JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum merevisi Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
Aturan ini sebelumnya dipersoalkan, terutama oleh kalangan aktivis perempuan dan pegiat pemilu, karena salah satu pasalnya justru dinilai berpotensi mereduksi keterwakilan perempuan di dalam Pemilihan Legislatif 2024.
"Belum," kata Ketua Komisioner KPU RI Hasyim Asy'ari saat ditemui di Kantor KPU RI, Jumat (19/5/2023).
Baca juga: Komisi II DPR Minta KPU Tak Ubah Aturan Keterwakilan Caleg Perempuan Minimal 30 Persen
Ia mengklaim bahwa KPU sudah berinisiatif untuk mengakomodir kepentingan keterwakilan perempuan, sekalipun ketentuan yang dipersoalkan belum direvisi.
Menurutnya, berbagai masukkan yang disampaikan oleh sejumlah pihak telah didengar, dan secara prosedural KPU telah berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah di dalam forum rapat dengar pendapat (RDP).
"Hal ini sudah kami lakukan," ucap dia.
Baca juga: Pemerintah Klaim Dukung Keterwakilan Caleg Perempuan 30 Persen
Di sisi lain, Hasyim menilai, angka keterwakilan perempuan di dalam pendaftaran calon anggota legislatif yang telah ditutup pada 14 Mei lalu, sebenarnya sudah melampaui target minimum 30 persen.
"18 partai yang daftar bakal calon di KPU, angka keterwakilan perempuannya sudah di atas batas minimal yang ditentukan oleh undang-undang, yaitu 30 persen minimal keterwakilan perempuan," ucap dia.
Sebelumnya, ketentuan di dalam PKPU 10/2023 itu dinilai merugikan bakal calon anggota legislatif perempuan seperti yang diungkapkan Komisioner Komnas HAM Olivia Salampessy.
Olivia mengatakan aturan yang merugikan tersebut terlihat dalam Pasal 8 Ayat 2 dalam PKPU tersebut.
Baca juga: Komnas Perempuan Sebut Peraturan KPU soal Caleg Perempuan Merugikan
"Kami mencermati itu akan mempersempit ruang politik perempuan yang akan mencalonkan diri baik sebagai anggota DPR maupun DPRD di mana itu hitungan 30 persen jumlah bacaleg perempuan di setipa dapil itu kalau menghasilkan angka pecahan yang kurang dari 50, maka dilakukan pembulatan ke bawah," ujar Olivia dalam konferensi pers, Jumat (12/5/2023).
"Dengan aturan ini tentunya sangat merugikan caleg perempuan sehingga kuota 30 persen itu akan semakin sulit dipenuhi, padahal keterwakilan perempuan dalam demokrasi adalah percepatan strategi untuk terwujudnya kesetaraan gender," sambung dia.
Olivia mengatakan, kebijakan keterlibatan perempuan dalam demokrasi sebenarnya merupakan upaya penghapusan diskriminasi terhadap perempuan.
Namun, aturan itu justru mempersempit ruang perempuan untuk hadir dalam kontestasi politik di Indonesia.
Baca juga: Perludem Minta KPU Tak Tersandera DPR Saat Revisi Aturan yang Bisa Kurangi Caleg Perempuan
Dalam Pasal 8 Ayat 2 dijelaskan, pengitungan 30 persen jumlah bakal calon legislatif perempuan di setiap daerah pemilihan menghasilkan angka pecahan akan dibulatkan.
Jika kurang dari 50, maka hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah, namun jika hasil penghitungan 50 atau lebih akan dibulatkan ke atas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.