Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua KPU Hasyim Asy'ari Akan Diperiksa DKPP Hari Ini

Kompas.com - 27/02/2023, 05:39 WIB
Vitorio Mantalean,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) akan menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) terhadap Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari, Senin (27/2/2023) pukul 13.00 WIB.

Perkara Nomor 14-PKE-DKPP/II/2023 ini diadukan oleh Muhammad Fauzan Irvan. Fauzan mendalilkan, Hasyim "bersikap tidak mandiri karena mengeluarkan pendapat atau pernyataan yang bersifat partisan" berkaitan dengan kemungkinan pemilihan legislatif (pileg) kembali ke sistem proporsional tertutup.

Pernyataan yang dilontarkan Hasyim dalam pidatonya pada Catatan Akhir Tahun 2022 tersebut dinilai "menciptakan kondisi yang tidak kondusif bagi pemilih".

Baca juga: KPU Batal Bikin Peraturan Baru soal Sosialisasi Parpol Peserta Pemilu Sebelum Kampanye

“DKPP telah memanggil semua pihak secara patut, yakni lima hari sebelum sidang pemeriksaan digelar,” ungkap Sekretaris DKPP, Yudia Ramli, dalam keterangan tertulis pada Minggu (26/2/2023).

Ketua dan anggota DKPP akan memimpin sidang, sesuai ketentuan Pasal 31 ayat (1) dan (2) Peraturan DKPP Nomor 1 Tahun 2021.

Sidang beragendakan mendengarkan keterangan pengadu dan teradu serta saksi-saksi atau pihak terkait yang dihadirkan.

Fauzan Irvan, Direktur Eksekutif Nasional Prodewa, sebelumnya melaporkan Hasyim ke DKPP pada awal Januari 2023.

Baca juga: KPU Upayakan TPS Pemilu 2024 Ramah Pemilih Disabilitas

"Kami menilai bahwa pernyataan ketua KPU RI telah menciptakan kondisi yang tidak kondusif bagi pemilih, karena menciptakan kebingungan bagi pemilih serta membuat kegaduhan secara nasional," ujar Fauzan lewat keterangan tertulis, Rabu (4/1/2023).

Bantahan Hasyim

Sebelumnya, Hasyim Asy’ari mengeklaim dirinya tidak menyatakan bahwa Pemilu 2024 bakal dilaksanakan dengan sistem proporsional tertutup.

Ia hanya menyampaikan bahwa ada pihak yang sedang mengajukan judicial review atau uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) soal Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait sistem proporsional terbuka.

“Saya tidak mengatakan bahwa arahnya sistem proporsional tertutup. Bahwa sedang ada gugatan terhadap ketentuan pemilu proporsional terbuka di MK,” ujar Hasyim kepada Kompas.com ditemui di kantor KPU RI, Menteng, Jakarta, Kamis (29/12/2022).

Baca juga: Pemilu 2024, KPU Akan Izinkan Pemilih Disabilitas Netra Didampingi ke Bilik Suara

Ia menyebutkan, dengan adanya proses uji materi itu, maka terbuka dua kemungkinan dalam pelaksanaan pemilu nanti.

Jika MK mengabulkan gugatan pemohon, maka Pemilu 2024 bisa dilakukan dengan sistem proporsional tertutup. “Kalau ditolak, masih tetap (proporsional) terbuka,” ucapnya.

Maka dari itu, ia meminta kader partai politik (parpol) yang hendak mengikuti pemilihan legislatif (pileg) mendatang untuk menahan diri.

Menurut Hasyim, para kader parpol tak perlu terburu-buru mengeluarkan uang untuk memasang berbagai baliho atau materi kampanye lain.

Sebab, belum tentu Pemilu 2024 berlangsung dengan sistem proporsional terbuka, yang menunjukan nama-nama para kader parpol yang mengikuti pileg.

Baca juga: KPU Siapkan Aturan Dana Sosialisasi Parpol Sebelum Kampanye

Hasyim menjelaskan, jika pemilu mendatang dilangsungkan dengan sistem proporsional tertutup, maka hanya logo parpol saja yang ditunjukkan pada surat suara.

“Daripada buang-buang energi, buang-buang uang, lebih baik ditahan dulu, sampai ada kepastian sistemnya tetap seperti ini atau ganti jadi tertutup,” ujarnya.

Ide MPR

Namun, jauh sebelum Hasyim, politikus PDI-P sekaligus Ketua Badan Pengkajian MPR RI Djarot Syaiful Hidayat telah membawa wacana ini.

Dalam lawatannya ke kantor KPU RI pada September 2022, eks Gubernur DKI Jakarta itu menyinggung soal mahalnya biaya politik dan kaitannya dengan korupsi para anggota dewan akibat sistem proporsional terbuka yang diterapkan saat ini.

"Pemilu di Indonesia itu sangat mahal, biaya dari APBN itu mungkin dari Rp 100 triliun untuk KPU dan Bawaslu. Sekarang coba kita hitung biaya yang dikeluarkan oleh kandidat, itu pasti lebih dari itu," ujar Djarot kepada wartawan di kantor KPU RI, Rabu (21/9/2022).

Baca juga: KPU: Peserta Pemilu Berkampanye di Luar Jadwal Bisa Dipidana

Djarot menilai, sistem proporsional tertutup juga bakal menciptakan persaingan yang lebih adil kepada para calon anggota legislatif.

"Tidak ada lagi pertarungan antarcalon, mereka-mereka yang sekarang mengurusi partai luar biasa, berkorban luar biasa, kemudian pada saat pencalonan itu kalah sama orang baru yang membawa duit karena amplopnya lebih tebal, ini tidak fair," ujar politikus PDI-P.

"Maka kita dorong supaya kajian ini kita kembali ke sistem proposional yang murni, yang tertutup," imbuh dia.

Di sisi lain, ia juga mengungkit bahwa kerja KPU RI akan lebih efisien dengan sistem proporsional tertutup, karena format suara akan jauh lebih sederhana dengan hanya menampilkan lambang partai politik, tanpa harus mencetak daftar nama caleg di setiap dapil.

Baca juga: KPU: Sosialisasi Nomor Urut Sebelum Kampanye Dilakukan di Internal Parpol

"Kami juga amat terkejut dengan sistem seperti ini, maka format suaranya KPU akan mencetak ada 2.593 model jenis berbeda-beda. Bayangkan, apa enggak pusing dengan waktu yang sangat singkat, di seluruh dapil," pungkasnya.

Belakangan, bukan hanya Djarot yang mendukung sistem ini, melainkan juga PDI-P secara partai. Sementara itu, partai-partai lain di DPR RI kompak mendukung sistem proporsional terbuka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com