Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akademisi Universitas Andalas Sebut KUHP Baru Cacat Materiil, Tak Ada Pilihan Selain Gugat ke MK

Kompas.com - 07/12/2022, 18:21 WIB
Syakirun Ni'am,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

Untuk itulah, Feri mengatakan, negara membentuk Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Juru Bicara Presiden, dan Kementerian Sekretaris Negara.

“Itu kan tugas mereka untuk mengklarifikasi dengan bukti-bukti atau data yang lebih lengkap lagi, bukan kemudian mempidanakan warga negara,” ujar Feri.

Selain itu, adalah persoalan penerapan dan sanksi living law yang kemudian dijadikan hukum postif. Menurutnya, hukum yang dituliskan tersebut akan menjadi permasalahan baru dan meluas.

“Itu sebabnya mereka kasih waktu tiga tahun ya untuk mensosialisasikan dan mencoba membangun infrastrukturnya,” kata Feri.

Baca juga: Menteri PPPA Yakin KUHP Baru Tak Tumpang Tindih dengan UU TPKS

Feri mengatakan, untuk merespons KUHP baru, bisa dilakukan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK). Berbeda dengan uji formil yang waktunya dibatasi maksimal 45 hari sejak KUHP itu diundangkan, uji materiil bisa dilakukan kapan saja.

Menurutnya, secara bangunan konstitusional, untuk membatalkan atau mengganti sebagian undang-undang yang dianggap bermasalah, masyarakat tidak memiliki pilihan selain menggugatnya ke MK.

“Membatalkan sebagian dari isi dan ketentuan undang-undang yang sudah disahkan, ya itu pilihannya hanya ke MK,” ujarnya.

Terkait keberadaan komposisi hakim konstitusi yang independensi dan kredibilitasnya diragukan, ia mengatakan, itu merupakan tanggungjawab hakim tersebut kepada Tuhan.

"Tentu saja hakim konstitusi wajib menjawab keraguan publik ini dengan betul-betul bertindak independen dan tidak mementingkan diri sendiri,” kata Feri.

Baca juga: Hukuman Koruptor dalam KUHP Baru Lebih Ringan Dibanding UU Pemberantasan Tipikor

Sebelumnya, DPR RI resmi mengesahkan RKUHP menjadi Undang-Undang pada Selasa (6/12/2022). Sebagaimana diketahui, pembahasan RKUHP mendapat kritik keras dari berbagai kelompok masyarakat.

Pada 2019 lalu, ribuan orang bahkan turun ke jalan untuk menyampaikan protes dan menolak sejumlah pasal bermasalah dalam RKUHP.

Setelah melalui dinamika yang alot, RKUHP akhirnya disahkan. Meski demikian, sebanyak 12 pasal dalam draf terakhir masih menjadi sorotan. Beberapa di antaranya terkait pasal penghinaan simbol negara, presiden, dan lainnya.

Selain itu, terkait perzinahan atau tinggal bersama bagi laki-laki dan perempuan yang belum menikah, serta larangan penyebaran ajaran Marxisme-Leninisme.

Baca juga: KUHP yang Baru Dinilai Cacat Formil, Tak Penuhi Konsep Partisipasi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com