JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut, perusahaan milik pegawai Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak berisiko menjadi sarana menyamarkan harta kekayaan hingga transaksi suap atau gratifikasi.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan mengatakan, korupsi yang paling mungkin terjadi dalam hubungan antara pegawai pajak dan wajib pajak adalah suap dan gratifikasi.
Petugas pajak memiliki tugas dari negara untuk memungut pajak dalam jumlah maksimal. Sementara wajib pajak berkepentingan membayar pajak dalam jumlah kecil.
Menurutnya, ketika suap atau gratifikasi itu dibayarkan melalui rekening pegawai Ditjen Pajak akan terdeteksi di bank.
“Nah yang terjadi kalau wajib pajak ngasih langsung ke dia kan ada dideteksi di rekening bank,” kata Pahala saat ditemui awak media di gedung Bappenas, Jakarta Pusat, Kamis (9/3/2023).
Baca juga: KPK Bakal Dalami 134 Pegawai Pajak yang Miliki Saham di 280 Perusahaan
Sementara itu, pemberian suap atau gratifikasi secara langsung juga akan terpantau.
Kecurigaan akan timbul karena pihak wajib pajak itu tidak memiliki keperluan pembiayaan dengan pegawai Ditjen Pajak.
“Oh ini berarti suap atau gratifikasi nih, enggak ada urusan ngasih,” ujar Pahala.
Namun, kata Pahala, transaksi suap atau gratifikasi itu menjadi samar ketika uang panas itu dikirimkan ke rekening perusahaan pegawai Ditjen Pajak.
KPK tidak memiliki akses terhadap perusahaan. Akses pemeriksaan kekayaan lembaga antirasuah hanya pada surat saham yang dilaporkan pejabat dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).
Baca juga: KPK Ungkap Pengakuan Eks Pejabat Bea Cukai Eko Darmanto soal Tingginya Utang di LHKPN
Nilai surat saham yang dilaporkan mengacu pada harga per lembar saham. Sementara, pemasukan perusahaan tidak dilaporkan sehingga tidak terdeteksi.
“Makanya kita ya kok dibuka yang opsi buat yang katakanlah berpotensi mengaburkan pendapatan dia,” kata Pahala.
Sebelumnya, KPK mengatakan, bakal mendalami 134 profil pegawai Ditjen Pajak yang memiliki saham di 280 perusahaan.
Adapun data itu ditemukan setelah KPK menganalisis ratusan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
"Kita lakukan pendalaman terhadap data yang kita punya, tercatat bahwa 134 pegawai pajak ternyata punya saham di 280 perusahaan," kata Pahala di kantornya, Rabu (8/3/2023).
Baca juga: KPK Sebut Ketentuan Imbalan bagi Pelapor Kasus Korupsi Masih Berlaku
Sebagai informasi, Ditjen Pajak menjadi sorotan setelah harta mantan pejabatnya, Rafael Alun Trisambodo sebesar Rp 56,1 miliar dinilai tidak wajar.
Setelah itu, KPK melakukan pemeriksaan terhadap harta kekayaan Rafael.
Beberapa waktu kemudian, perkara Rafael Alun Trisambodo dilimpahkan ke Direktorat Penyelidikan.
Setelah itu, publik mulai menyoroti LHKPN dan kekayaan sejumlah pejabat di lingkungan Ditjen Pajak dan Kementerian Keuangan.
Baca juga: KPK Sebut 2 dari 280 Perusahaan Milik 134 Pegawai DJP yang Punya Saham adalah Konsultan Pajak
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.