Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
SAPA PEMIMPIN

Soal Reformasi Polri, Anggota Komisi III Didik Mukrianto: Problem Ada di Reformasi Kultural

Kompas.com - 06/12/2022, 15:00 WIB
Yakob Arfin Tyas Sasongko,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) dari Fraksi Partai Demokrat Didik Mukrianto menilai gebrakan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) dalam menindak polisi-polisi bermasalah akan jadi momentum penting dalam mewujudkan reformasi kultural.Dok. Pribadi Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) dari Fraksi Partai Demokrat Didik Mukrianto menilai gebrakan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) dalam menindak polisi-polisi bermasalah akan jadi momentum penting dalam mewujudkan reformasi kultural.

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) dari Fraksi Partai Demokrat Didik Mukrianto menegaskan urgensi reformasi di lembaga Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

Legislator dari daerah pemilihan (Dapil) Jawa Timur IX ini menilai, reformasi di tubuh Polri krusial dilakukan guna mengembalikan kepercayaan masyarakat seiring rentetan kasus yang menjerat nama institusi tersebut selama beberapa waktu terakhir.

Seperti diketahui, tak sedikit kasus besar yang melibatkan anggota kepolisian. Beberapa di antaranya adalah kasus Ferdy Sambo, Tragedi Kanjuruhan, dan sangkaan keterlibatan Inspektur Jenderal Teddy Minahasa dalam kasus narkotika, psikotropika, dan obat-obatan terlarang (narkoba).

"Ada tiga poin besar reformasi Polri, yaitu struktural, instrumen, dan kultural," ujar Didik kepada Kompas.com saat ditemui di Jakarta Selatan, Jumat (25/11/2022).

Baca juga: Jokowi Dinilai Perlu Buat Panduan Percepatan Reformasi Polri untuk Kikis Kultur Militeristik

Terhitung sudah 22 tahun reformasi Kepolisian RI berjalan. Namun, masih ada satu ganjalan, yaitu belum optimalnya reformasi kultural. Gebrakan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) dalam menindak polisi-polisi bermasalah akan jadi momentum penting dalam mewujudkan reformasi kultural.

Sebagai informasi, reformasi Polri dimulai sejak disapihnya organisasi kepolisian dari lingkungan militer berdasarkan TAP MPR Nomor VI Tahun 2000 tentang Pemisahan Polri dari TNI dan TAP MPR Nomor VII/2000 tentang Peran Polri dan TNI sampai terbentuknya Undang-undang (UU) terkait, yakni UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Polri.

Didik menjelaskan, reformasi struktural terkait positioning tata kelola kelembagaan telah diwujudkan sejak Polri terpisah dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada 2002.

Demikian pula reformasi instrumen, lanjut Didik, Polri sudah memiliki sejumlah kebijakan yang menjadi dasar untuk menjalankan fungsi dan kewenangannya.

Baca juga: Kapolri Sebut Tjahjo Kumolo Sosok Penting dalam Perbaikan Reformasi Polri

Adapun UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Polri menjadi basis dalam memperkuat eksistensi dan peran Polri sebagai manifestasi dari tugas-tugas keamanan domestik dengan menggunakan pendekatan atau konsep polisi sipil.

Sebagai tindak lanjut atas instrumen tersebut, imbuh Didik, Kapolri menyusun sejumlah instrumen dalam bentuk Peraturan Kapolri (Perkap).

Didik menilai, seluruh peraturan Polri tersebut sudah sangat detail, mulai dari aturan bahwa Polri tidak boleh bergaya hidup mewah hingga soal prosedur penyidikan.

"Saya melihat instrumen tersebut sudah bagus. Sayangnya, problem (tak terbatas) di reformasi kultural. Dalam hal ini, polisi harus menjadi lebih humanis, tidak represif, mencerminkan sebagai penegak hukum yang bersih, bebas dari segala tindak korupsi kolusi dan nepotisme (KKN) dalam pengelolaan, termasuk lepas dari praktik KKN dalam tahapan rekrutmen ataupun mutasi," terang Didik.

