Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teriak Surya Darmadi Kesal Dituntut Penjara Seumur Hidup dan Uang Pengganti Rp 73,9 Triliun

Kompas.com - 07/02/2023, 08:06 WIB
Syakirun Ni'am,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemilik PT Duta Palma Group, Surya Darmadi tidak terima dituntut penjara seumur hidup.

Ia tampak sangat kesal dinyatakan bersalah dalam kasus dugaan korupsi penyerobotan lahan di Indragiri Hulu (Inhu), Riau, bersama bupati saat itu, Raja Thamsir.

Dalam tuntutannya, Jaksa bersikeras pada tudingan pertama dan menyimpulkan sang taipan menimbulkan kerugian keuangan negara Rp 4.798.706.951.640 dan 7.885.857.36 dollar AS.

Kemudian, kerugian perekonomian negara sebesar Rp 73.920.690.300.000.

Jaksa juga berkesimpulan Surya Darmadi bersalah melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Baca juga: Surya Darmadi Dituntut Seumur Hidup dan Denda Rp 1 Miliar

Keuntungan dari hasil korupsi itu, kata Jaksa, disamarkan, berubah bentuk, hingga mengalir ke sejumlah perusahaan lainnya di berbagai negara.

“Menghukum terdakwa Surya Darmadi dengan pidana penjara seumur hidup dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan,” kata Jaksa Muhammad Syarifuddin dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Senin (6/2/2023).

Tidak hanya denda, Jaksa juga menuntut Surya Darmadi membayar uang pengganti Rp 4,7 triliun dan 7,8 juta dollar AS, serta Rp 73,9 triliun lebih sebagai ganti atas kerugian-kerugian yang ditimbulkan.

Jaksa kemudian meminta hakim memberikan tenggat waktu satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.

Jika tidak dilunasi, maka harta Surya Darmadi akan disita untuk kemudian dilelang dan menutupi kerugian negara dan perekonomian negara.

Baca juga: Selain Penjara Seumur Hidup, Surya Darmadi juga Dituntut Uang Ganti Rp 73,9 T Kerugian Perekonomian Negara

Jika aset yang dimilikinya tidak mencukupi uang pengganti itu, maka Surya Darmadi akan diganti hukuman penjara. Hal ini berlaku jika ia tidak divonis mati atau penjara seumur hidup.

“Maka akan diganti dengan pidana penjara 10 tahun apabila terpidana membayar uang pengganti yang jumlahnya kurang dari seluruh kewajiban membayar uang pengganti tersebut akan diperhitungkan dengan lamanya pidana tambahan berupa pidana penjara sebagai pengganti dari kewajiban membayar uang pengganti,” ujar Jaksa.

Menurut Jaksa, perbuatan Surya Darmadi terbukti melanggar dakwaan primair Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kemudian, Pasal 3 Ayat (1) huruf c Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan atau Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Baca juga: Jaksa Sebut Surya Darmadi Terbukti Rugikan Perekonomian Negara Rp 73,9 T, Jadi Alasan Pemberat

Jaksa menyebut terdapat sejumlah alasan memberatkan dalam menuntut bos tersebut.

Perbuatan Surya Darmadi dinilai terbukti menimbulkan kerugian keuangan hingga perekonomian negara dengan jumlah lebih dari Rp 75 tirliun.

Ia juga dinilai meraup keuntungan ilegal sebesar Rp Rp 2.238.274.248.234 atau Rp 2,2 triliun dan 556.086.968.453 atau Rp 556 miliar.

Hal itu didapatkan dari pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang tidak menerapkan pola kemitraan sawit rakyat.

Jaksa juga menilai bahwa perusahaan Surya Darmadi di Inhu, Riau, membuat lingkungan rusak.

“Terdakwa tidak menyesali perbuatannya,” tambah Syarifuddin.

Sementara, beberapa pertimbangan meringankan adalah bahwa Surya Darmadi telah berusia tua. Sebagian hartanya juga telah disita Kejaksaan.

Baca juga: Dengarkan Tuntutan Jaksa, Surya Darmadi: Saya Gila, Saya Setengah Gila

Teriakan Surya Darmadi dari kursi pesakitan

Setelah Jaksa selesai membacakan tuntutannya, Surya Darmadi tak bisa menahan diri untuk tidak menyampaikan protes.

Surya Darmadi langsung membantah bahwa dirinya melakukan TPPU.

