Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Poin-poin Kritik Anies untuk Pemerintahan Jokowi: Dari Subsidi Mobil Listrik hingga Pembangunan Jalan

Kompas.com - 22/05/2023, 09:16 WIB
Fika Nurul Ulya,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bakal Calon Presiden (capres) dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), Anies Baswedan mulai menyuarakan kritiknya kepada pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhir-akhir ini.

Kritik tersebut kerap disampaikan Anies dalam pidato kebangsaan maupun orasi ketika bersama koalisi maupun ketika menemui para relawan pendukungnya.

Kritik yang dilontarkan Anies pun bervariasi, mulai dari mobil listrik yang dinilai kurang bijak, pembangunan jalan, market player merangkap pembuat kebijakan hingga urusan pemerintah daerah (pemda) yang dialihkan ke pemerintah pusat.

Berikut poin-poin kritis yang dilayangkan Anies kepada pemerintahan saat ini.

1. Kritik subsidi mobil listrik

Dalam satu kesempatan, Anies mengkritik subsidi mobil listrik yang diberikan dalam pemerintahan Jokowi.

Adapun pemberian subsidi kepada kendaraan listrik bukan tanpa alasan. Subsidi diberikan karena para pengguna telah mendukung penurunan emisi karbon yang harus diturunkan Indonesia.

Selain itu, untuk membantu menarik investasi di dalam negeri dengan banyaknya pengguna mobil listrik.

Baca juga: Anies Disambut Teriakan Presiden Saat Hadiri Acara Temu Kebangsaan Relawan di Tenis Indoor GBK

Namun, Anies menilai bahwa kebijakan subsidi terhadap kepemilikan kendaraan listrik kurang tepat untuk menghadapi persoalan lingkungan hidup.

Menurut Anies, emisi karbon mobil listrik per kapita per kilometer lebih tinggi dari emisi karbon bus berbahan bakar minyak.

Indonesia, katanya, mempunyai banyak peluang dan pemerintah harus memastikan sumber daya yang diberikan kepada rakyat tepat guna.

Selain itu, Anies juga menyatakan dampak dari pertumbuhan perekonomian yang tinggi secara angka belum tentu dirasakan langsung oleh rakyat.

"Kita menghadapi tantangan lingkungan hidup. Itu kenyataan bagi kita. Solusi menghadapi masalah lingkungan hidup, apalagi soal polusi udara, bukanlah terletak di dalam subsidi untuk mobil listrik yang pemilik-pemilik mobil listriknya adalah mereka yang tidak membutuhkan subsidi," kata Anies, Minggu (7/5/2023).

Baca juga: Anies Merasa Dijegal, PDI-P: Itu Kekhawatiran, Persepsinya Begitu

2. Bandingkan pembangunan SBY dan Jokowi

Kemudian, pada Sabtu (20/5/2023), mantan Gubernur DKI Jakarta ini kembali melayangkan kritik kepada pemerintah.

Kali ini, Anies mengkritik soal pembangunan jalan di masa pemerintahan Jokowi dibandingkan dengan masa Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Dalam acara HUT PKS ke-21, Anies mengatakan, pembangunan jalan nasional tidak berbayar di era SBY lebih banyak dibandingkan era Jokowi.

Anies mengatakan, era Jokowi berhasil membangun jalan tol terpanjang, yaitu 1.569 kilometer dari total jalan tol saat ini 2.499 kilometer.

Namun, untuk jalan tidak berbayar tanpa ada biaya tambahan yang dibangun di era Jokowi hanya sebesar 19.000 kilometer. Sedangkan di periode sebelumnya, SBY mampu membangun jalan tidak berbayar sebanyak 144.000 kilometer.

Baca juga: Anies Sebut Pembangunan Jalan Tak Berbayar di Era SBY 20 Kali Lebih Panjang Ketimbang Era Jokowi

"Saya bandingkan dengan pemerintahan yang lalu, di zaman pak SBY jalan tak berbayar yang dibangun sepanjang 144.000 atau 7,5 kali lipat," ujar Anies.

Tidak hanya itu, Anies kembali membandingkan jalan nasional yang dibangun di dua kepemimpinan. Saat Jokowi memimpin negeri, hanya sekitar 500 kilometer jalan nasional yang terbangun. Sedangkan di era SBY bisa 20 kali lipat dari pencapaian Jokowi saat ini.

3. Tekuk-tekuk hukum

Dalam kesempatan yang sama, Anies menyinggung negara dengan institusi politik yang kerap memeras dan menyingkirkan pihak yang berada di luar lingkar kekuasaan.

