Untuk itu, sejak mendapatkan amanah dari Presiden Jokowi untuk menjabat sebagai Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, saya mencanangkan diskursus desa sebagai beranda depan pembangunan.
Selain menjadi tema utama dalam pidato pengukuhan saya sebagai doctor honoris causa (Dr HC) dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) tahun 2020, diskursus desa beranda depan pembangunan juga saya tuangkan dalam berbagai sub tema untuk forum-forum ilmiah.
Baik dalam bentuk tulisan di media massa maupun diskusi-diskusi di berbagai forum akademik dan forum warga.
Guna menggulirkan diskursus tersebut agar lebih akseleratif, saya merumuskan arah baru pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa, SDGs Desa, yang dilengkapi dengan tujuan dengan banyak sasaran.
SDGs Desa mengandung 18 tujuan, mulai dari; Desa Tanpa Kemiskinan; Desa Tanpa Kelaparan; Desa Sehat dan Sejahtera; Pendidikan Desa Berkualitas; Keterlibatan Perempuan Desa; Desa Layak Air Bersih dan Sanitasi; Desa Berenergi Bersih dan Terbarukan; Pertumbuhan Ekonomi Desa Merata; Infrastruktur dan Inovasi Desa sesuai Kebutuhan.
Kemudian Desa Tanpa Kesenjangan; Kawasan Permukiman Desa Aman dan Nyaman; Konsumsi dan Produksi Desa Sadar Lingkungan; Desa Tanggap Perubahan Iklim; Desa Peduli Lingkungan Laut; Desa Peduli Lingkungan Darat; Desa Damai Berkeadilan; Kemitraan untuk Pembangunan Desa; serta tujuan ke-18 Kelembagaan Desa Dinamis dan Budaya Desa Adaptif.
Meminjam terminologi kritikus teori modernitas, wacana SDGs Desa adalah upaya centering of margin narasi pembangunan desa yang puluhan tahun sebelumnya selalu berada di pinggiran.
Sebagai diskursus baru pembangunan desa, SDGs Desa saya susun dengan intensi agar menjadi “bahasa kebijakan“ yang mudah dipahami oleh stakeholders pembangunan desa.
Jadi SDGs Desa disusun bukan hanya karena mandatory dari konsekuensi ratifikasi Indonesia terhadap dokumen Sustainable Development Goals (SDGs) yang merupakan kelanjutan dari Milenium Development Goals (MDGs).
Melainkan hasil olah pikir yang dilanjutkan dalam aksi lapangan dengan menggunakan medium bahasa untuk kebangkitan desa.
SDGs Desa menjadi bahasa kebangkitan desa, yang melokalkan tujuan pembangunan global dan nasional, melingkupi aspek kewargaan, kewilayahan, dan kelembagaan desa, serta diletakkan pada konteks budaya desa, sekaligus mengarifi kekhasan pembangunan desa-desa seluruh Indonesia.
Kini, bahasa kebangkitan desa itu mulai menunjukkan hasilnya. Dimulai dari pendataan desa secara partisipatoris oleh warga untuk basis perencanaan pembangunan desa.
Data desa telah menginformasikan capaian SDGs Desa dari level desa, kabupaten, provinsi hingga nasional.
Secara nasional capaian SDGs Desa dapat kita baca mencapai 44,92 persen. Capaian tertinggi tujuan SDGs Desa adalah tujuan ke-7 Desa Berenergi Bersih dan Terbarukan, tujuan ke-16 Desa Damai Berkeadilan, dan tujuan ke-1 Desa Tanpa Kemiskinan.
Sebagai bahasa kebangkitan desa, SDGs Desa bakal mempercepat lompatan kebangkitan desa yang telah dicapai desa sepanjang penyaluran dana desa periode 2015-2022, yang telah berhasil meningkatkan Desa mandiri dari 174 desa, menjadi 6.238 desa.