Menurut Jokowi, penyelamatan aset negara yang tertunda seperti kasus BLBI juga terus dikejar dan kini sudah menunjukkan hasil.
Ini terlihat dari meningkatnya indeks persepsi korupsi dan perilaku antikorupsi.
"Skor Indeks Persepsi Korupsi dari Transparansi Internasional, naik dari 37 menjadi 38 di tahun 2021," ujar Jokowi.
"Indeks Perilaku Antikorupsi dari BPS juga meningkat, dari 3,88 ke 3,93 di tahun 2022," kata dia.
Jokowi menyampaikan, perlindungan hukum, sosial, politik, dan ekonomi untuk rakyat harus terus diperkuat. Dia menegaskan, hukum harus ditegakkan seadil-adilnya, tanpa pandang bulu.
"Demikian juga dengan pemberantasan korupsi juga terus menjadi prioritas utama," kata Kepala Negara.
Menanggapi pidato tersebut, Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menilai, apa yang disampaikan Kepala Negara bertolak belakang dengan kenyataannya.
"Bagaimana tidak, presiden berupaya semaksimal mungkin menutupi kebobrokan pemerintah dengan mengatakan pemberantasan korupsi terus menjadi prioritas utama. Padahal faktanya justru bertolak belakang," ujar Kurnia.
"Isu pemberantasan korupsi kian dipinggirkan, bahkan diruntuhkan saat era kepemimpinan Presiden Joko Widodo," ucap dia.
Baca juga: Firli Bahuri Sebut Koruptor Tak Takut Dipenjara, tapi Takut Dimiskinkan
Kurnia menilai, salah satu bukti paling kuat pemberantasan korupsi tengah terpinggirkan adalah kondisi KPK yang semakin carut-marut tanpa arah.
Menurut dia, hal itu terjadi setelah Undang-Undang KPK direvisi pada tahun 2019.
"Jangan lupa, runtuhnya KPK terjadi karena ketidakjelasan sikap Presiden juga, mulai dari merevisi UU KPK hingga memilih pelanggar etik menjadi pimpinannya," ujar Kurnia.
"Akibatnya, kepercayaan publik pun anjlok terhadap lembaga antirasuah tersebut. Apakah sikap politik hukum pemberantasan korupsi semacam itu yang dibanggakan oleh Presiden?" ucap dia.
Lebih lanjut, ICW juga mengkritik narasi mengenai Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang seolah melihat kenaikan satu angka sebagai sebuah prestasi gemilang.
Padahal, kata Kurnia, era Presiden Joko Widodo IPK Indonesia menurun dari 40 ke 37 pada 2020.