JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) akan menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) terhadap Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari, Senin (27/2/2023) pukul 13.00 WIB.
Perkara Nomor 14-PKE-DKPP/II/2023 ini diadukan oleh Muhammad Fauzan Irvan. Fauzan mendalilkan, Hasyim "bersikap tidak mandiri karena mengeluarkan pendapat atau pernyataan yang bersifat partisan" berkaitan dengan kemungkinan pemilihan legislatif (pileg) kembali ke sistem proporsional tertutup.
Pernyataan yang dilontarkan Hasyim dalam pidatonya pada Catatan Akhir Tahun 2022 tersebut dinilai "menciptakan kondisi yang tidak kondusif bagi pemilih".
“DKPP telah memanggil semua pihak secara patut, yakni lima hari sebelum sidang pemeriksaan digelar,” ungkap Sekretaris DKPP, Yudia Ramli, dalam keterangan tertulis pada Minggu (26/2/2023).
Ketua dan anggota DKPP akan memimpin sidang, sesuai ketentuan Pasal 31 ayat (1) dan (2) Peraturan DKPP Nomor 1 Tahun 2021.
Sidang beragendakan mendengarkan keterangan pengadu dan teradu serta saksi-saksi atau pihak terkait yang dihadirkan.
Fauzan Irvan, Direktur Eksekutif Nasional Prodewa, sebelumnya melaporkan Hasyim ke DKPP pada awal Januari 2023.
"Kami menilai bahwa pernyataan ketua KPU RI telah menciptakan kondisi yang tidak kondusif bagi pemilih, karena menciptakan kebingungan bagi pemilih serta membuat kegaduhan secara nasional," ujar Fauzan lewat keterangan tertulis, Rabu (4/1/2023).
Bantahan Hasyim
Sebelumnya, Hasyim Asy’ari mengeklaim dirinya tidak menyatakan bahwa Pemilu 2024 bakal dilaksanakan dengan sistem proporsional tertutup.
Ia hanya menyampaikan bahwa ada pihak yang sedang mengajukan judicial review atau uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) soal Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait sistem proporsional terbuka.
“Saya tidak mengatakan bahwa arahnya sistem proporsional tertutup. Bahwa sedang ada gugatan terhadap ketentuan pemilu proporsional terbuka di MK,” ujar Hasyim kepada Kompas.com ditemui di kantor KPU RI, Menteng, Jakarta, Kamis (29/12/2022).
Ia menyebutkan, dengan adanya proses uji materi itu, maka terbuka dua kemungkinan dalam pelaksanaan pemilu nanti.
Jika MK mengabulkan gugatan pemohon, maka Pemilu 2024 bisa dilakukan dengan sistem proporsional tertutup. “Kalau ditolak, masih tetap (proporsional) terbuka,” ucapnya.
Maka dari itu, ia meminta kader partai politik (parpol) yang hendak mengikuti pemilihan legislatif (pileg) mendatang untuk menahan diri.
Menurut Hasyim, para kader parpol tak perlu terburu-buru mengeluarkan uang untuk memasang berbagai baliho atau materi kampanye lain.
Sebab, belum tentu Pemilu 2024 berlangsung dengan sistem proporsional terbuka, yang menunjukan nama-nama para kader parpol yang mengikuti pileg.
Hasyim menjelaskan, jika pemilu mendatang dilangsungkan dengan sistem proporsional tertutup, maka hanya logo parpol saja yang ditunjukkan pada surat suara.
“Daripada buang-buang energi, buang-buang uang, lebih baik ditahan dulu, sampai ada kepastian sistemnya tetap seperti ini atau ganti jadi tertutup,” ujarnya.
Ide MPR
Namun, jauh sebelum Hasyim, politikus PDI-P sekaligus Ketua Badan Pengkajian MPR RI Djarot Syaiful Hidayat telah membawa wacana ini.
Dalam lawatannya ke kantor KPU RI pada September 2022, eks Gubernur DKI Jakarta itu menyinggung soal mahalnya biaya politik dan kaitannya dengan korupsi para anggota dewan akibat sistem proporsional terbuka yang diterapkan saat ini.
"Pemilu di Indonesia itu sangat mahal, biaya dari APBN itu mungkin dari Rp 100 triliun untuk KPU dan Bawaslu. Sekarang coba kita hitung biaya yang dikeluarkan oleh kandidat, itu pasti lebih dari itu," ujar Djarot kepada wartawan di kantor KPU RI, Rabu (21/9/2022).
Djarot menilai, sistem proporsional tertutup juga bakal menciptakan persaingan yang lebih adil kepada para calon anggota legislatif.
"Tidak ada lagi pertarungan antarcalon, mereka-mereka yang sekarang mengurusi partai luar biasa, berkorban luar biasa, kemudian pada saat pencalonan itu kalah sama orang baru yang membawa duit karena amplopnya lebih tebal, ini tidak fair," ujar politikus PDI-P.
"Maka kita dorong supaya kajian ini kita kembali ke sistem proposional yang murni, yang tertutup," imbuh dia.
Di sisi lain, ia juga mengungkit bahwa kerja KPU RI akan lebih efisien dengan sistem proporsional tertutup, karena format suara akan jauh lebih sederhana dengan hanya menampilkan lambang partai politik, tanpa harus mencetak daftar nama caleg di setiap dapil.
"Kami juga amat terkejut dengan sistem seperti ini, maka format suaranya KPU akan mencetak ada 2.593 model jenis berbeda-beda. Bayangkan, apa enggak pusing dengan waktu yang sangat singkat, di seluruh dapil," pungkasnya.
Belakangan, bukan hanya Djarot yang mendukung sistem ini, melainkan juga PDI-P secara partai. Sementara itu, partai-partai lain di DPR RI kompak mendukung sistem proporsional terbuka.
https://nasional.kompas.com/read/2023/02/27/05395411/ketua-kpu-hasyim-asyari-akan-diperiksa-dkpp-hari-ini
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & Ketentuan