Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 29/03/2023, 14:12 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Perkumpulan Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) berpandangan organisasi masyarakat (Ormas) tetap dapat mengajukan upaya hukum meskipun tidak memiliki Surat Keterangan Terdaftar (SKT) sebagai Ormas.

Hal itu disampaikan Kuasa Hukum MAKI, Rudy Marjono menanggapi jawaban Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menilai bahwa perkumpulannya tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing dalam mengajukan gugatan praperadilan.

Diketahui, MAKI menggugat KPK dan Dewan Pengawas (Dewas) KPK ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan terkait penghentian penyidikan atas dugaan penerimaan gratifikasi yang dilakukan mantan komisioner Komisi Antirasuah Lili Pintauli Siregar.

“Bagi kami, SKT itu bukan persoalan yang substantif karena SKT berkaitan masalah pelayanan negara memberikan kontribusi kepada organisasi masyarakat yang mau dibina,” kata Rudy di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (29/3/2023).

Baca juga: MAKI Serahkan Artikel Berita Jadi Bukti Praperadilan Terkait Lili Pintauli

Rudy juga menyinggung putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 82/PUU-XI/2013 yang menyebutkan adanya tiga jenis organisasi masyarakat. Misalnya, ormas berbadan Hukum, ormas terdaftar, dan ormas Tidak terdaftar.

Perbedaanya, ormas yang tidak terdaftar tidak mendapat pelayanan pemerintah dalam segala kegiatannya. Sedangkan Ormas terdaftar mendapat pelayanan negara.

“Makanya diatur dalam putusan Mahkamah Konsitusi jelas bahwa SKT itu tidak membatalkan ormas itu melakukan upaya hukum, artinya upaya hukumnya tetap diakui,” ujar Rudy.

Dalam jawaban terhadap gugatan ini, koordinator tim biro hukum KPK Iskandar Marwanto mengatakan, MAKI dalam permohonanannya menyatakan bahwa mereka merupakan organisasi kemasyarakatan.

Baca juga: KPK Tegaskan Tak Pernah Tangani Perkara Dugaan Gratifikasi Lili Pintauli

Namun, KPK berpandangan kedudukan hukum yang disebutkan MAKI tidak seperti yang diatur dalam Undang-Undang.

“Menurut termohon, pemohon tidak memiliki status kedudukan hukum atau legal standing yang sah sebagai suatu oganisasi masyarakat,” kata Iskandar dalam persidangan di PN Jakarta Selatan, Selasa (28/3/2023).

Iskandar mengatakan, organisasi masyarakat di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan Menjadi Undang-Undang (UU Ormas).

Selain itu, organisasi masyarakat juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2016 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang nomor 17 tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan atau PP Nonor 58 Tahun 2016.

Baca juga: MAKI Nilai KPK Hentikan Penyidikan Dugaan Gratifikasi Lili Pintauli secara Tidak Sah

Berdasarkan ketentuan tersebut, kata Iskandar, suatu organisasi masyarakat dapat melakukan tindakan hukum yang sah in casu pengajuan permohonan atau gugatan hukum, maka harus memiliki SKT yang diterbitkan oleh menteri yang masih berlaku saat perkara didaftarkan dan sidang berlangsung.

“Sehingga, saat pemohon mengajukan pendaftaran perkara Praperadilan a quo pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang teregistrasi dengan Nomor 16/Pid.Pra/2023/PN.Jkt.Sel, maka secara jelas dan nyata diketahui bahwa SKT yang dimiliki pemohon sudah tidak berlaku sejak tanggal 9 November 2017,” ujar Iskandar.

“Hal ini mengakibatkan pemohon tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing untuk mengajukan permohonan praperadilan a quo,” katanya lagi.

Adapun gugatan ini diajukan MAKI ke PN Jakarta Selatan dilakukan untuk menguji sah atau tidaknya penghentian penyidikan terhadap adanya dugaan gratifikasi yang melibatkan Lili Pintauli Siregar saat menjabat sebagai Wakil Ketua KPK.

Baca juga: KPK Nilai Gugatan MAKI Terkait Lili Pintauli Tidak Jelas

Dilansir dari SIPP PN Jakarta Selatan, gugatan dengan nomor perkara 16/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL yang diajukan dengan klasifikasi perkara sah atau tidaknya penghentian penyidikan didaftarkan MAKI pada Rabu (22/2/2023).

Dalam petitumnya, MAKI meminta hakim tunggal praperadilan PN Jakarta Selatan menerima dan mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya.

MAKI juga meminta hakim menyatakan PN Jakarta Selatan berwenang memeriksa dan memutus permohonan pemeriksaan Praperadilan atas perkara a quo.

“Menyatakan pemohon sah dan berdasar hukum sebagai pihak ketiga yang berkepentingan untuk mengajukan permohonan Praperadilan atas perkara a quo,” demikian bunyi petitum tersebut.

Baca juga: MAKI Duga KPK Hentikan Pengusutan Indikasi Gratifikasi Lili Pintauli

Sebagai penggugat, MAKI meminta hakim menyatakan secara hukum termohon, dalam hal ini KPK telah melakukan tindakan penghentian penyidikan secara tidak sah menurut hukum terhadap perkara dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas kepada Lili Pintauli Siregar yang saat peristiwa terjadi masih menjabat sebagai komisioner KPK.

Hakim diminta memerintahkan KPK melakukan proses hukum selanjutnya sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu segera melakukan penyidikan terhadap perkara dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas kepada Lili Pintauli Siregar yang saat peristiwa terjadi masih menjabat sebagai komisioner KPK.

"Memeriksa dan mengadili permohonan pemeriksaan praperadilan ini dengan seadil-adilnya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku (ex aequo et bono),” demikian subsider petitum yang diajukan MAKI.

Lili Pintauli diduga menerima gratifikasi berupa akomodasi dan tiket menonton MotoGP di Mandalika, Nusa Tenggara Barat, dari PT Pertamina (Persero) pada Maret 2022.

Di tengah isu tersebut, Lili Pintauli mengirim surat pengunduran diri sebagai pimpinan KPK ke Presiden Joko Widodo pada Kamis, 30 Juni 2022.

Pengunduran diri itu lakukan sesaat sebelum Dewas KPK melakukan sidang etik terhadap Lili Pintauli.

Baca juga: MAKI Nilai KPK Hentikan Penyidikan Dugaan Gratifikasi Lili Pintauli secara Tidak Sah

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.



Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com