Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
A Halim Iskandar
Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi

Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi

Diskursus Baru Pembangunan Desa

Kompas.com - 23/05/2023, 13:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

GURU Besar Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, Profesor Faruk Tripoli (2012) membenarkan sastra sebagai potret pemikiran pengarangnya sekaligus menggambarkan kondisi sosial ketika sastra ditulis. Karenanya, sastra berfungsi mendorong perubahan sosial.

Lebih tegas lagi Guru Besar Sosiologi Sastra Universitas Airlangga, Profesor Ida Bagus Putera Manuaba (2014) menyebut apapun jenis, corak dan bentuknya, sastra berfungsi mengubah pola hidup, pola pikir, dan struktur sosial masyarakat.

Hasil riset Manuaba (2010) di kawasan hutan Baluran dan Gilimanuk, menyimpulkan mitos (sebagai sastra) yang dipercayai dapat menggerakkan masyarakat kawasan hutan untuk terus melestarikan hutan dan menjaga harmoni. Di mana mitos masih dipercaya masyarakat, di sana hutan lestari.

Sastra adalah hasil konstruksi berpikir yang merupakan buah dari proses dekonstruksi atas pemikiran sebelumnya.

Banyak sastra mewacanakan konstruksi baru, lalu konstruksi itu akan didekonstruksi lagi, begitu terus menerus.

Jalan konstruksi dan dekonstruksi sastra melaju melalui Bahasa. Sastra tidak mungkin eksis tanpa Bahasa.

Bagi Prof Ida Bagus Putra Manuaba, sastra dan bahasa satu kesatuan jalinan terkait tak terpisahkan. Maka, fungsi ekstrinsik yang dimiliki sastra, pasti dimiliki bahasa. Termasuk fungsi bahasa dalam perubahan sosial.

Sebagai media komunikasi, Bahasa juga menjadi mediun wacana. Adalah Rahmah Ida (2014) seorang Profesor Studi Media pertama di Indonesia, menyimpulkan wacana (discourse) sebagai hasil olah pikir dan tindakan si pembuat discourse dengan menggunakan medium bahasa (verbal maupun non-verbal) untuk merepresentasikan realitas.

Tak heran di masa revolusi kemerdekaan Indonesia, bahasa menjadi medium diskursus-diskursus antikolonialisme, seperti “merdeka 100 persen“ (Tan Malaka), “merdeka atau mati“ (Sudirman), “revolusi belum selesai“ (Bung Karno), “resolusi jihad“ (Hadratussyekh KH. Hasyim Asy’ari), dan sebagainya.

Di sinilah urgensinya wacana/diskursus/discourse/bahasa/lambang bisa menjadi instrumen untuk menciptakan perubahan sosial.

Diskursus baru pembangunan desa

Tepat di jantung pembahasan tentang fungsi bahasa dalam perubahan sosial itu, saya ingin menggelorakan diskursus baru pembangunan desa. Bahwa bahasa (wacana) bisa menjadi salah satu instrumen perubahan sosial di desa.

Sebagaimana diketahui, sudah puluhan tahun desa dianggap unit pemerintahan terkecil, oleh karena itu mendapat prioritas perhatian yang kecil pula dari negara.

Namun sejak adanya UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, desa-desa di Indonesia mulai mendapat perhatian serius.

Secara adminsitratif desa memang unit pemerintahan terkecil, akan tetapi dalam politik pembangunan, desa harus mendapat prioritas utama.

Ini perintah konstitusi kita, seperti disebut pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 dan penjelasannya yang menyebut desa/kampung sebagai daerah kecil yang memiliki susunan asli dan karenanya dianggap istimewa.

Untuk itu, sejak mendapatkan amanah dari Presiden Jokowi untuk menjabat sebagai Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, saya mencanangkan diskursus desa sebagai beranda depan pembangunan.

Selain menjadi tema utama dalam pidato pengukuhan saya sebagai doctor honoris causa (Dr HC) dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) tahun 2020, diskursus desa beranda depan pembangunan juga saya tuangkan dalam berbagai sub tema untuk forum-forum ilmiah.

Baik dalam bentuk tulisan di media massa maupun diskusi-diskusi di berbagai forum akademik dan forum warga.

Guna menggulirkan diskursus tersebut agar lebih akseleratif, saya merumuskan arah baru pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa, SDGs Desa, yang dilengkapi dengan tujuan dengan banyak sasaran.

SDGs Desa mengandung 18 tujuan, mulai dari; Desa Tanpa Kemiskinan; Desa Tanpa Kelaparan; Desa Sehat dan Sejahtera; Pendidikan Desa Berkualitas; Keterlibatan Perempuan Desa; Desa Layak Air Bersih dan Sanitasi; Desa Berenergi Bersih dan Terbarukan; Pertumbuhan Ekonomi Desa Merata; Infrastruktur dan Inovasi Desa sesuai Kebutuhan.

