Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Polemik Penolakan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana, Arsul Sani: Kami Setuju Ada UU Ini

Kompas.com - 01/04/2023, 17:27 WIB
Dwi NH,
A P Sari

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Arsul Sani mengatakan, pihaknya menyetujui pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana.

“Jadi kalau ditanya posisi saya atau (mewakili) Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), maka kami setuju ada Undang-undang (UU) (Perampasan Aset Tindak Pidana) ini ke depannya,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Sabtu (1/4/2023).

Menurut Arsul, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana diperlukan agar proses-proses pengembalian kerugian negara bisa di maksimalisasi lebih baik dan lebih cepat.

Pasalnya, kata dia, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana tidak hanya terkait dengan tindak pidana korupsi (tipikor) saja, tetapi bisa juga dimanfaatkan untuk mengembalikan kerugian negara dalam tindak kriminal lainnya.

Tindak kriminal yang dimaksud, yaitu tindak pidana narkotika, pajak, kepabeanan dan cukai, lingkungan hidup, illegal logging, hingga terorisme.

Baca juga: Kepala BNPT Resmikan Warung NKRI di Bali, Akan Berdayakan Eks Napi Terorisme

Untuk diketahui, RUU Perampasan Aset atau yang dikenal dengan istilah asset recovery merupakan salah satu aturan yang harus ada ketika suatu negara sudah menandatangani Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) Melawan Korupsi.

Indonesia telah menandatangani konvensi tersebut pada 2003 dan melakukan ratifikasi dengan membuat Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2006. Namun, hingga kini, Indonesia belum juga memiliki aturan hukum soal perampasan aset.

Munculnya isu panas RUU Perampasan Aset

RUU Perampasan Aset kembali menjadi isu panas ketika Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Mahmodin (MD) meminta permohonan khusus kepada Komisi III DPR saat membahas transaksi janggal di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) senilai Rp 349 triliun.

Permohonan khusus itu adalah terkait persetujuan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana serta RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal. Hal ini Mahfud sampaikan langsung kepada Ketua Komisi III DPR RI, Bambang Wiryanto atau Bambang Pacul.

Baca juga: Formappi Anggap Sikap Bambang Pacul Tunjukan Wajah Asli DPR, Terikat Oligarki dan Money Politics

Mewakili pihaknya, Bambang Pacul mengatakan, pengesahan dua RUU tersebut sulit dilakukan. Sebab menurutnya, para anggota di Komisi III DPR akan siap jika sudah mendapat perintah dari ketua umum (ketum) partai politik (parpol) masing-masing.

Menanggapi isu tersebut, Arsul mengungkapkan bahwa RUU Perampasan Aset Tindak Pidana tidak hanya mengemuka karena kasus dugaan transaksi mencurigakan berupa tindak pidana pencucian uang (TPPU) senilai Rp 349 triliun.

“RUU Perampasan Aset sudah sejak beberapa waktu sebelumnya memang telah disuarakan di ruang publik,” imbuhnya.

Wakil Ketua Umum (Waketum) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PPP itu menjelaskan bahwa RUU Perampasan Aset disepakati sebagai RUU inisiatif pemerintah.

Artinya, kata dia, pihak yang harus menyiapkan naskah akademik dan draft RUU tersebut adalah pemerintah.

Baca juga: RUU Jakarta Mulai Dibahas jelang Pemindahan Ibu Kota ke IKN

“Posisi DPR menunggu (draft RUU) itu dan kemudian nantinya kedua dokumen disampaikan kepada kami. Peran DPR di sini adalah membuat Daftar Inventarisasi Masalah (DIM),” jelas Arsul.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com