JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai Mahkamah Konstitusi (MK) sebenarnya sangat membutuhkan pedoman hukum beracara, ketimbang revisi masa jabatan dan batas usia minimum hakim konstitusi yang diusulkan Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah melalui revisi undang-undang.
Bahkan Feri menilai usulan revisi UU MK yang diajukan DPR dan pemerintah tidak menyentuh kebutuhan utama lembaga yudikatif itu.
"Revisi undang-undang ini jelas tidak memiliki motivasi yang bertujuan untuk membenahi MK, dengan indikasi pembahasannya bukanlah substansial terkait problematika dan permasalahan di MK," kata Feri saat dihubungi Kompas.com, Kamis (25/5/2023).
Baca juga: MK Tolak Hapus Gangguan Lainnya yang Dikhawatirkan Jadi Celah Tunda Pemilu
"Mahkamah Konstitusi itu lebih membutuhkan undang-undang hukum acara Mahkamah Konstitusi dibandingkan undang-undang Mahkamah Konstitusi yang telah diperbaiki beberapa kali," lanjut Feri.
Feri mengkhawatirkan revisi UU MK yang kembali diusulkan oleh DPR dan pemerintah kental dengan kepentingan politik.
Hal itu dikarenakan MK adalah satu-satunya lembaga yang berwenang untuk menangani perkara sengketa Pemilu.
"Ini menjelang tahun politik dan Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan yang sangat menentukan baik buruknya proses tahun politik kepemiluan di 2024," ucap Feri.
Baca juga: Revisi UU MK, DPR Sebut Pemerintah Sepakat Masa Jabatan Hakim MK Turun Jadi 10 Tahun
"Sehingga bukan tidak mungkin pembahasan undang-undang ini kemudian memasung Mahkamah Konstitusi dalam putusan-putusan Mahkamah Konstitusi terkait politik kepemiluan di tahun berikutnya," lanjut Feri.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi telah mengalami perubahan sebanyak tiga kali.
Revisi pertama adalah melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011.
Setelah itu dilakukan revisi kedua melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013. Namun, kemudian dibatalkan karena membatasi kewenangan MK.
Baca juga: Rapat Panja, DPR dan Pemerintah Sepakat Usia Minimal Hakim MK 60 Tahun
Ketiga adalah revisi UU MK melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020.
Isu yang mengemuka dalam 3 revisi UU itu hanya berkutat pada persoalan usia minimum, masa jabatan hakim MK, hingga kode etik.
Perubahan masa jabatan hakim MK dari setiap revisi itu juga mulai dari 5 tahun, 10 tahun, lalu diubah menjadi 15 tahun.
Kini DPR dan pemerintah justru hendak kembali mengubah masa jabatan seorang hakim MK kembali menjadi 10 tahun dalam satu kali periode.
Sebelumnya diberitakan, DPR kembali menyampaikan usulan revisi periode masa jabatan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Rapat Panitia Kerja (Panja) Komisi III DPR pada Rabu (24/5/2023) kemarin.
Baca juga: KPK Ingatkan KPU Ikuti Putusan MK soal Syarat Eks Terpidana Boleh Jadi Caleg
Menurut anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani, salah satu poin yang dibahas dalam Rapat Panja itu adalah tentang masa jabatan hakim konstitusi, yang sebelumnya mencapai 15 tahun dan diusulkan dipangkas menjadi 10 tahun.
Dalam rapat itu, kata Arsul, pemerintah turut menyepakati poin masa jabatan hakim MK.
Selain itu, kata Arsul, dalam Rapat Panja itu juga diusulkan supaya batas usia minimal hakim MK ditetapkan 60 tahun.
"Kalau soal batas usia minimal 60 tahunnya, pemerintah sudah sepakat, sudah setuju," kata Arsul di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu.
Menurut dia, DPR memang mengusulkan agar usia minimal hakim MK yang sebelumnya 55 tahun menjadi 60 tahun.
Baca juga: UU Pemilu Paling Banyak Digugat ke MK, UU IKN Nomor Dua
Akan tetapi, Arsul mengatakan bahwa DPR dan pemerintah belum menemukan kata sepakat soal ketentuan peralihan bagi hakim-hakim MK yang belum mencapai usia 60 tahun.
"Nah itu yang tadi masing-masing fraksi menyampaikan usulan, dan kemudian pemerintah juga menyampaikan usulan, yang itu nanti pemerintah akan dibawa dikonsultasikan dengan Menkopolhukam dan Menkumham karena tadi yang datang kan Deputi Pak Menkopolhukam sama Dirjen Perundang-undangan," tutur Waketum PPP ini.
(Penulis : Nicholas Ryan Aditya | Editor : Icha Rastika)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.