Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPU Belum Revisi PKPU yang Dinilai Rugikan Keterwakilan Caleg Perempuan

Kompas.com - 19/05/2023, 15:13 WIB
Singgih Wiryono,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum merevisi Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.

Aturan ini sebelumnya dipersoalkan, terutama oleh kalangan aktivis perempuan dan pegiat pemilu, karena salah satu pasalnya justru dinilai berpotensi mereduksi keterwakilan perempuan di dalam Pemilihan Legislatif 2024.

"Belum," kata Ketua Komisioner KPU RI Hasyim Asy'ari saat ditemui di Kantor KPU RI, Jumat (19/5/2023).

Baca juga: Komisi II DPR Minta KPU Tak Ubah Aturan Keterwakilan Caleg Perempuan Minimal 30 Persen

Ia mengklaim bahwa KPU sudah berinisiatif untuk mengakomodir kepentingan keterwakilan perempuan, sekalipun ketentuan yang dipersoalkan belum direvisi.

Menurutnya, berbagai masukkan yang disampaikan oleh sejumlah pihak telah didengar, dan secara prosedural KPU telah berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah di dalam forum rapat dengar pendapat (RDP).

"Hal ini sudah kami lakukan," ucap dia.

Baca juga: Pemerintah Klaim Dukung Keterwakilan Caleg Perempuan 30 Persen

Di sisi lain, Hasyim menilai, angka keterwakilan perempuan di dalam pendaftaran calon anggota legislatif yang telah ditutup pada 14 Mei lalu, sebenarnya sudah melampaui target minimum 30 persen.

"18 partai yang daftar bakal calon di KPU, angka keterwakilan perempuannya sudah di atas batas minimal yang ditentukan oleh undang-undang, yaitu 30 persen minimal keterwakilan perempuan," ucap dia.

Sebelumnya, ketentuan di dalam PKPU 10/2023 itu dinilai merugikan bakal calon anggota legislatif perempuan seperti yang diungkapkan Komisioner Komnas HAM Olivia Salampessy.

Olivia mengatakan aturan yang merugikan tersebut terlihat dalam Pasal 8 Ayat 2 dalam PKPU tersebut.

Baca juga: Komnas Perempuan Sebut Peraturan KPU soal Caleg Perempuan Merugikan

"Kami mencermati itu akan mempersempit ruang politik perempuan yang akan mencalonkan diri baik sebagai anggota DPR maupun DPRD di mana itu hitungan 30 persen jumlah bacaleg perempuan di setipa dapil itu kalau menghasilkan angka pecahan yang kurang dari 50, maka dilakukan pembulatan ke bawah," ujar Olivia dalam konferensi pers, Jumat (12/5/2023).

"Dengan aturan ini tentunya sangat merugikan caleg perempuan sehingga kuota 30 persen itu akan semakin sulit dipenuhi, padahal keterwakilan perempuan dalam demokrasi adalah percepatan strategi untuk terwujudnya kesetaraan gender," sambung dia.

Olivia mengatakan, kebijakan keterlibatan perempuan dalam demokrasi sebenarnya merupakan upaya penghapusan diskriminasi terhadap perempuan.

Namun, aturan itu justru mempersempit ruang perempuan untuk hadir dalam kontestasi politik di Indonesia.

Baca juga: Perludem Minta KPU Tak Tersandera DPR Saat Revisi Aturan yang Bisa Kurangi Caleg Perempuan

Dalam Pasal 8 Ayat 2 dijelaskan, pengitungan 30 persen jumlah bakal calon legislatif perempuan di setiap daerah pemilihan menghasilkan angka pecahan akan dibulatkan.

Jika kurang dari 50, maka hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah, namun jika hasil penghitungan 50 atau lebih akan dibulatkan ke atas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com