JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto mengatakan, pihaknya belum menerima naskah akademik dan draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.
Ia menyampaikan, DPR masih menunggu draf RUU yang merupakan inisiatif pemerintah tersebut dikirim ke Senayan.
“Bolanya masih di pemerintah, seberapa cepat RUU itu bisa disahkan untuk saat ini sangat bergantung kecepatan presiden mengirim naskah akademik, dan (draf) RUU-nya ke DPR,” ujar Didik pada Kompas.com, Kamis (6/4/2023).
Baca juga: Jokowi Harap RUU Perampasan Aset Akan Memudahkan Penyelesaian Tindak Pidana Korupsi
Ia menampik jika DPR dianggap sebagai pihak yang menghalangi proses pengesahan RUU tersebut.
Menurut dia, para anggota dewan saat ini belum bisa melakukan pembahasan karena menunggu pemerintah.
Ia mengeklaim, saat ini pemerintah tengah melakukan harmonisasi ke beberapa kementerian terkait naskah akademik dan draf RUU tersebut.
“Tentu setelah final, presiden akan mengirimkan melalui surpresnya ke DPR. Setelah diterima DPR maka proses pembahasannya baru bisa dilakukan,” ujar dia.
“Kami di DPR menunggu kesiapan pemerintah, kami tahu RUU ini sangat dibutuhkan, kami pasti akan bahas segera setelah ada surpres, dan penunjukan wakil pemerintah diterima DPR,” papar dia.
Baca juga: Jokowi: RUU Perampasan Aset Terus Kita Dorong agar Segera Diselesaikan DPR
Terakhir, ia menyatakan bahwa RUU Perampasan Aset sangat dibutuhkan karena cara melakukan tindak pidana ekonomi, mulai dari korupsi hingga pencucian uang semakin beragam.
“RUU Perampasan Aset ini menjadi agenda penting untuk dapat segera dibahas, dan diundangkan,” ujar dia.
Jokowi sebelumnya menyatatakan akan segera mendorong RUU Perampasan Aset untuk disahkan oleh DPR.
Ia ingin baleid itu kian memudahkan proses penindakan tindak pidana korupsi.
Namun, dikutip dari Kompas.id pada 31 Maret 2023, dari enam pimpinan instansi yang dimintai persetujuan draft RUU, baru tiga yang sudah memberikan persetujuan.
Ketiganya adalah Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD; Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly; serta Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana.
Di sisi lain, tiga pimpinan instansi yang belum menandatangani adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Jaksa Agung ST Burhanuddin, dan Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.