Ia mengatakan, institusi politik yang memeras menaruh kekuatan kewenangan pada satu pemimpin, satu grup, dan satu kelompok saja. Imbasnya, kekuasaan tidak dibagikan secara merata kepada seluruh rakyat.

Menurut Anies, jika ada negara yang seperti itu, biasanya aturan hukum yang ada di negeri tersebut mudah ditekuk.

Bahkan, ia mengatakan, tidak jarang pula hukum dibuat hanya untuk menguntungkan pihak yang berada di dalam lingkar kekuasaan.

Baca juga: Singgung Mafia Merajalela di Indonesia, Anies: Termasuk Mafia BTS

Di sela-sela pembicaraan, Anies berharap Indonesia bukan merupakan negara dengan ciri-ciri yang seperti itu.

"Negara dengan institusi politik yang memeras menyingkirkan ini sering tidak mengindahkan etika, aturan hukum, bahkan peraturan bisa ditekak-tekuk, bisa diterapkan setelah tebang pilih," katanya.

4. Pusat banyak ambil proyek Pemda

Tak sampai di situ, kritik terhadap program-program pemerintahan Jokowi kembali dilontarkan Anies saat menemui relawannya di lapangan tenis indoor Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (21/5/2023).

Kali ini, Anies menyinggung soal beberapa proyek pemerintah daerah yang akhirnya diambil alih oleh pemerintah pusat.

Menurut Anies, cara tersebut kurang tepat mengingat Indonesia adalah negara yang luas. Penduduknya tersebar di sekitar 6.000 kepulauan dari Sabang sampai Merauke.

Justru, kata Anies, pemerintah pusat perlu memberi kewenangan pemerintah daerah untuk mengurus dan menyelesaikannya. Namun, harus tetap diawasi dan pastikan tereksekusi dengan baik.

"Kita punya kecenderungan kalau di daerah tidak jalan, diambil alih ke pusat. Dilakukan sentralisasi. Berikan kepada kita semua kewenangan untuk menyelesaikan, awasi, pastikan tereksekusi. Dengan cara seperti itu, rakyat bisa merasakan pemerintahan yang seluruh wilayah," ujar Anies.

Baca juga: Temui Relawan, Anies Singgung Pemerintah Pusat Ambil Proyek Daerah yang Tak Jalan

5. Indonesia banyak mafia

Di acara yang sama, Anies menyinggung soal banyak mafia di dalam negeri.

Menurutnya, mafia hadir di berbagai lini, mulai dari mafia tanah, mafia dalam perekrutan pekerja migran Indonesia (PMI) tidak sesuai prosedur, hingga mafia pemilu dan mafia bantuan sosial (bansos).

Ada pula mafia perumahan, dan mafia dalam proyek pemerintah termasuk mafia BTS yang menjerat kader Partai Nasdem sekaligus mantan Menteri Komunikasi dan Informasi Johnny G Plate.

Tidak beberapa lama, Anies menyinggung cara kerja mafia. Biasanya penyimpangan yang dilakukan mafia terjadi secara pelan-pelan.

Baca juga: Anies Baswedan Sebut Siapapun Boleh Nyapres, Negara Jangan Melarang

Oleh karena itu, ia meminta masyarakat harus jeli dengan perubahan yang kecil-kecil. Termasuk, terkait isu perpanjangan jabatan presiden yang digaungkan oleh para petinggi negara.

"Ketika ada gagasan untuk perpanjang, maka kita komit dengan aspirasi reformasi. Kalau ada petinggi negeri ini yang pelan-pelan mencoba menggeser, jangan pernah dibiarkan. Jangan sampai kita tidak sadar atas penyimpangan yang dilakukan secara pelan-pelan," kata Anies.

6. Capres yang ditentukan

Terakhir, Anies menyebut negara yang menentukan calon presidennya.

Ia berharap, tidak ada intervensi dari pihak manapun terkait siapa saja yang boleh maju menjadi calon presiden (capres) maupun yang tidak.

Anies mengatakan, negara harus menyerap seluruh aspirasi masyarakat, termasuk soal siapa yang akan didukungnya menjadi presiden masa depan.

Menurutnya, Negara harus memberikan kesempatan kepada mereka yang memperjuangkan.

"Bila rakyat menginginkan si A menjadi calon, izinkan negara ini memberikan kesempatan kepada mereka memperjuangkan. Bukan malah negara menghentikan, bukan malah negara melarang," ujar Anies.

Baca juga: Ditanya soal Cawapres Pendampingnya, Anies: Namanya Sudah Ada di Kantong

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com