Djuyamto pun enggan memberikan komentar lebih lanjut terkait ini lantaran para hakim sedang fokus memimpin jalannya sidang pembunuhan Brigadir J.
"Kami hanya fokus dan konsentrasi pada proses persidangan," ujarnya.
Komisi Yudisial (KY) sebagai pengawas etik dan perilaku hakim turut menyoroti isu ini. Juru Bicara KY Miko Ginting mengatakan, sejak awal kasus kematian Brigadir J mencuat, KY mendeteksi risiko besar terhadap proses hukum para terdakwa.
Oleh karenanya, saat itu KY sempat mengusulkan agar PN Jaksel menyiapkan rumah aman untuk majelis hakim yang mengadili perkara tersebut. KY pun turut memantau jalannya persidangan guna memastikan kemandirian hakim.
Namun demikian, Miko percaya, pihak-pihak terkait sudah mengantisipasi potensi gerakan bawah tanah dalam perkara ini.
"Pihak pemerintah, dalam hal ini paling tidak Pak Mahfud, pasti juga sudah menyiapkan beberapa strategi antisipatif terkait hal ini," kata Miko.
Baca juga: Geger Isu Gerakan Bawah Tanah Vonis Ferdy Sambo, Polri Buka Suara
Belakangan, Polri angkat bicara terkait desas-desus ini. Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan, kasus kematian Brigadir J kini sudah di luar wewenang Polri.
"Saya rasa tahap itu sudah bukan proses penyidikan lagi, bukan ranah tugas Polri lagi, karena tugas Polri sudah lewat dan saat ini proses ada di pengadilan," kata Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (25/1/2023).
Ramadhan pun menekankan kasus yang melibatkan Ferdy Sambo dan sejumlah personel kepolisian tersebut tidak ada lagi kaitannya dengan penyidik Polri.
"Saya rasa kita sudah lewati tahap penyidikan, bukan merupakan kewenangan dari penyidik Polri lagi," tandasnya.
Untuk diketahui, jaksa penuntut umum (JPU) telah melayangkan tuntutan terhadap llima terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J.
Ferdy Sambo dituntut hukuman pidana penjara seumur hidup oleh JPU. Sementara, Richard Eliezer atau Bharada E dituntut hukuman pidana penjara 12 tahun.
Lalu, tiga terdakwa lainnya yakni Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf, dan Ricky Rizal dituntut hukuman pidana penjara masing-masing 8 tahun.
Pada pokoknya, kelima terdakwa dinilai jaksa terbukti bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap Yosua yang direncanakan terlebih dahulu sebagaimana diatur dan diancam dalam dakwaan Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Baca juga: Kala Richard Eliezer Merasa Kejujurannya Tak Dihargai dan Dimusuhi Ferdy Sambo
Berdasarkan dakwaan jaksa penuntut umum, kasus pembunuhan Brigadir J dilatarbelakangi oleh pernyataan istri Sambo, Putri Candrawathi, yang mengaku dilecehkan oleh Yosua di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (7/7/2022).
Pengakuan yang belum diketahui kebenarannya itu lantas membuat Sambo marah hingga menyusun strategi untuk membunuh Yosua.
Disebutkan bahwa mulanya, Sambo menyuruh Ricky Rizal atau Bripka RR menembak Yosua. Namun, Ricky menolak sehingga Sambo beralih memerintahkan Richard Eliezer atau Bharada E.
Brigadir Yosua dieksekusi dengan cara ditembak 2-3 kali oleh Bharada E di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022). Setelahnya, Sambo menembak kepala belakang Yosua hingga korban tewas.
Mantan perwira tinggi Polri itu lantas menembakkan pistol milik Yosua ke dinding-dinding rumah untuk menciptakan narasi tembak menembak antara Brigadir J dan Bharada E yang berujung pada tewasnya Yosua.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.