Menurut Surya, perusahaannya memiliki laporan resmi keuangan atau corporate reporting system (CRS) yang telah diperiksa di tingkat internasional.

“Kalau saya ada TPPU, aku utang bank puluhan triliun. Saya enggak ada utang bank. Saya untung, saya langsung lunasi bank,” ujarnya.

Kemudian, Ketua Majelis Hakim Tipikor, Fahzal Hendri meminta Surya Darmadi menyampaikan keberatannya dalam pleidoi.

Baca juga: Dituntut Seumur Hidup, Surya Darmadi: Kalau Megakoruptor, Saya Enggak Pulang dari Taiwan

Masih kesal, Surya Darmadi melanjutkan protesnya. Ia membantah melakukan megakorupsi.

Ia meminta sikapnya kembali pulang ke Indonesia dan menjalani proses hukum yang diusut Kejaksaan Agung menjadi pertimbangan.

“Hari ini kalau saya megakoruptor, saya enggak pulang dari Taiwan, menyerahkan diri. Karena saya bukan megakoruptor, itu saja,” kata Surya Darmadi.

“Tadi yang dituduh itu semua ngada-ngada (mengada-ada), ngada-ada, enggak benar,” ujarnya lagi

Fahzal mencoba menenangkan taipan sawit itu dan meminta pengacaranya membantu menyusun pleidoi.

“Baik majelis nanti kami akan siapkan, pembelaan pribadi maupun dari penasehat hukum,” jawab pengacara Surya Darmadi, Juniver Girsang.

Baca juga: Surya Darmadi: Cari 100 Pelaku, Utang Negara Rp 7.700 Triliun Lunas

Setelah sidang ditutup, kemarahan Surya Darmadi belum mereda. Saat dihampiri Jaksa untuk dibawa kembali ke tahanan, ia kembali protes.

“Ya kasihlah sedikit manusiawi dikit yah,” kata Surya Darmadi tampak jengkel.

Setengah Gila Dengar Tuntutan Jaksa

Surya Darmadi mengaku sampai merasa setengah gila mendengar surat tuntutan Jaksa dibacakan.

Pengakuan itu dikemukakannya ketika pembacaan surat tuntutan diskors majelis hakim.

Saat itu, Jaksa baru memaparkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan.

Fakta itu meliputi tudingan kerugian yang ditimbulkan hingga keterangan para saksi.

Surya Darmadi lantas meminta Kejaksaan Agung menangkap 100 pengusaha yang perusahaannya bermasalah dan membayar uang pengganti sebagaimana tindakan terhadap dirinya.

Dengan uang pengganti itu, kata Surya Darmadi, maka utang negara akan lunas.

“Cari 100 pelaku, negara punya utang lunas, Rp 7.700 triliun, betul enggak?” kata Surya Darmadi.

“Cari 100, utang negara lunas 7.700 (triliun),” ujarnya lagi.

Baca juga: Surya Darmadi Dituntut Seumur Hidup dan Denda Rp 1 Miliar

Ia menilai, surat tuntutan Jaksa tidak masuk akal.

“Ya saya gila lah, saya setengah gila,” ujarnya sembari berlalu.

Senada dengan kliennya, Juniver Giersang juga menilai tuntutan Jaksa tidak masuk akal.

Ia juga menilai pernyataan yang menyebut utang negara akan lunas jika 100 pelaku seperti kliennya logis.

Menurutnya, jika memang negara ingin mendapat pemasukan, kejaksaan bisa mengusut para pengusaha yang perusahaannya sedang menghadapi persoalan hukum.

“Jadi jangan (hanya) saya yang diproses dong. Kalau itu diproses dan disita aset-asetnya ya negara mendapat banyak,” kata Juniver memperjelas maksud Surya Darmadi.

Namun, Juniver meyakini pemerintah tidak memiliki cara pandang seperti itu.

Menurutnya, melalui Undang-Undang Cipta Kerja, pengusaha yang menghadapi persoalan seperti kliennya, pemerintah memberikan jalan penyelesaian.

“Karena ini kesalahan dari aparat yang memproses izin tidak konsisten dan tidak ada kepastian,” ujar Juniver Girsang.

Baca juga: Minta Rekeningnya Dibuka, Surya Darmadi: Saya Tak Bisa Bayar Gaji 20.000 Karyawan...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
'Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo'

"Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo"

Nasional
Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com