Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bayang-bayang "Gerakan Bawah Tanah" dan Celah Intervensi Vonis Ferdy Sambo...

Kompas.com - 26/01/2023, 10:44 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J diwarnai isu "gerakan bawah tanah".

Beredar kabar adanya sejumlah pihak yang berupaya memengaruhi vonis Majelis Hakim terhadap Ferdy Sambo dan kawan-kawan dalam perkara ini.

Desas-desus tersebut membuat sejumlah lembaga peradilan waspada. Polri juga belakangan angkat bicara terkait ini.

Awal mula

Kabar gerakan bawah tanah itu pertama kali diungkap oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.

Tak tanggung-tanggung, Mahfud menyebut gerakan tersebut sebagai gerilya. Katanya, ada yang meminta Sambo dihukum ringan, ada juga yang meminta Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu dibebaskan.

Baca juga: Mahfud Cium Gerakan Bawah Tanah yang Sengaja Pengaruhi Vonis Sambo

"Saya sudah mendengar ada gerakan-gerakan yang minta, memesan, putusan Sambo itu dengan huruf, ada juga yang meminta dengan angka," kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (19/1/2023).

"Ada yang bergerilya, ada yang ingin Sambo dibebaskan, ada yang ingin Sambo dihukum, kan begitu," tuturnya.

Tanpa menyebut sosok yang dimaksud, menurut Mahfud, pihak yang bergerilya itu adalah pejabat tinggi pertahanan dan keamanan.

Mahfud pun meminta siapa pun yang memiliki informasi terkait upaya gerakan bawah tanah ini untuk melapor ke dirinya.

"Ada yang bilang soal seorang Brigjen mendekati A dan B, Brigjen-nya siapa? Sebut ke saya, nanti saya punya Mayjen. Banyak kok, kalau Anda punya Mayjen yang mau menekan pengadilan atau kejaksaan, di sini saya punya Lejten," ucapnya.

Lebih lanjut, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut menjamin aparat penegak hukum tidak akan terpengaruh gerakan bawah tanah ini.

"Saya pastikan kejaksaan independen tidak akan berpengaruh dengan gerakan-gerakan bawah tanah itu," kata Mahfud.

Baca juga: Mahfud Pastikan Kejaksaan Tak Terusik Gerakan Bawah Tanah soal Putusan Sambo dkk

Pernyataan Mahfud itu diperkuat oleh Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso. Sugeng bilang, IPW mendapatkan informasi bahwa ada dua pihak yang sedang berseteru terkait gerakan bawah tanah itu.

"Saya bilang itu benar. Kita pun mendapat informasi seperti itu ya. Ini dari dua belah pihak," kata Sugeng saat dihubungi, Jumat (20/1/2023).

Menurut Sugeng, ada pihak yang meminta Sambo divonis dalam bentuk kalimat, ada juga yang meminta klausul angka.

Pihak yang meminta Sambo divonis dalam bentuk kalimat tanpa angka, menurut Sugeng, adalah orang-orang yang ditengarai kawan Sambo di kepolisian.

"Kalau yang dengan angka itu tentunya perjuangan dari (pihak) Sambo, karena dengan angka dia berharap nanti bisa dapat remisi segala macam dan dia bisa melanjutkan hidupnya secara normal. Mungkin dapat remisi kemerdekaan, perlakuan baik ya itu," katanya.

Utang budi

Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Irjen (Purn) Benny Mamoto tak terkejut dengan dugaan Mahfud MD itu. Menurut Benny, mereka yang ingin Sambo dihukum ringan atau bahkan dibebaskan merupakan pihak-pihak yang berutang budi terhadap mantan jenderal bintang dua Polri tersebut.

"Bagi mereka-mereka yang dulu pernah ditolong, pernah dibantu, tentunya utang budi pada yang bersangkutan," kata Benny dalam Sapa Indonesia Malam Kompas TV, Senin (23/1/2022).

"Inilah yang bisa diminta ataupun tidak mereka akan berusaha bagaimana menolong balik untuk yang bersangkutan ini nanti bisa dihukum yang seringan-ringannya," tuturnya.

Baca juga: IPW Sebut Juga Dapat Informasi Gerakan Bawah Tanah yang Ingin Pengaruhi Vonis Ferdy Sambo

Benny mengatakan, sewaktu masih menjabat, Sambo punya pengaruh besar di internal Polri. Bagaimana tidak, dia menjabat sebagai Kadiv Propam dengan pangkat jenderal bintang dua atau irjen.

Dengan perjalanan karier di kepolisian yang hampir 30 tahun, Sambo dipastikan punya jejaring luas di internal Polri.

