JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana pembentukan koalisi besar setelah Presiden Joko Widodo bertemu dengan lima pimpinan partai politik dinilai belum menjamin keberhasilan dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatang.
Pengamat Politik Universitas Al Azhar Ujang Komarudin mengatakan, koalisi gemuk dengan 40 persen kursi parlemen itu harus memikirkan pekerjaan rumah menentukan capres-cawapres yang memiliki elektabilitas tinggi.
"Kunci koalisi besar itu bukan hanya soal koalisinya jumlah kursi lebih dari 40 persen parlemen, tapi bagaimana bisa mengusung capres cawapres yang elektabilitasnya tinggi," kata dia saat dihubungi Kompas.com, Rabu (5/4/2023).
Baca juga: Koalisi Besar Mungkin Terwujud, tapi Butuh Kerelaan Airlangga dan Cak Imin Tak Jadi Capres-Cawapres
Ujang menilai, pemilih langsung tidak begitu tertarik dengan partai, tetapi sosok kandidat yang diusung oleh partai politik.
Sebab itu, sosok yang memiliki elektabilitas tinggi adalah kunci dalam pemenangan koalisi gemuk yang dikabarkan akan dibentuk.
"Jadi kalau ingin menang, cari elektabilitas yang tinggi yang bisa menyaingi calon dari koalisi perubahan atau capres dari PDI-P kalau PDIP mencalonkan sendiri," imbuh dia.
Ujang mengatakan, elektabilitas yang tinggi dari calon presiden bukan fenomena baru yang bisa dilihat.
Baca juga: Setuju seperti Jokowi soal Koalisi Besar, PDI-P Beri Syarat
Jokowi misalnya, Ujang menyebut, sebagai salah satu bukti elektabilitas tokoh yang diusung menjadikan partai politik mendulang suara banyak di Pemilu 2024.
"Elektabilitas penting, bukan soal koalisinya. Jokowi juga sama di periode 2014 tidak ada inkumben, Jokowi (memiliki elektabilitas) 60 persen. Sama 2024 tidak ada inkumben bagaimana mencari elektabilitas yang tinggi. Koalisi penting tapi capres-cawapres jauh lebih penting," tutur Ujang.
Sebelumnya, Presiden Jokowi langsung melontarkan kata "cocok" seandainya KIB dan KIR bersatu untuk menghadapi Pemilu 2024.
Adapun KIB merupakan gabungan dari Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sementara KIR bentukan Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Baca juga: Kata Golkar Soal Ajak PDI-P ke Koalisi Besar: Urus Bangsa Butuh Energi Besar
“Cocok. Saya hanya bilang cocok. Terserah kepada ketua-ketua partai atau gabungan ketua partai. Untuk kebaikan negara, untuk kebaikan bangsa untuk rakyat, hal yang berkaitan, bisa dimusyawarahkan itu akan lebih baik,” ujar Jokowi usai acara “Silaturahmi Ramadhan bersama Presiden RI” yang digelar di Kantor DPP PAN, Pancoran, Jakarta Selatan, Minggu (2/4/2023).
Jokowi menegaskan bahwa dirinya tidak akan ikut campur terkait penggabungan koalisi.
“Yang berbicara itu ketua-ketua partai. Saya bagian mendengarkan saja,” kata Jokowi.
Sementara itu, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto belum mau menjawab secara gamblang terkait rencana penggabungan KIB dan KIR. “Ya nanti kita lihat prosesnya, tapi yang pasti akan intens,” kata Prabowo.
Baca juga: Koalisi Besar Diprediksi Bakal Mentok Sepakati Cawapres
Adapun acara silaturahmi yang diprakarsai PAN itu dihadiri Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan sebagai tuan rumah, lalu Ketua Umum Golkar Airlangga Hartanto, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Ketua Umum PPP Muhammad Mardiono, dan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.