AHY mengeklaim, di bawah kepemimpinan ayahnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 3,5 kali lipat. Sementara, pada era pemerintahan Presiden Jokowi selama 2014-2022, ekonomi hanya naik 1,3 kali lipat.
“Artinya masyarakat kita sejahtera selama 10 tahun (pemerintahan SBY),” klaimnya.
Masih dalam forum Rapimnas Demokrat, AHY juga sempat membandingkan situasi politik saat ini dan masa lalu.
Menurut dia, tidak ada keterbelahan atau polarisasi ketika SBY memimpin. Namun, realita saat ini tidak demikian.
“Dulu pernah dengar politik identitas? Rukun kita semua,” ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama AHY juga menyinggung soal pembangunan infrastruktur hingga banyaknya tenaga honorer yang tak diangkat menjadi PNS.
Baca juga: Jokowi soal Ancaman Resesi: Hati-hati Buat Kebijakan, Salah Sedikit Bisa Berdarah-darah
Melihat ini, pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, menilai, Demokrat di bawah kepemimpinan AHY tengah menjalankan fungsinya sebagai partai oposisi pemerintah.
Oleh karenanya, wajar jika AHY dan jajaran kader partainya kerap melempar kritik terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai kontra oleh rakyat.
"Kalau menjadi oposisi tapi tidak mengkritik, tidak keras, tidak menyentil kebijakan pemerintah, sama saja bukan oposisi," kata Ujang kepada Kompas.com, Senin (21/11/2022).
Namun demikian, kata Ujang, lewat sentilan-sentilannya, Demokrat juga punya kepentingan politik.
Baca juga: Jokowi ke Capres-Cawapres: Hindari Politik Identitas, Sangat Berbahaya!
Partai berlambang bintang mercy itu tengah berupaya mendapatkan simpati rakyat yang kecewa pada pemerintah. Harapannya, kalangan tersebut dapat menyumbangkan suara mereka untuk Demokrat pada pemilu kelak.
"Vokalnya Demokrat itu bagian daripada untuk menaikkan strategi, untuk menaikkan agar Demokrat mendapatkan simpati publik. Kalau dapat simpati, efeknya adalah elektoralnya, elektabilitasnya tinggi, mendapatkan dukungan dari publik," ujar Ujang.
Menurut Ujang, kerasnya kritik yang dilempar Demokrat ke pemerintah berulang kali sudah mulai membuahkan hasil.
Elektabilits partai tersebut kini mulai merangkak naik. Bahkan, menurut survei Litbang Kompas yang dirilis akhir Oktober kemarin, tingkat elektoral Demokrat kini berada di tiga besar, mengekor PDI Perjuangan dan Gerindra, juga menggeser posisi Partai Golkar.
Oleh karenanya, Ujang menduga, ke depan Demokrat akan terus mengkritisi program pemerintah. Tak hanya menjalankan fungsi oposisi, tetapi juga berupaya mendulang keuntungan elektoral sebesar-besarnya.
"Kritik oposisi ini untuk kepentingan politik pribadi dan partai juga," tutur Ujang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.