Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

TII Tanggapi Mahfud soal IPK: Sejak Zaman SBY Jadi Panduan Pemberantasan Korupsi

Kompas.com - 08/02/2023, 14:12 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Danang Widoyoko mempertanyakan sikap Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD yang seolah tidak mempercayai hasil skor indeks persepsi korupsi (IPK/CPI) Indonesia 2022.

"Hasil tidak percaya jika skor jeblok, tetapi komentar serupa tidak muncul di tahun-tahun sebelumnya ketika skor bagus," kata Danang saat dihubungi Kompas.com, Rabu (8/2/2023).

Dari data Transparency International, IPK/CPI mulai diterapkan di Indonesia sejak 2012. Skor IPK Indonesia pada masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat itu adalah 32 (2012-2013).

Lantas pada 2014, skor IPK Indonesia mencapai 34. Setahun kemudian skor itu naik lagi menjadi 36.

Baca juga: Indeks Persepsi Korupsi Turun, Jokowi: Jadi Masukan Pemerintah untuk Perbaiki Diri

Kemudian pada 2016-2017, skor IPK Indonesia mencapai 37. Tahun berikutnya skor itu naik menjadi 38.

Lantas pada 2019, Indonesia mencatatkan skor IPK tertinggi yakni 40. Namun, tahun berikutnya IPK Indonesia turun menjadi 37.

Lantas pada 2021, IPK Indonesia naik menjadi 38. Lalu pada 2022 kembali turun menjadi 34.

Menurut Danang, skor IPK/CPI menjadi panduan buat menilai kebijakan dan strategi pemberantasan korupsi.

"Lagipula sejak masa Presiden SBY pun, IPK dijadikan tolok ukur keberhasilan pemberantasan korupsi," ujar Danang.

Baca juga: Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Turun, Mahfud: Itu Bukan Fakta, melainkan Persepsi

TII sebelumnya merilis IPK/CPI Indonesia pada 2022 yang menurun 4 poin menjadi 34.

Selain itu, Indonesia berada di posisi ke 110, atau turun 14 peringkat dari tahun sebelumnya di tingkat 96.

Deputi Sekretaris Jenderal TII Wawan Suyatmiko mengatakan, dalam pengukuran CPI, pihaknya menggunakan sembilan indikator.

Sebanyak poin tiga indikator, tiga stagnan, dan dua indikator mengalami kenaikan.

Adapun salah satu indikator yang menjadi sorotan adalah political risk service (PRS) international country risk guide atau risiko politik.

Baca juga: Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Turun, Wapres: Tentu Akan Kita Teliti

Indikator ini turun 13 poin dari 48 pada 2021 menjadi 35 pada 2022. Sementara itu, penurunan dalam jumlah lebih dari 4 poin menunjukkan adanya perubahan signifikan.

“Itu turut menyumbang penurunan CPI kita dari 38 ke 34 tahun ini,” ujar Wawan.

Sebelumnya, Mahfud menyatakan IPK Indonesia pada 2022 yang dirilis TII hanya sekadar persepsi.

"Jadi tidak apa-apa, kami hanya ingin menyatakan bahwa itu semua bukan fakta, tapi persepsi dan baru terbatas pada hal-hal tertentu," kata Mahfud di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (6/2/2023).

Baca juga: Mahfud Sebut Indeks Persepsi Korupsi Turun Bukan Penilaian ke Pemerintah Saja, tapi DPR dan Peradilan

Pemerintah, kata Mahfud, tidak mempermasalahkan turunnya skor IPK Indonesia tersebut.

Menurut Mahfud, penilaian masing-masing negara dalam mengukur IPK berbeda-beda.

Selain itu, kata dia, hampir semua negara mengalami penurunan IPK, di antaranya Malaysia, Singapura, hingga Brunei Darussalam.

"Tapi enggak apa-apa itu hak dari TII untuk membuat agregasi, dan kami menghargai upaya TII sebagai persepsi," ucap Mahfud.

Baca juga: Mahfud Klaim Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Turun karena Kolusi di Izin Usaha

"Itu bukan fakta, sehingga kami perbaiki juga dari sudut persepsi. Berterima kasih kami kepada TII," ujar Mahfud.

Mahfud menegaskan, pemerintah akan melakukan perbaikan untuk memperbaiki Indeks Persepsi Korupsi Indonesia yang turun 4 poin tersebut.

Salah satunya, memperbaiki peraturan perundang-undangan yang dinilai berkontribusi pada penurunan IPK Indonesia.

"Korupsi politik dan conflict of interest di mana politisi ikut ke bisnis, pejabat ikut menentukan bisnis punya perusahaan, punya saudara dan sebagainya, kan itu yang ditemukan oleh TII itu kan?" papar Mahfud.

Baca juga: KPK Sebut Capaian Skor Indeks Persepsi Korupsi Tanggung Jawab Bersama

"Jadi bahkan kadangkala proses pembuatan undang-undang pun tidak fair misalnya ya," ujar Mahfud.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain di Pilgub Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain di Pilgub Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com