Salin Artikel

Sentuhan Cinta untuk Politik

Kegiatan bersalawat itu dalam rangka mendinginkan suhu politik menjelang Pemilu 2024.

Salawat yang dikumandangkan adalah syiir tanpo waton, berbahasa Jawa. Inti dari salawat ini antara lain menyampaikan nasihat dan menguatkan kasih sayang. Pas, ketika ditarik relevansinya untuk aktualitas polik dewasa ini.

Pada konteks ini juga ketika pada Selasa, 14 Februari 2023, banyak kalangan merayakan Hari Valentine, Hari Kasih Sayang. Maka ini juga dapat direfleksikan untuk aktualitas dinamika perpolitikan.

Dengan demikian tampak jelas bahwa dinamika politik jelang Pemilu 2024 yang semakin menghangat, dibutuhkan pembasuhnya bernama kasih sayang atau cinta.

Terlebih bahasa cinta penuh kasih sayang dibutuhkan kalangan muda, maka relevan ketika jumlah pemilu Pemilu 2024 kalangan muda lebih banyak.

Dalam diskusi bertajuk "Pentingnya Pemilih Pemula dan Pemilih Muda Mengenal Bentuk dan Jenis Pelanggaran Pemilu", Jumat (10/2/2023), Koordinator Divisi Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat KPU RI August Mellaz menilai bahwa Pemilu 2024 akan jadi momen krusial bagi kalangan muda untuk menentukan arah masa depan Indonesia.

KPU menyebut bahwa Pemilu 2024 bakal didominasi oleh pemilih muda, dalam artian mereka yang berusia maksimum 40 tahun pada hari pemungutan suara 14 Februari 2024.

"Proporsinya sekitar 53-55 persen, atau 107-108 juta dari total jumlah pemilih di Indonesia," ujar Mellaz (Kompas.com, 10/2/2023).

Bahasa cinta

Seorang ulam besar, Buya Hamka, yang petuah-petuahnya memperkaya jiwa menentramkan hati, mengatakan bahwa "Cinta itu perang, yakni perang yang hebat dalam rohani manusia. Jika ia menang, akan didapati orang yang tulus ikhlas, luas pikiran, sabar dan tenang hati. Jika ia kalah, akan didapati orang yang putus asa, sesat, lemah hati, kecil perasaan dan bahkan kadang-kadang hilang kepercayaan pada diri sendiri."

Dengan terminologi semua itu, maka diharapkan agar para pelaku politik Indonesia modern senantiasa “menang” dalam kerohanian itu.

Sehingga dalam “persaingan” politik tidak mudah mumunculkan hoaks, ujaran kebencian, maupun penistaan.

Dalam bahasa syiir tanpo waton disebut “mudah mengafirkan orang lain.” Sedangkan dalam bahasa Hari Valentine, “kehilangan fokus kasih sayang.”

Maka ketika Menko Polhukam Mahfud Md salawat bersama tokoh-tokoh politik antara lain Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid, Ketua Dewan Pertimbangan Partai Demokrat Jawa Barat Dede Yusuf, Waketum PAN Viva Yoga Mauladi, Ketua DPP NasDem Effendy Choirie atau Gus Choi, Ketua DPP Golkar Ace Hasan Syadzil, Sekretaris Dewan Pertimbangan DPP PSI Raja Juli, Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah, Sekjen PPP Arwani –menandakan bahwa cinta penuh kasih sayang adalah filsafat bersama.

Filsafat bersama ini yang ketika diterapkan dalam agenda-agenda politik, memunculkan statemen yang mendasari cinta penuh kasih sayang.

Maka sebagaimana katakan begitu puitis oleh penyair sufi abad 13, Jalaluddin Rumi, “cinta kasih mengubah kekasaran menjadi kelembutan, mengubah penderitaan menjadi kebahagiaan, dan cinta membawa perubahan-perubahan bagi siang dan malam."

Oleh karena itu, filsafat bersama yang demikian menjadi sentuhan cinta untuk politik, bukanlah semacam tafsir realitas yang menafikan perbedaan dan persaingan.

Dalam dunia politik, perbedaan dan persaingan tidak bisa dinafikan begitu saja. Demi sehatnya demokrasi, hal tersebut harus dikelola.

Faktor mengelola persaingan dan perbedaan yang mempersyarakatkannya, sebagai alternatif yang sehat, adalah cinta penuh kasih sayang.

Dinamika politik yang masih punya daya sentuh cinta, menyimpan semangat perjuangan yang penuh toleransi, yang bisa dibaca sebagai mufat untuk menemui solusi dari keadaan perbedaan dan persaingan yang menegangkan.

Walau politik dalam nilai-nilai kodratiknya adalah proses pembuatan konstitusional, tidak berarti nilai kodratiknya ini menutup sentuhan cinta kasih sayang atas perbedaan dan persaingan yang ada.

Negosiasi-negosiasi atau lobi-lobi politik, secara posistif dalam kontek sentuhan cinta kasih sayang adalah musyawarah untuk mufakat untuk kepastian solusi.

Bahkan akademisi maupun para ilmuwan politik, sudah pada menurunkan disertasi maupun teori-teori konteks solusi politik yang berkompromi dan tanpa kekerasan.

