JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul tidak layak menjadi seorang anggota legislatif karena terang-terangan menyatakan tidak bisa mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.
Adapun pernyataan itu Bambang sampaikan dalam rapat bersama Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud Md di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2023).
Saat itu, Bambang mengaku tak berani mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset serta RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal jika tak diperintah oleh "ibu".
"Seorang ketua komisi kemudian memperlihatkan betapa dia sebetulnya tidak layak untuk mengisi posisi anggota legislatif, apalagi yang mewakili di komisi III komisi hukum dalam sebuah RDP dengan PPATK dengan Menko Polhukam," kata peneliti ICW, Lalola Easter dikutip dari tantangan YouTube ICW, Senin (3/4/2023).
Baca juga: Polemik Penolakan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana, Arsul Sani: Kami Setuju Ada UU Ini
Lalola menyampaikan, pertanyaan serupa sempat Bambang sampaikan terkait RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal dalam rapat yang sama.
Kala itu, Bambang menyebut DPR sulit mengesahkan RUU tersebut karena ada kekhawatiran para legislator tak terpilih lagi jika RUU itu resmi jadi undang-undang.
Hal ini, kata Lalola, menandakan bahwa praktik politik uang memang sudah menjadi suatu hal yang biasa di dalam partai politik.
"Ini konteksnya mendekati pemilu dan dia dengan sangat terbuka itu menyampaikan bahwa praktik politik uang itu adalah sesuatu yang biasa. Dan kalau sampai ada RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal itu justru akan membatasi praktik busuk tersebut," ucap Lalola.
Pernyataan Bambang secara terang-terangan yang tidak berani mengesahkan dua RUU atas perintah "atasan" disampaikan menjawab permohonan Menko Polhukam Mahfud Md agar DPR segera mengesahkan RUU tersebut menjadi UU.
"Di sini boleh ngomong galak, Pak, tapi Bambang Pacul ditelepon ibu, 'Pacul, berhenti!', 'Siap! Laksanakan!'," kata Bambang dalam rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2023).
"Jadi permintaan Saudara langsung saya jawab. Bambang Pacul siap, kalau diperintah juragan. Mana berani, Pak," ujar dia diikuti tawa anggota Komisi III lainnya yang juga hadir dalam rapat.
Baca juga: Nasdem Bilang PDI-P Ngawur Sebut Izin Ibu Dulu Sebelum Sahkan RUU Perampasan Aset
Politisi PDI Perjuangan itu tak menjelaskan sosok "ibu" yang dimaksud. Hanya saja, dia bilang, untuk mengesahkan RUU tersebut, harus ada persetujuan dari para ketua umum partai politik.
"Loh, saya terang-terangan ini. Mungkin RUU Perampasan Aset bisa (disahkan), tapi harus bicara dengan para ketua partai dulu. Kalau di sini nggak bisa, Pak," ujar dia..
Memang, kata Bambang, pengesahan RUU Perampasan Aset masih dimungkinkan. Namun, tidak dengan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal.
Ketua DPP PDI-P Bidang Pemenangan Pemilu itu mengatakan, sulit bagi legislator mengesahkan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal karena ada kekhawatiran tak terpilih lagi pada pemilu selanjutnya.
"Kalau RUU Pembatasan Uang Kartal pasti DPR nangis semua. Kenapa? Masa dia bagi duit harus pakai e-wallet, e-wallet-nya cuma 20 juta lagi. Nggak bisa, Pak, nanti mereka nggak jadi (anggota DPR) lagi," kata dia, lagi-lagi diikuti tawa para anggota DPR.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.