Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Furqan Jurdi
Praktisi Hukum dan Penulis

Aktivis Muda Muhammadiyah

Bahaya Negara Diatur dengan Perppu

Kompas.com - 13/01/2023, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PEMERINTAHAN otoriter dalam sejarah lahir dari kebiasaan membuat “keadaan darurat” untuk melegitimasi dirinya bertindak melampaui hukum.

Sejarah para tiran memberikan ilham kepada kita, bagaimana otoritarianisme menggunakan “kegentingan memaksa” untuk mengesampingkan konstitusi demi melayani hasrat kekuasaan yang besar.

Dalam sejarah Republik Weimar atau yang disebut Reich Kedua telah memberikan petunjuk kepada Adolf Hitler untuk menggunakan “keadaan pengecualian” (state of exception) untuk berkuasa penuh.

Selama 12 tahun Reich Ketiga di bawah kekuasaan Hitler, Jerman adalah negara dalam keadaan darurat (state of emergency).

Presiden Republik Weimar Paul von Hindenburg pada 1930-an, menggunakan instrument Pasal 48 untuk menyatakan kondisi darurat atau keadaan pengecualian (state of exception).

Pada 1930, secara terus menerus Hindenburg mengeluarkan lima dekrit darurat (state of emergency) yang disahkan.

Pada 1932, sebanyak 66 keputusan darurat yang dianggap perlu. Cukup jelas, pada 1932 Jerman telah berhenti beroperasi dalam arti sebagai demokrasi parlementer.

Keadaan negara darurat dalam terminologi lain disebut sebagai state of emergency merupakan kondisi di mana pemerintah dalam suatu negara melakukan sebuah respons luar biasa (extraordinary response) dalam menyikapi ancaman yang dihadapi negara.

Negara dapat dikatakan dalam keadaan darurat atau keadaan bahaya lazim dikenal dalam kondisi-kondisi seperti perang, krisis ekonomi, mogok massal, epidemi penyakit dan juga bencana alam.

Menghadapi ancaman darurat seperti itu konstitusi memberikan kewenangan kepada eksekutif (dalam hal ini presiden) menggunakan ketentuan Konstitusi.

Dalam UUD NRI 1945, Pasal 12 menyebutkan bahwa, “Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang.”

Keadaan bahaya yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 12 dapat berbentuk produk hukum seperti peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) sebagai kewenangan subjektif dan prerogatif presiden.

Pasal 22 ayat (1) menyebutkan: “Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang”.

Kewenangan tersebut memberikan kekuasaan lebih kepada eksekutif untuk mengatur negara dengan cara-cara, bahkan melampaui konstitusi.

Namun harus dilihat bahwa tidak semua persoalan bisa dikeluarkan Perppu sebagai jawaban. Sebuah Perppu dikeluarkan untuk menjawab tiga hal menurut putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009.

Tiga syarat tersebut, yaitu: 

  1. Adanya keadaan, yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan UU;
  2. UU yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada UU tetapi tidak memadai;
  3. Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat UU secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama, sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.

Tiga syarat itu adalah syarat objektif keluarnya Perppu. Apabila syarat-syarat terpenuhi, maka Perppu dianggap sah dan konstitusional. Namun kalau syarat- syarat tidak terpenuhi, maka Perppu itu dapat dianggap sebagai tindakan otoriter.

Namun posisi sebuah Perppu baru dinyatakan sah dan dapat diundangkan apabila mendapatkan persetujuan dari DPR.

Pasal 22 ayat (2) mengatur bahwa “peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan."

Sementara ayat (3) menyebut “Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut”.

Di sini peran lembaga legislatif begitu penting untuk menilai objektif atau tidaknya keluarnya sebuah Perppu. DPR tidak membahas Perppu, tetapi menolak atau menyetujui Perppu itu.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Nasional
KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

Nasional
Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Nasional
Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Nasional
Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Nasional
Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Nasional
Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com