Hubungan-hubungan personal yang sudah lama terbangun inilah yang lantas menimbulkan rasa utang budi sehingga pihak-pihak yang dekat dengan Sambo ingin membantu mantan perwira tinggi Polri itu dalam kasus ini.

"Caranya tentunya berbagai macam cara bisa ditempuh karena mereka juga tahu bagaimana proses hukum ini berjalan, siapa yang harus ditemui, dan lain sebagainya," ujar Benny.

Benny menilai, Sambo berulang kali berupaya meloloskan diri dari jerat kasus ini. Sejak awal, ia menyusun skenario palsu soal kematian Brigadir J untuk mengelabui semua orang.

Setelah dipecat dari Polri pun, Sambo tak terima dan berupaya mengajukan banding melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) meski akhirnya permohonan itu dicabut.

Oleh karenanya, para penegak hukum harus terus waspada. Masyarakat juga diminta tetap mengawal kasus ini hingga tuntas.

"Upaya-upaya ini tentunya akan dilakukan terus dengan berbagai macam cara. Memang seseorang yang terkena proses hukum pasti akan berusaha untuk bagaimana seringan mungkin atau mungkin bebas dengan berbagai macam upaya," tutur Benny.

Kata lembaga peradilan

Terkait ini, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) mengaku tak tahu menahu. Pejabat Humas PN Jaksel Djuyamto menyebut, isu gerakan bawah tanah itu hanya diketahui dari media massa, tapi tidak pernah terdeteksi oleh pihaknya.

"Kami tidak mengetahui soal informasi tersebut, selain dari berita di media pers," kata Djuyamto, Minggu (22/1/2023).

Baca juga: Soal Gerakan Bawah Tanah untuk Pengaruhi Vonisnya, Pihak Sambo Enggan Tanggapi

Djuyamto pun enggan memberikan komentar lebih lanjut terkait ini lantaran para hakim sedang fokus memimpin jalannya sidang pembunuhan Brigadir J.

"Kami hanya fokus dan konsentrasi pada proses persidangan," ujarnya.

Komisi Yudisial (KY) sebagai pengawas etik dan perilaku hakim turut menyoroti isu ini. Juru Bicara KY Miko Ginting mengatakan, sejak awal kasus kematian Brigadir J mencuat, KY mendeteksi risiko besar terhadap proses hukum para terdakwa.

Oleh karenanya, saat itu KY sempat mengusulkan agar PN Jaksel menyiapkan rumah aman untuk majelis hakim yang mengadili perkara tersebut. KY pun turut memantau jalannya persidangan guna memastikan kemandirian hakim.

Namun demikian, Miko percaya, pihak-pihak terkait sudah mengantisipasi potensi gerakan bawah tanah dalam perkara ini.

"Pihak pemerintah, dalam hal ini paling tidak Pak Mahfud, pasti juga sudah menyiapkan beberapa strategi antisipatif terkait hal ini," kata Miko.

Baca juga: Geger Isu Gerakan Bawah Tanah Vonis Ferdy Sambo, Polri Buka Suara

Polri buka suara

Belakangan, Polri angkat bicara terkait desas-desus ini. Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan, kasus kematian Brigadir J kini sudah di luar wewenang Polri.

"Saya rasa tahap itu sudah bukan proses penyidikan lagi, bukan ranah tugas Polri lagi, karena tugas Polri sudah lewat dan saat ini proses ada di pengadilan," kata Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (25/1/2023).

Ramadhan pun menekankan kasus yang melibatkan Ferdy Sambo dan sejumlah personel kepolisian tersebut tidak ada lagi kaitannya dengan penyidik Polri.

"Saya rasa kita sudah lewati tahap penyidikan, bukan merupakan kewenangan dari penyidik Polri lagi," tandasnya.

Lima terdakwa

Untuk diketahui, jaksa penuntut umum (JPU) telah melayangkan tuntutan terhadap llima terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J.

Ferdy Sambo dituntut hukuman pidana penjara seumur hidup oleh JPU. Sementara, Richard Eliezer atau Bharada E dituntut hukuman pidana penjara 12 tahun.

Lalu, tiga terdakwa lainnya yakni Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf, dan Ricky Rizal dituntut hukuman pidana penjara masing-masing 8 tahun.

Pada pokoknya, kelima terdakwa dinilai jaksa terbukti bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap Yosua yang direncanakan terlebih dahulu sebagaimana diatur dan diancam dalam dakwaan Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.