Kemudian Desa Tanpa Kesenjangan; Kawasan Permukiman Desa Aman dan Nyaman; Konsumsi dan Produksi Desa Sadar Lingkungan; Desa Tanggap Perubahan Iklim; Desa Peduli Lingkungan Laut; Desa Peduli Lingkungan Darat; Desa Damai Berkeadilan; Kemitraan untuk Pembangunan Desa; serta tujuan ke-18 Kelembagaan Desa Dinamis dan Budaya Desa Adaptif.

Meminjam terminologi kritikus teori modernitas, wacana SDGs Desa adalah upaya centering of margin narasi pembangunan desa yang puluhan tahun sebelumnya selalu berada di pinggiran.

Sebagai diskursus baru pembangunan desa, SDGs Desa saya susun dengan intensi agar menjadi “bahasa kebijakan“ yang mudah dipahami oleh stakeholders pembangunan desa.

Jadi SDGs Desa disusun bukan hanya karena mandatory dari konsekuensi ratifikasi Indonesia terhadap dokumen Sustainable Development Goals (SDGs) yang merupakan kelanjutan dari Milenium Development Goals (MDGs).

Melainkan hasil olah pikir yang dilanjutkan dalam aksi lapangan dengan menggunakan medium bahasa untuk kebangkitan desa.

SDGs Desa menjadi bahasa kebangkitan desa, yang melokalkan tujuan pembangunan global dan nasional, melingkupi aspek kewargaan, kewilayahan, dan kelembagaan desa, serta diletakkan pada konteks budaya desa, sekaligus mengarifi kekhasan pembangunan desa-desa seluruh Indonesia.

Kini, bahasa kebangkitan desa itu mulai menunjukkan hasilnya. Dimulai dari pendataan desa secara partisipatoris oleh warga untuk basis perencanaan pembangunan desa.

Data desa telah menginformasikan capaian SDGs Desa dari level desa, kabupaten, provinsi hingga nasional.

Secara nasional capaian SDGs Desa dapat kita baca mencapai 44,92 persen. Capaian tertinggi tujuan SDGs Desa adalah tujuan ke-7 Desa Berenergi Bersih dan Terbarukan, tujuan ke-16 Desa Damai Berkeadilan, dan tujuan ke-1 Desa Tanpa Kemiskinan.

Sebagai bahasa kebangkitan desa, SDGs Desa bakal mempercepat lompatan kebangkitan desa yang telah dicapai desa sepanjang penyaluran dana desa periode 2015-2022, yang telah berhasil meningkatkan Desa mandiri dari 174 desa, menjadi 6.238 desa.

Desa maju juga bertambah dari 3.608 desa menjadi 20.249 desa. Desa berkembang meningkat dari 22.882 desa menjadi 33.902 desa.

Sedang desa tertinggal dan desa sangat tertinggal terus berkurang, dari 33.592 desa tertinggal, berkurang menjadi 9.584 desa, dan desa sangat tertinggal turun dari 13.453 menjadi 4.982 desa.

Lantaran wilayah 75.265 pemerintahan desa mencakup 91 persen wilayah pemerintahan Indonesia, dan 214 juta warga desa hasil pendataan Indeks Desa Membangun (IDM) Kemendesa PDTT mencakup 71 persen penduduk Indonesia, SDGs Desa akan menentukan 84 persen pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)/Sustainable Development Goals tahun 2030.

Apalagi semua dana desa mulai dimanfaatkan desa untuk mendukung pencapaian tujua-tujuan SDGs Desa.

Tahun 2022 lalu, sebesar Rp 25.451.178.789.227 atau 37,43 persen dana desa telah dimanfaatkan desa untuk mencapai tujuan SDGs Desa ke-1 Desa Tanpa Kemiskinan.

Sebesar Rp 11.062.158.009.384 atau 16,27 persen dana desa untuk mencapai tujuan ke-3 Desa Sehat dan Sejahtera.

Sebesar Rp 8.708.299.604.454 atau 12,81 persen dana desa dimanfaatkan untuk mendukung pencapaian tujuan ke-2 Desa Tanpa Kelaparan. Sisanya terdistribusi untuk mendukung pencapaian 15 tujuan SDGs Desa lainnnya.

Melalui wacana baru, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa akan kian progresif memandirikan desa, memajukan Indonesia. SDGs Desa sebagai Bahasa Kebangkitan Desa akan menjadi instrument mengistimewakan desa dan warga desa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com