Di sinilah sentuhan cinta untuk semakin memperjelas bahwa politik adalah seni ilmu pemerintahan yang tidak melulu berdiskripsi negatif.

Adanya pemilihan umum (pemilu) sebagai pengejawantahan kedaulatan rakyat, serta bagian implementasi sistim demokrasi yang sehat, mengakomodasi persaingan dan perbedaan secara konstitusional.

Maka dengan adanya sentuhan cinta untuk politik, membuat secara empiris dan normatif bahwa kerjasama lebih diutamkan ketimbang konflik diperpanjang.

Persaingan menjadi buruk

Demokrasi, terlebih menjelang pemilu, memang punya doktrin untuk mengamini persaingan politik. Karena itu diharuskan adanya konstitusi atau aturan hukum yang tegas dan adil untuk menjaga persaingan politik tidak melenceng.

Meski demikian masih saja aturan main yang disepakati itu, disiasati dan dicari celah-celah untuk menerobosnya. Demi menjadi pemenang, demi mengalahkan pesaing lain yang dijadikan lawan-lawan politik.

Persaingan politik yang demikian menjadi berbahaya, sedikitnya tidak bermanfaat. Inilah mengapa Henry Ford (1863-1947) mengingatkan bahwa "Persaingan yang tujuannya hanya untuk bersaing, untuk mengalahkan orang lain, tak pernah mendatangkan banyak manfaat."

Persaingan politik dalam ekosistem demokrasi memang dibenarkan. Namun persaingan ini kesempatan mengeksploitasi power politik, hanya memperjelas ada kekukuhan oligarki politik. Akibatnya, demokrasi jalannya sempoyongan dan menjadi tidak sehat.

Penggambaran yang mengerikan terhadap hal itu, diungkapkan oleh Sir Bernard Rowland Crick (1929 –2008) bahwa "Metode pemerintahan tiran dan oligarki cukup sederhana untuk memaki, memaksa, atau mengalahkan semua atau sebagian besar kelompok lain demi kepentingan mereka sendiri."

Penggambaran dari ahli teori politik Inggris –yang terkenal kredonya "politik adalah etika yang dilakukan di depan umum"– ini patut kita renungkan bersama.

Maka berdasarkan teori, persaingan politik yang ujung-ujungnya memperkuat oligarki, menyebabkan demokrasi tidak sehat dan sekaligus menurutkan kualitas personalitas pelaku politik.

Dan semakin banyaknya politik yang tidak berkualitas, negara bakal mudah memproduksi kekerasan politik secara konstitusional. Lalu negara dalam bahaya, karena kehidupan politiknya sudah tidak lagi rasional.

Pada sudut pandang yang irasional itu, persaingan politik antarparpol maupun antarpersonal, menjadikan persaingan yang kehilangan visi bernegara.

Oleh karena itu kekerasan, dalam segala bentuknya, terangan-terangan atau tersembunyi terus menerus terjadi. Perikehidupan negara yang demikian, tidak ada kedamaian, tidak ada cinta.

Mencegah fanatisme over dosis

Sentuhan cinta penuh kasih sayang dalam dunia politik, membuat para pelaku politik mempunyai sudut pandang positif yang kukuh terhadap “rival” politiknya.

Maka kritik yang terlontar satu sama lain, bukanlah lemparan bara api. Melainkan, benih motivasi untuk perbaikan untuk lebih bagus lagi.

Dari sinilah kemudian adanya perbedaan menjadi sesuatu yang natural. Tak perlu dihindari, tapi jangan dihadapi dengan semangat permusuhan.

Sentuhan cinta dalam politik ini membuat perbedaan politik itu pula dihadapi dengan cara-cara elegan. Cara-cara elegan ini pula yang memperhatikan etika berpolitik.

Bagaimanapun partai politik (parpol), maupun pelaku politik, harus mempunyai etika politik. Karena punya etika inilah dalam politik dua tambah dua tidak lagi hasilnya “mungkin” lima atau “mungkin” tiga.

Etika politik yang selalu bersentuhan dengan cinta kasih sayang pula, menjadi turbin energi untuk bersinergi tanpa adanya menjatuhkan pesaing.

Etika politik yang bersentuhan cinta ini oleh karenanya bisa mengurangi sikap fantasime jadi berdosis normal. Berdosis normal ini dalam bahasa filsuf Ralph Waldo Emerson (1803-1882), adalah "Tidak ada kinerja yang kuat tanpa sedikit fanatisme dalam diri pemain."

Ingat, sedikit fanatis. Karena fanatisme yang over dosis menjadi ancaman bagi suatu keutuhan negara.

Dalam bahasa psikoterapis Albert Ellis (1913-2007), begini: “"Fanatisme yang berlebihan dengan jelas telah menghasilkan, dan kemungkinan besar akan terus menghasilkan, pertengkaran, perkelahian, kekerasan, pertumpahan darah, pembunuhan, permusuhan, perang, dan genosida dalam jumlah besar."

https://nasional.kompas.com/read/2023/02/15/15000091/sentuhan-cinta-untuk-politik

Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke