Proses penyelesaian konflik hanya bisa dimulai jika ada kemauan politik dari kedua pihak yang bertikai untuk berdamai (kecuali jika salah satu pihak jauh lebih kuat secara militer dari pihak lainnya sehingga bisa memaksakan kehendaknya kepada lawan secara paksa untuk menyerah).
Kehendak politik dari pihak yang bertikai untuk berdamai sangat ditentukan oleh “kematangan situasi” yang mendorong kedua pihak untuk menyelesaikan konflik.
Dalam khasanah resolusi konflik dikenal satu teori yang disebut “ripe and hurting stalemate” (William Zartman, International Conflict Resolution After the Cold War, 2000).
Teori ini meletakkan satu premise dasar: upaya perdamaian bisa dimulai jika situasi konflik yang dihadapi sudah “matang” (ripe), yaitu saat di mana kedua belah pihak sudah merasa perlu dan terpaksa untuk menyelesaikan konflik.
Situasi matang itu bisa terjadi tatkala kedua belah pihak sudah menemui “jalan buntu yang menyakitkan” (hurting stalemate).
Pada titik ini pihak yang bertikai merasa tidak ada harapan untuk memenangi peperangan. Daripada terus menderita akibat perang, lebih baik mulai menyelesaikan konflik dan berdamai.
Situasi perang Rusia-Ukraina belum sampai pada tahap jalan buntu. Kedua belah pihak masih memiliki harapan untuk memenangi peperangan.
Buktinya, Rusia masih terus melakukan ofensif ke wilayah Ukraina. Sementara Ukraina masih terus berusaha bertahan dan menyerang balik dengan bantuan Uni Eropa dan NATO.
Belum adanya situasi “hurting stalemate” ini yang menyebabkan Ukraina, dan juga mungkin Rusia, belum melihat perlunya pembicaraan damai. Inilah alasan utama penolakan Ukraina terhadap usul Prabowo.
Ketiga, usul Prabowo dapat juga dipindai dari pososi Indonesia di PBB terkait konflik Rusia-Ukraina. Indonesia termasuk salah satu negara yang mendukung Resolusi PBB No. ES-11/1, 2 Maret 2022, yang mengecam invasi Rusia ke wilayah Ukraina (provinsi Luhansk dan Donetsk).
Dengan alasan melanggar kedaulatan negara berdasarkan hukum internasional, bersama mayoritas negara anggota PBB, Indonesia tidak mengakui keabsahan pendudukan Rusia atas kedua provinsi di Ukraina Timur itu.
Sampai saat ini, tentara Rusia masih menduduki beberapa kota strategis di kedua provinsi itu. Mari bandingkan posisi tentara Rusia ini dengan usulan Prabowo yang meminta pasukan Ukraina dan Rusia mundur 15 km dari posisi pasukan saat ini.
Pada titik ini terlihat ada “keanehan” seperti dikatakan oleh Menhan Ukraina. Mengapa aneh?
Katakanlah pasukan Rusia mau mundur 15 km dari posisi sekarang. Itu artinya Rusia masih berada di wilayah sah Ukraina.
Bukankah pasukan Rusia sudah merangsek jauh ke dalam wilayah Luhansk lebih 60 km dan Donetsk lebih 100 km dari perbatasan Rusia-Ukraina?