JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tak sependapat dengan jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut terdakwa Benny Tjokrosaputro dihukum mati.
Tuntutan hukuman mati JPU tersebut terkait Benny yang terjerat kasus korupsi pengelolaan dana PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau Asabri (Persero).
"Majelis hakim tidak sependapat dengan penuntut umum yang menuntut pidana mati," kata hakim ketua dalam sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (12/1/2023).
Baca juga: Benny Tjokro Divonis Nihil di Kasus Korupsi Asabri
Sebelumnya, Benny dituntut hukuman mati oleh JPU karena dinilai merugikan keuangan negara sebesar Rp 22,788 dalam kasus korupsi PT Asabri.
Akan tetapi, hakim tak sependapat dengan tuntutan tersebut dengan berbagai alasan.
Pertama, JPU dianggap telah melanggar asas penuntutan karena menuntut di luar pasal yang didakwakan.
Kedua, JPU tidak bisa membuktikan kondisi-kondisi tertentu. Ketiga, perbuatan tindak pidana yang dilakukan Benny terjadi pada saat negara dalam situasi aman.
Baca juga: Perjalanan Kasus Korupsi Asabri dengan Terdakwa Benny Tjokrosaputro, Divonis Hari Ini
Keempat, terdakwa tak terbukti melakukan korupsi secara pengulangan.
Adapun majelis hakim menjatuhkan vonis nihil terhadap Benny dalam kasus korupsi pengelolaan dana PT Asabri.
Vonis ini dijatuhkan lantaran Benny sudah dihukum penjara seumur hidup di kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
"Karena terdakwa sudah dijatuhi pidana seumur hidup dalam perkara PT Asuransi Jiwasraya, maka pidana yang dijatuhkan dalam perkara a quo adalah pidana nihil," ujar hakim ketua.
Dalam vonis ini, Benny dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran uang ganti rugi kepada negara senilai Rp 5,733 triliun.
"Menjatuhkan pidana tambahan pada terdakwa untuk membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp 5.733.250.247.731 (Rp 5,733 triliun)," kata hakim ketua.
Sebagai informasi, Benny sebelumnya sudah divonis penjara seumur hidup dalam kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya.
Majelis hakim menyatakan bahwa mantan Direktur Utama PT Hanson International Tbk itu terbukti bersalah melakukan korupsi hingga merugikan keuangan negara sebesar Rp 16,807 triliun serta melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).