Baca juga: Kapolri Akui Program Reformasi Polri Belum Dipahami Merata hingga Polres-Polsek

Pelanggaran oknum polisi

Meski begitu, imbuh Didik, fakta di lapangan menunjukkan adanya penyimpangan yang dilakukan sejumlah oknum anggota kepolisian. Pelanggaran atas instrumen tersebut justru dipraktikkan oleh oknum Polri yang tak berintegritas.

"Belakangan ini muncul penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oknum Polisi. Hal ini justru semakin menjauhkan harapan seluruh masyarakat mengenai terwujudnya reformasi kultural di tubuh Polri," kata Didik.

Itu artinya, lanjut Didik, reformasi kultural di tubuh Polri masih menjadi pekerjaan rumah yang mesti dituntaskan segera.

Didik menambahkan, salah satu beban terbesar Polri saat ini adalah pengawasan dan pembinaan. Pada prinsipnya, kekuatan pembinaan serta pengawasan Polri harus berfokus pada kualitas sumber daya manusia (SDM) yang berintegritas.

Baca juga: Kapolri: Reformasi Polri Akan Tekan Perilaku Koruptif

"Mau sehebat apa pun sistem yang dibuat Kapolri tidak akan terlaksana dengan baik jika SDM-nya enggak benar (tidak berintegritas)," terangnya.

Meski begitu, Didik tak menampik bahwa Polri telah melakukan sejumlah pengawasan terhadap anggotanya. Salah satunya, melalui Divisi Profesi dan Pengamanan (Div Propam).

Terlebih, pengawasan juga ditunjang oleh Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) sebagai pengawas eksternal, serta DPR sebagai pemantau kinerja Polri.

Hal yang disayangkan, perangkat pengawasan justru ternodai oleh oknum polisi. Salah satunya, pejabat tinggi pada Div Propam Polri.

Baca juga: Ricky Rizal Akui Ubah Keterangan dari Skenario Ferdy Sambo karena Ditetapkan Tersangka

"Sebab itu, konsep dasar pengawasan internal kepolisian, khususnya pada Div Propam, harus benar-benar diisi oleh orang yang tidak punya kepentingan selain demi perbaikan di tubuh Polri," kata Didik.

Pengawasan inklusif oleh masyarakat

Didik berpendapat, tragedi yang menimpa Polri secara berturut-turut sejak Juli hingga Oktober 2022 merupakan pecutan untuk membenahi institusi kepolisian secara serius. Dengan begitu, Indonesia dapat memiliki institusi yang akuntabel dan dapat dipercaya oleh masyarakat kembali.

Terlebih, kata dia, Polri memiliki kewenangan dan tanggung jawab sangat besar, yakni menjaga keamanan dan ketertiban, pengayom masyarakat, serta memberikan pelayanan yang baik.

"Melihat besarnya tanggung jawab di pundak Polri dibutuhkan SDM yang punya komitmen dan integritas tinggi (pembenahan harus segera dilakukan). Sebagai institusi milik masyarakat, Polri harus dikelola secara inklusif dan transparan. Jika pengawasan di dalam Polri harus diperkuat, libatkan pula peran masyarakat," tegasnya.

Baca juga: Richard Eliezer ke Ibunya: Saya Merasa Tersiksa, Saya Akan Bicara Jujur

Didik menambahkan, pelibatan masyarakat dapat dilakukan melalui sejumlah restructure (menata ulang) kultur institusi Polri, salah satunya dengan melibatkan akademisi perguruan tinggi.

“Jangan hanya melibatkan internal untuk membangun sistem tersebut, tetapi juga libatkan elemen masyarakat, baik sipil maupun perguruan tinggi. Masyarakat diberikan ruang yang cukup untuk ikut menjadi pengawas Polri," tegasnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian Hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian Hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com