JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama, Ari Junaedi, menduga, PDI Perjuangan tak akan dipusingkan dengan wacana pembentukan koalisi besar yang menggabungkan koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR) dengan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB).
Sekalipun harus berjalan sendiri tanpa berkoalisi dengan partai lain pada Pemilu 2024, menurut Ari, itu tak akan jadi soal buat partai banteng.
“PDI-P itu ibarat executive muda yang begitu percaya diri menatap masa depan. Dia yakin sukses karena merasa suaranya cukup sebagai syarat untuk maju di pilpres tanpa berkoalisi dengan partai lain,” kata Ari kepada Kompas.com, Rabu (5/4/2023).
Baca juga: Setuju seperti Jokowi soal Koalisi Besar, PDI-P Beri Syarat
Sebabnya, PDI-P punya elektabilitas tinggi. Menurut survei berbagai lembaga, tingkat elektoral PDI-P berada di urutan pertama, jauh meninggalkan parpol-parpol lainnya.
Partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu juga merupakan parpol pemenang pemilu dua kali berturut-turut, yakni tahun 2014 dan 2019.
Dengan modal besar tersebut, wajar jika PDI-P percaya diri sekalipun tak berkoalisi dengan parpol lain. Sebaliknya, Menurut Ari, partai-partai yang mewacanakan peleburan koalisi punya harapan besar untuk menarik partai berjargon wong cilik itu ke kongsi mereka.
Ari pun yakin, keputusan soal wacana koalisi besar baru akan diketok setelah PDI-P menentukan langkah. Saat ini, partai-partai lain masih berhitung dan menduga-duga capres dan cawapres yang akan dijagokan partai penguasa itu.
“PDI-P menjadi pusat orbiter dari koalisi-koalisi yang sudah dan akan terbentuk,” ujarnya.
Lebih lanjut, Ari menilai, wacana peleburan KIR dan KIB sedianya bertujuan untuk menguatkan potensi kemenangan pada pemilu mendatang.
Mungkin pula, wacana regrouping dimaksudkan untuk mengunci calon lain agar tak bisa maju di gelanggang Pilpres 2024 karena semakin sedikitnya peluang parpol bisa mengajukan calon.
Kehadiran koalisi besar memang menggiurkan secara politis karena masifnya kumulatif suara partai-partai politik. Namun, kata Ari, itu tidak otomatis menjamin kemenangan.
Dia mengatakan, kemenangan ditentukan oleh capres-cawapres yang diusung koalisi. Oleh karenanya, dibutuhkan sosok yang tidak hanya moncer secara elektabilitas, tetapi juga punya rekam jejak yang baik di pemerintahan.
“Koalisi besar itu terlihat tambun secara politik, tetapi mudah fragile sehingga perlu energi besar baik asupan logistik dan akomodasi politik,” tutur dosen Universitas Indonesia (UI) tersebut.
Baca juga: Puan Mengaku Diundang ke Acara KIB-KIR, Tak Merasa PDI-P Ditinggal
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto mengatakan bahwa koalisi Kebangkitan Indonesia Raya dan Koalisi Indonesia Bersatu berpeluang bergabung. Prabowo menilai, kedua koalisi satu frekuensi.
“Ternyata ada. Jadi kami merasa dalam frekuensi yang sama ya, ada kecocokan, dan kalau dilihat, pimpinan partai kami sudah masuk. Cak Imin ya, kami sudah masuk timnya Pak Jokowi sebetulnya sekarang,” kata Prabowo usai acara “Silaturahmi Ramadhan bersama Presiden RI” yang digelar di Kantor DPP PAN, Pancoran, Jakarta Selatan, Minggu (2/4/2023).