JAKARTA, KOMPAS.com - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menyatakan, tidak menerima atau niet ontvankelijke verklaard (NO) gugatan praperadilan Perkumpulan Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus “kardus durian”.
Sebagai informasi, kasus "kardus durian" merupakan kasus dugaan suap pengucuran dana percepatan pembangunan infrastruktur daerah (PPIDT) pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) tahun 2011.
Hal itu disampaikan Hakim Tunggal PN Jakarta Selatan Samuel Ginting dalam putusan gugatan MAKI terkait sah atau tidaknya penghentian penyidikan kasus yang disebut-sebut menyeret nama Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar.
Baca juga: Hari Ini, PN Jaksel Gelar Putusan Kasus Kardus Durian yang Digugat MAKI ke KPK
“Menyatakan permohonan praperadilan pemohon tidak dapat diterima,” ujar Hakim Samuel Ginting dalam persidangan di PN Jakarta Selatan, Senin (10/4/2023).
Dalam pertimbangannya, Hakim Ginting berpandangan gugatan MAKI terkait sah atau tidaknya penghentian penyidikan terkait kasus “kardus durian” bukan merupakan objek praperadilan.
Hakim menilai, petitum MAKI yang meminta termohon dalam hal ini KPK untuk melakukan penyidikan bukan ranah dari Hakim Pengadilan melainkan ranah penyidik.
“Melakukan atau tidak melakukan penyidikan merupakan kewenangan penyidik, Hakim dengan kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan tidak memiliki kewenangan untuk memerintahkan penyidik melakukan suatu tindak pidana tertentu,” jelas Hakim Samuel Ginting.
Baca juga: Jejak Kasus Kardus Durian yang Disebut-sebut Seret Nama Muhaimin Iskandar
Diketahui, gugatan yang didaftarkan MAKI pada 22 Februari 2023 dengan nomor perkara 17/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL itu diajukan dengan klasifikasi sah atau tidaknya penghentian penyidikan.
Dalam jawaban terhadap gugatan ini, KPK membantah telah menghentikan penyidikan kasus kardus durian. Malahan, keterlibatan Muhaimin Iskandar disinggung KPK dalam perkara ini.
Ini disampaikan Tim Biro Hukum KPK Iskandar Marwanto dalam persidangan di PN Jaksel, Selasa (4/4/2023), menanggapi gugatan praperadilan yang diajukan MAKI.
"Bahwa upaya termohon (KPK) dalam menindaklanjuti tentang adanya keterlibatan Menakertrans Muhaimin Iskandar dalam perkara tersebut telah dilakukan oleh penuntut umum termohon yang dimulai dari penyusunan surat dakwaan yang mencantumkan nama Muhaimin Iskandar sebagai pihak yang bersama-sama (penyertaan) menerima uang dari Dharnawati selaku kuasa PT Alam Jaya Papua,” kata Iskandar Marwanto dalam persidangan di PN Jakarta Selatan, Selasa (4/4/2023).
Baca juga: Jawab Gugatan MAKI, KPK Sebut Cak Imin Turut Serta di Kasus “Kardus Durian”
Akan tetapi lantaran tidak cukup bukti, Komisi Antirasuah itu tidak mengusut dugaan suap yang disebut mengalir ke Muhaimin Iskandar.
Untuk menyegarkan ingatan, berikut jejak kasus kardus durian yang diduga melibatkan Cak Imin atau Muhaimin Iskandar.
Skandal "kardus durian" sedianya merupakan kasus korupsi terkait proyek PPIDT di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) yang melibatkan PT Alam Jaya Papua sebagai pihak swasta.
Saat itu, tahun 2011, Cak Imin masih menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans).
Kasus ini menyeret dua anak buah Muhaimin di Kemenakertrans, yakni Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (Ditjen P2KT) I Nyoman Suisnaya, serta Kepala Bagian Perencanaan dan Evaluasi Program Kemenakertrans Dadong Irbarelawan.
Baca juga: Hari Ini, KPK Jawab Gugatan Praperadilan MAKI Terkait Kardus Durian
Keduanya terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 25 Agustus 2011 atau 25 Ramadhan 1432 Hijriah, lima hari jelang Lebaran.
Tak hanya Nyoman dan Dadong, KPK juga mencokok seorang pengusaha bernama Dharnawati.
Dalam penangkapan itu, KPK menyita uang senilai Rp 1,5 miliar yang disimpan dalam kardus durian. Inilah asal muasal kasus tersebut dikenal sebagai skandal kardus durian.
Uang itu sedianya diberikan Dharnawati ke sejumlah pejabat Kemenakertrans sebagai commitment fee untuk mendapatkan proyek PPIDT di empat kabupaten yakni Keerom, Mimika, Manokwari, dan Teluk Wondama.
Dana Rp 1,5 miliar dalam kardus durian tersebut baru sebagian kecil. Total duit pelicin untuk proyek ini senilai Rp 7,3 miliar atau 10 persen dari nilai total proyek di empat kabupaten sebesar Rp 73 miliar.
Baca juga: MAKI Nilai KPK Telah Hentikan Penyidikan Kasus “Kardus Durian”
Kala itu, Dharnawati mengaku terpaksa memberikan uang tersebut karena adanya permintaan dari Muhaimin.
Setelah melalui serangkaian persidangan, hakim menjatuhkan vonis pidana penjara 2,6 tahun ke Dharnawati pada 30 Januari 2012. Dharnawati juga didenda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Sementara, dua anak buah Muhaimin, Nyoman dan Dadong, divonis 3 tahun penjara ditambah denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurangan. Vonis dijatuhkan pada 29 Maret 2012.
Sosok Cak Imin berulang kali muncul dalam persidangan kasus kardus durian. Namanya kerap disebut dalam rekaman pembicaraan pihak-pihak yang terlibat kasus ini.
Namun, Imin selalu membantah dirinya terlibat. Wakil Ketua DPR RI itu mengaku tak tahu menahu soal pemberian commitment fee dari Dharnawati ke dua anak buahnya dalam proyek PPIDT.
Baca juga: Sidang Perdana Gugatan MAKI Lawan KPK Terkait Kasus Kardus Durian Digelar Hari Ini
"Sama sekali tidak pernah. PPIDT pun kita tidak tahu, apalagi fee," kata Imin saat memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang Dadong Irbarelawan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, 20 Februari 2012.
Muhaimin juga mengaku tidak tahu menahu soal dana PPIDT. Ia menyatakan tidak pernah mengajukan anggaran itu.
Sepanjang 2011, Imin mengeklaim hanya pernah mengajukan dana tambahan melalui APBN-Perubahan.
"Saya baru tahu DPPID sejak peristiwa ini, akhir Agustus, yang sebetulnya, sebelumnya saya tidak mengetahui apa yang disebut DPPID. Anggaran dan kewenangan tempat penganggarannya, DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) Kementerian Keuangan," kata Muhaimin saat itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.