JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari yang mendapat sanksi peringatan keras dan terakhir dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dinilai sebaiknya mengundurkan diri karena terbukti melanggar kode etik.
"Proses pemeriksaan dan putusan DKPP sudah menunjukkan dengan jelas bahwa Ketua KPU terbukti melakukan pelanggaran kode etik berupa tindakan tidak profesional dengan mendahulukan kepentingan pribadi di atas kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia," kata Direktur Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Fajri Nursyamsi, dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Kamis (6/4/2023).
Fajri juga menyatakan dengan mendapat sanksi itu maka Hasyim sudah mencoreng kredibilitas kelembagaan KPU RI karena terkait dengan konflik kepentingan.
Baca juga: Ketua KPU Disanksi Peringatan Keras Terakhir, Komisi II DPR: Hati-hati, Fokus Pemilu 2024 Saja
"Terlepas dari sanksi yang sudah dijatuhkan DKPP, sebagai ketua lembaga negara yang sudah diangkat sumpah atas nama Tuhan Yang Maha Esa, dan menyatakan akan mengutamakan kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia di atas kepentingan pribadi, Ketua KPU sudah selayaknya untuk mengundurkan diri dari keanggotaan KPU," ucap Fajri.
Sebelumnya diberitakan, dalam putusan DKPP RI Nomor 35-PKE-DKPP/II/2023 dan 39-PKE-DKPP/II/2023 disebutkan mereka memberikan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy’ari.
DKPP menyatakan Hasyim melanggar Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu, yakni Pasal 6 Ayat (2) huruf b dan c; Pasal 6 Ayat (3) huruf e, Pasal 7 Ayat (1), Pasal 8 huruf a, b, g, h, i, j, l, Pasal 11 huruf d, Pasal 12 huruf a dan b, Pasal 14 huruf c, Pasal 15 huruf a, b, dan g, Pasal 16 huruf e, serta Pasal 19 huruf f.
Dalam putusan itu disebutkan, Hasyim dinilai melanggar prinsip profesionalisme dengan melakukan komunikasi yang tidak patut dengan calon peserta pemilu, dan mencoreng kehormatan lembaga penyelenggara pemilu.
Baca juga: ICW Minta Ketua KPU Mundur, Singgung soal Pelanggaran Integritas
DKPP menyatakan, Hasyim melanggar prinsip mandiri, proporsional, dan profesional, serta melakukan komunikasi yang tidak patut dengan Hasnaeni yang saat itu berstatus ketua umum partai politik calon peserta pemilu.
DKPP menilai, Hasyim mempunyai kedekatan dengan Hasnaeni di luar kepentingan kepemiluan, terbukti lewat percakapan dan perjalanan ziarah bersama yang dilakukan keduanya ke Yogyakarta pada 18 Agustus 2022 lalu.
DKPP menilai, tindakan Hasyim ini tidak patut dan tidak pantas, terlebih padanya melekat simbol kelembagaan.
Tindakan tersebut dianggap pula dapat menimbulkan konflik kepentingan, apalagi perjalanan Hasyim dan Hasnaeni bersama beberapa orang lainnya itu bersamaan dengan tahapan verifikasi administrasi partai politik calon peserta Pemilu 2024 di mana Partai Republik Satu turut dinyatakan lolos pendaftaran.
Baca juga: ICW Pertanyakan Wanita Emas Bayari Ketua KPU Terbang ke Yogyakarta
Di sisi lain, Hasyim tidak terbukti melakukan pelecehan seksual terhadap wanita yang telah menjadi tersangka kasus suap PT Waskita Beton Precast itu.
Hasyim mengakui telah berbuat khilaf. Namun, bagi dia, yang terpenting sudah berusaha jujur dan mengakui apa adanya secara terbuka atas kekhilafan itu meskipun kejujuran atas kekhilafan ini diganjar sanksi yang menyudutkannya.
"Prinsip saya, saya ini manusia biasa yang bisa salah. Tetapi, lebih baik saya jujur dan tidak boleh berbohong," kata dia kepada Kompas.com, Selasa (4/4/2023).
(Penulis : Adhyasta Dirgantara | Editor : Sabrina Asril)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.