Argumen ini berkebalikan dengan pandangan DPR RI yang diwakili Komisi III bahwa sistem proporsional tertutup, di mana caleg yang berhak duduk di lembaga legislatif dipilihkan oleh partai politik, justru dapat merusak internal partai politik itu sendiri.
"Akan menimbulkan konflik antara para kader parpol di internal, khususnya dengan para ketua partai karena semua kader pastinya akan merasa patut dan layak dipilih untuk memiliki kursi anggota DPR RI, DPRD provinsi, maupun DPRD kabupaten/kota," kata Supriansa dalam sidang.
"DPR RI berpandangan tidak benar jika peran partai politik menjadi terdistorsi (oleh sistem proporsional terbuka) sebagaimana didalilkan para pemohon," ujarnya lagi.
DPR menganggap bahwa partai politik telah diberikan peran yang cukup vital, meskipun dalam sistem proporsional terbuka pemilih dapat mencoblos nama caleg dan caleg yang berhak duduk di kursi dewan adalah mereka yang memperoleh suara terbanyak, bukan atas instruksi partai politik.
"Berdasarkan Pasal 241 UU Pemilu, partai politik peserta pemilu melakukan seleksi bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan kabupaten/kota secara demokratis dan terbuka sesuai AD/ART dan/atau penentuan internal. Berdasarkan pasal a quo, jelas sekali partai politik diberikan wewenang penuh oleh undang-undang," kata Supriansa.
Baca juga: Pandangan PDI-P di Sidang MK, Sistem Proporsional Terbuka Sulitkan Pemilih yang Berwawasan Minim
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.