibatkan diri dalam pengawasan terhadap tindakan dan keputusan yang diambil oleh wakil yang mereka pilih. Sehingga, meningkatkan akuntabiltas dan transparansi dalam sistem politik termasuk meningkatkan partisipasi pemlih.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Presen Buruk Jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Presen Buruk Jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih Berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih Berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Nasional
Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Nasional
Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com