Penggambaran yang mengerikan terhadap hal itu, diungkapkan oleh Sir Bernard Rowland Crick (1929 –2008) bahwa "Metode pemerintahan tiran dan oligarki cukup sederhana untuk memaki, memaksa, atau mengalahkan semua atau sebagian besar kelompok lain demi kepentingan mereka sendiri."
Penggambaran dari ahli teori politik Inggris –yang terkenal kredonya "politik adalah etika yang dilakukan di depan umum"– ini patut kita renungkan bersama.
Maka berdasarkan teori, persaingan politik yang ujung-ujungnya memperkuat oligarki, menyebabkan demokrasi tidak sehat dan sekaligus menurutkan kualitas personalitas pelaku politik.
Dan semakin banyaknya politik yang tidak berkualitas, negara bakal mudah memproduksi kekerasan politik secara konstitusional. Lalu negara dalam bahaya, karena kehidupan politiknya sudah tidak lagi rasional.
Pada sudut pandang yang irasional itu, persaingan politik antarparpol maupun antarpersonal, menjadikan persaingan yang kehilangan visi bernegara.
Oleh karena itu kekerasan, dalam segala bentuknya, terangan-terangan atau tersembunyi terus menerus terjadi. Perikehidupan negara yang demikian, tidak ada kedamaian, tidak ada cinta.
Sentuhan cinta penuh kasih sayang dalam dunia politik, membuat para pelaku politik mempunyai sudut pandang positif yang kukuh terhadap “rival” politiknya.
Maka kritik yang terlontar satu sama lain, bukanlah lemparan bara api. Melainkan, benih motivasi untuk perbaikan untuk lebih bagus lagi.
Dari sinilah kemudian adanya perbedaan menjadi sesuatu yang natural. Tak perlu dihindari, tapi jangan dihadapi dengan semangat permusuhan.
Sentuhan cinta dalam politik ini membuat perbedaan politik itu pula dihadapi dengan cara-cara elegan. Cara-cara elegan ini pula yang memperhatikan etika berpolitik.
Bagaimanapun partai politik (parpol), maupun pelaku politik, harus mempunyai etika politik. Karena punya etika inilah dalam politik dua tambah dua tidak lagi hasilnya “mungkin” lima atau “mungkin” tiga.
Etika politik yang selalu bersentuhan dengan cinta kasih sayang pula, menjadi turbin energi untuk bersinergi tanpa adanya menjatuhkan pesaing.
Etika politik yang bersentuhan cinta ini oleh karenanya bisa mengurangi sikap fantasime jadi berdosis normal. Berdosis normal ini dalam bahasa filsuf Ralph Waldo Emerson (1803-1882), adalah "Tidak ada kinerja yang kuat tanpa sedikit fanatisme dalam diri pemain."
Ingat, sedikit fanatis. Karena fanatisme yang over dosis menjadi ancaman bagi suatu keutuhan negara.
Dalam bahasa psikoterapis Albert Ellis (1913-2007), begini: “"Fanatisme yang berlebihan dengan jelas telah menghasilkan, dan kemungkinan besar akan terus menghasilkan, pertengkaran, perkelahian, kekerasan, pertumpahan darah, pembunuhan, permusuhan, perang, dan genosida dalam jumlah besar."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.