Untuk menambalnya, Jokowi bisa mencarikan partai lainnya, dengan deal-deal yang menggiurkan, untuk melengkapi kebutuhan partai yang akan menemani PDIP di kontestasi nanti.
Karena akan cukup berbahaya bagi Ganjar dan Prabowo, jika RK justru berhasil didekati oleh Anies. Potensi floating mass yang 39 persen untuk berpindah secara mayoritas ke Anies akan sangat besar, jika RK maju sebagai calon wakil presiden Anies Baswedan, terlepas dengan dorongan partai mana.
Boleh jadi saat ini belum terlihat apakah ide ini mungkin atau tidak. Namun dengan track record Ketua Umum DPP Nasdem Surya Paloh yang acapkali melakukan terobosan mengagetkan, maka probabilitas ini semestinya juga harus dimasukkan ke dalam political equation Anies Baswedan, agar Jokowi sebagai "King Maker" tidak mendadak "kaget" saat ide tersebut terealisasi secara tiba-tiba.
Lantas soal potensi ketegangan RK dan Partai Golkar bisa diatasi dengan kedewasaan politik Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum Partai berlambang pohon beringin itu. Airlangga semestinya bersikap seperti Megawati, yang dengan legowo mendorong Ganjar untuk maju.
Artinya, Airlangga harus berani mengambil langkah "setengah King Maker", alias melahirkan calon wakil presiden yang akan membawa kemenangan kepada calon presiden.
Setidaknya, dengan mendorong RK maju bersama Ganjar, maka Partai Golkar tetap punya kader di Istana nantinya, yakni Ridwan Kamil.
Kalkulasi ini jauh lebih baik bagi Partai Golkar, ketimbang memaksakan diri jadi calon wakil presiden dari kandidat lain, yang berujung kekalahan. Jika itu terjadi, maka daya tawar Partai Golkar akan sangat lemah saat kelak ingin mendekat ke kubu pemenang Pilpres 2024.
Namun tidak ada yang benar-benar tak berisiko. Memasangkan Ganjar dan RK berisiko secara strategis karena akan menjadikan keduanya sebagai "boneka politik" di Istana nanti, jika terpilih.
Pasalnya keduanya murni mengandalkan popularitas, tapi sangat bergantung kepada pihak ketiga dari sisi pembiayaan politik, mesin politik, dan nasib politik.
Ganjar terjebak sindrom yang sama dengan Jokowi, yakni didukung oleh partai pemenang, tapi bukan elite berpengaruh di dalam partai tersebut.
Sementara RK, sampai hari ini, bukanlah siapa-siapa di dalam Partai Golkar. Posisinya nampaknya masih sebagai pendulang suara (vote getter) bagi Partai Golkar.
Bahkan hingga hari ini masih tidak punya kuasa untuk ikut menentukan gerak-gerik politik Golkar di tingkat nasional.
Namun demikian, jika Ganjar Pranowo dan Ridwan Kamil berhasil dipasangkan dan berhasil masuk ke Istana, setidaknya keduanya adalah para pihak yang paling representatif terhadap suara publik.
Artinya, setidaknya sampai hari ini, keduanya adalah kandidat presiden dan wakil presiden yang memiliki elektabilitas terbaik dalam kapasitasnya masing-masing.
Karena bagaimanapun, yang kita cari dari sebuah pemilihan adalah suara rakyat atas calon pemimpin.
Seperti kata Presiden ke-16 Amerika Serikat Abraham Lincoln, " Elections belong to the people. It's their decision. If they decide to turn their back on the fire and burn their behinds, then they will just have to sit on their blisters”.
Jika Ganjar dan RK bisa menjadi perwakilan terbaik rakyat, maka keduanya sudah memenuhi visi dan misi awal dari sebuah pemilihan demokratis.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.