"Pemahamannya kayaknya nih. Cak imin belum paham mengenai kewenangan-kewenangan gubernur. Kerjaan gubernur itu tidak hanya soal ngumpul-ngumpul bupati, wali kota. Tapi ada kewenangan," kata Djohan.
Baca juga: Cak Imin Usul Jabatan Gubernur Dihapus, Pakar: Rumit, Harus Ubah Konstitusi
Lebih lanjut, Djohan menekankan bahwa jabatan gubernur merupakan salah satu jenjang jabatan kepemimpinan nasional.
Menurutnya, gubernur merupakan jabatan yang satu level berada di bawah Presiden.
"Jadi (gubernur) enggak bisa dibuang gitu aja. Jadi ada jenjang jabatan kepala pemerintahan, yaitu bupati atau wali kota di kabupaten/kota. Jenjang kedua namanya gubernur. Jenjang ketiga Presiden," ujarnya.
Djohan lantas mencontohkan jejak kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dimulai dari level wali kota.
Ketika seseorang yang menjabat berkinerja baik sebagai wali kota, orang itu biasanya akan naik level menjadi gubernur.
Kemudian, saat bekerja menjadi gubernur bagus lagi, maka orang itu bisa naik menjadi Presiden.
"Lihat saja zaman sekarang untuk Pilpres 2024, gubernur moncer. Gubernur lebih banyak elektabilitasnya, lebih tinggi. Itu artinya orang harus berpengalaman dalam pemerintahan," katanya.
Baca juga: Jika Jabatan Gubernur Dihapus, Beban Pemerintah Pusat Dikhawatirkan Membengkak, Pengawasan Melemah
"Jadi harus dicermati juga dengan baik bahwa keberadaan gubernur itu juga merupakan satu jenjang karir politik bagi seorang kepala pemerintah untuk naik ke jenjang jabatan tertinggi," ujar Djohan lagi.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar mengusulkan jabatan gubernur ditiadakan dan pilkada gubernur diakhiri.
Menurutnya, itu bagian dari efisiensi birokrasi.
"Pilkada momentumnya, mengakhiri pilkada untuk gubernur. Momentumnya mengakhiri pilkada untuk gubernur (maka) presiden keluarkan perppu, DPR menyiapkan undang-undang," kata Muhaimin kepada wartawan, Selasa (31/1/2023).
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengatakan, anggaran gubernur besar tetapi fungsi gubernur tak lebih dari sekadar perpanjangan tangan pemerintah pusat.
"Di sisi yang lain, gubernur ngumpulin bupati sudah enggak didengar karena gubernur ngomong apa saja bahasanya sudah lebih baik dipanggil menteri," kata pria yang juga sempat mengusulkan penundaan Pemilu 2024 itu.
Muhaimin Iskandar menganggap ketidakefektifan ini membuat posisi gubernur sebaiknya tidak lebih dari administrator saja.
"Kalau sudah administrator, tidak usah dipilih langsung, kalau perlu tidak ada jabatan gubernur, hanya misalnya selevel dirjen atau direktur dari kementerian. Kemendagri, misalnya, (menugaskan) administrator NTB dari pejabat kementerian," ujarnya.
Baca juga: Muhaimin Usul Jabatan Gubernur Dihapus, Sultan: Terserah Pemerintah Pusat, Bukan Cak Imin
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.