Baca juga: Kala Richard Eliezer Merasa Kejujurannya Tak Dihargai dan Dimusuhi Ferdy Sambo

Berdasarkan dakwaan jaksa penuntut umum, kasus pembunuhan Brigadir J dilatarbelakangi oleh pernyataan istri Sambo, Putri Candrawathi, yang mengaku dilecehkan oleh Yosua di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (7/7/2022).

Pengakuan yang belum diketahui kebenarannya itu lantas membuat Sambo marah hingga menyusun strategi untuk membunuh Yosua.

Disebutkan bahwa mulanya, Sambo menyuruh Ricky Rizal atau Bripka RR menembak Yosua. Namun, Ricky menolak sehingga Sambo beralih memerintahkan Richard Eliezer atau Bharada E.

Brigadir Yosua dieksekusi dengan cara ditembak 2-3 kali oleh Bharada E di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022). Setelahnya, Sambo menembak kepala belakang Yosua hingga korban tewas.

Mantan perwira tinggi Polri itu lantas menembakkan pistol milik Yosua ke dinding-dinding rumah untuk menciptakan narasi tembak menembak antara Brigadir J dan Bharada E yang berujung pada tewasnya Yosua.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 7 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung Periksa Adik Harvey Moeis Jadi Saksi Kasus Korupsi Timah

Kejagung Periksa Adik Harvey Moeis Jadi Saksi Kasus Korupsi Timah

Nasional
SYL Ngaku Bayar Eks Jubir KPK Febri Diansyah Jadi Pengacara dengan Uang Pribadi

SYL Ngaku Bayar Eks Jubir KPK Febri Diansyah Jadi Pengacara dengan Uang Pribadi

Nasional
PDI-P Sebut Pemanggilan Hasto oleh Polda Metro Jaya Upaya Bungkam Suara Kritis

PDI-P Sebut Pemanggilan Hasto oleh Polda Metro Jaya Upaya Bungkam Suara Kritis

Nasional
Apresiasi Perwira Inovatif, Annual Pertamina Awards Ke-14 Resmi Dibuka

Apresiasi Perwira Inovatif, Annual Pertamina Awards Ke-14 Resmi Dibuka

Nasional
Bertanya ke Saksi, SYL Tegaskan Bagikan Sembako hingga Sewa Pesawat untuk Kepentingan Masyarakat

Bertanya ke Saksi, SYL Tegaskan Bagikan Sembako hingga Sewa Pesawat untuk Kepentingan Masyarakat

Nasional
162.961 Jemaah Haji Sudah Tiba di Arab Saudi, 36 Wafat

162.961 Jemaah Haji Sudah Tiba di Arab Saudi, 36 Wafat

Nasional
34 dari 37 WNI yang Berhaji Tanpa Visa Haji Dibebaskan dan Dipulangkan ke Tanah Air

34 dari 37 WNI yang Berhaji Tanpa Visa Haji Dibebaskan dan Dipulangkan ke Tanah Air

Nasional
KPU Akan Rapat Internal dan Konsultasi dengan DPR Usai MA Ubah Batas Usia Calon Kepala Daerah

KPU Akan Rapat Internal dan Konsultasi dengan DPR Usai MA Ubah Batas Usia Calon Kepala Daerah

Nasional
TNI Siap Dikirim ke Gaza untuk Operasi Perdamaian

TNI Siap Dikirim ke Gaza untuk Operasi Perdamaian

Nasional
Istri Terima Uang Rp 30 Juta Per Bulan dari Kementan, SYL: Ada Kegiatan Dharma Wanita

Istri Terima Uang Rp 30 Juta Per Bulan dari Kementan, SYL: Ada Kegiatan Dharma Wanita

Nasional
PN Jakpus Tak Berwenang Adili Gugatan soal Pencalonan Gibran, Pengacara Jokowi: Tak Terbukti Lawan Hukum

PN Jakpus Tak Berwenang Adili Gugatan soal Pencalonan Gibran, Pengacara Jokowi: Tak Terbukti Lawan Hukum

Nasional
Hasto Curiga Ada 'Orderan' di Balik Pemanggilannya ke Polda Metro Jaya

Hasto Curiga Ada "Orderan" di Balik Pemanggilannya ke Polda Metro Jaya

Nasional
Kata PP Muhammadiyah soal Jokowi Beri Izin Usaha Tambang untuk Ormas

Kata PP Muhammadiyah soal Jokowi Beri Izin Usaha Tambang untuk Ormas

Nasional
Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Mundur, Jokowi: Pembangunan IKN Terus Lanjut

Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Mundur, Jokowi: Pembangunan IKN Terus Lanjut

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com