Maka sebagaimana katakan begitu puitis oleh penyair sufi abad 13, Jalaluddin Rumi, “cinta kasih mengubah kekasaran menjadi kelembutan, mengubah penderitaan menjadi kebahagiaan, dan cinta membawa perubahan-perubahan bagi siang dan malam."
Oleh karena itu, filsafat bersama yang demikian menjadi sentuhan cinta untuk politik, bukanlah semacam tafsir realitas yang menafikan perbedaan dan persaingan.
Dalam dunia politik, perbedaan dan persaingan tidak bisa dinafikan begitu saja. Demi sehatnya demokrasi, hal tersebut harus dikelola.
Faktor mengelola persaingan dan perbedaan yang mempersyarakatkannya, sebagai alternatif yang sehat, adalah cinta penuh kasih sayang.
Dinamika politik yang masih punya daya sentuh cinta, menyimpan semangat perjuangan yang penuh toleransi, yang bisa dibaca sebagai mufat untuk menemui solusi dari keadaan perbedaan dan persaingan yang menegangkan.
Walau politik dalam nilai-nilai kodratiknya adalah proses pembuatan konstitusional, tidak berarti nilai kodratiknya ini menutup sentuhan cinta kasih sayang atas perbedaan dan persaingan yang ada.
Negosiasi-negosiasi atau lobi-lobi politik, secara posistif dalam kontek sentuhan cinta kasih sayang adalah musyawarah untuk mufakat untuk kepastian solusi.
Bahkan akademisi maupun para ilmuwan politik, sudah pada menurunkan disertasi maupun teori-teori konteks solusi politik yang berkompromi dan tanpa kekerasan.
Di sinilah sentuhan cinta untuk semakin memperjelas bahwa politik adalah seni ilmu pemerintahan yang tidak melulu berdiskripsi negatif.
Adanya pemilihan umum (pemilu) sebagai pengejawantahan kedaulatan rakyat, serta bagian implementasi sistim demokrasi yang sehat, mengakomodasi persaingan dan perbedaan secara konstitusional.
Maka dengan adanya sentuhan cinta untuk politik, membuat secara empiris dan normatif bahwa kerjasama lebih diutamkan ketimbang konflik diperpanjang.
Demokrasi, terlebih menjelang pemilu, memang punya doktrin untuk mengamini persaingan politik. Karena itu diharuskan adanya konstitusi atau aturan hukum yang tegas dan adil untuk menjaga persaingan politik tidak melenceng.
Meski demikian masih saja aturan main yang disepakati itu, disiasati dan dicari celah-celah untuk menerobosnya. Demi menjadi pemenang, demi mengalahkan pesaing lain yang dijadikan lawan-lawan politik.
Persaingan politik yang demikian menjadi berbahaya, sedikitnya tidak bermanfaat. Inilah mengapa Henry Ford (1863-1947) mengingatkan bahwa "Persaingan yang tujuannya hanya untuk bersaing, untuk mengalahkan orang lain, tak pernah mendatangkan banyak manfaat."
Persaingan politik dalam ekosistem demokrasi memang dibenarkan. Namun persaingan ini kesempatan mengeksploitasi power politik, hanya memperjelas ada kekukuhan oligarki politik. Akibatnya, demokrasi jalannya sempoyongan dan menjadi tidak sehat.