JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) tak sekali dua kali melempar kritik ke pemerintah yang berkuasa saat ini.
Berbagai kebijakan penguasa disebut AHY tidak menyejahterakan rakyat. Dia menyoroti soal pembangunan infrastruktur, angka kemiskinan dan pengangguran, hingga tenaga honorer.
AHY juga beberapa kali membandingkan era pemerintahan kini dengan masa kejayaan ayahnya, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Bahkan, dia pernah menyebut bahwa pemerintah sekarang tak sebaik masa kepemimpinan sang ayah.
Atas sentilan-sentilannya itu, AHY pun kerap menuai sorotan. Pernyataannya dinilai tak cuma untuk mengkritisi penguasa, tetapi juga bermuatan politik.
Baca juga: AHY: Setiap Berdialog dengan Rakyat, Semua Bilang Indonesia Sedang Tidak Baik-baik Saja
Dalam pidato terbarunya di acara Pelantikan Pengurus DPC Demokrat Se-Provinsi Jawa Barat, Sabtu (19/11/2022), AHY menyebut bahwa banyak kebijakan aneh pada era pemerintahan saat ini.
Kebijakan itu, menurut dia, tak memikirkan kesejahteraan rakyat. Akibatnya, banyak yang harus menanggung beban berat.
"Banyak kebijakan yang aneh, banyak yang rasanya ugal-ugalan. Kebijakan yang kumaha engke (bagaimana nanti), harusnya engke kumaha (nanti bagaimana)," kata AHY dikutip dari YouTube Partai Demokrat.
"Terserah aja deh pokoknya kita jalan terus, dampaknya rakyat yang tanggung silakan. Masa begitu?" tuturnya.
Baca juga: AHY: Yang Dibutuhkan Masyarakat Bukan Sesuatu yang Muluk-muluk...
AHY menyinggung angka kemiskinan, ketimpangan, dan pengangguran di Indonesia yang menurutnya konstan meningkat. Ini diperparah dengan terus meroketnya harga bahan-bahan pokok.
Padahal, menurut AHY, rakyat kecil tidak boleh menjadi korban. Rakyat, kata dia, tidak ingin sesuatu yang muluk-muluk. Mereka hanya butuh makan yang layak, mendapat pekerjaan dan berpenghasilan, menyekolahkan anak, dan memperoleh layanan kesehatan.
"Apa yang terjadi hari ini Bapak Ibu sekalian, Indonesia sedang tidak baik-baik saja," ucap AHY.
"Dan bukan hanya di Jawa Barat, setiap saat kita berkunjung ke berbagai daerah lainnya, setiap berdialog dengan rakyat apa pun profesi maupun elemen masyarakatnya, semua menyampaikan bahwa Indonesia hari ini sedang tidak baik-baik saja," lanjut putra sulung SBY itu.
AHY mengatakan, pemerintah seharusnya tidak hanya berupaya mewujudkan kemajuan negara, tetapi juga mengupayakan kesejahteraan masyarakat.
"Dua-duanya penting dan fundamental. Jangan dipaksakan salah satu dan mengorbankan yang lainnya, kasihan masyarakat kita," kata dia.
Baca juga: AHY: Kita Butuh Infrastruktur, tapi Jangan Semua Uang Negara buat Bangun Infrastruktur!
Dalam kesempatan yang sama, AHY juga menyinggung pemerintah saat ini yang menurutnya hanya fokus pada pembangunan infrastruktur.
Menurut AHY, pembangunan infrastruktur memang penting. Namun, tak seharusnya seluruh anggaran negara dipakai untuk program tersebut.
"Kita butuh infrastruktur. Betul? Ya tapi jangan semua uang negara untuk infrastruktur!" kata AHY dengan nada tinggi.
AHY lantas membandingkan dengan program pembangunan infrastruktur pada masa kepemimpinan SBY.
Ketika itu, pemerintahan SBY memiliki Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangun Ekonomi Indonesia (MP3EI). Lewat program tersebut, pemerintah membangun infrastruktur darat, laut, dan udara yang menghubungkan Aceh hingga Papua.
Baca juga: Tak Ingin Buru-buru Umumkan Koalisi, AHY: Buat Apa Deklarasi kalau Pecah di Tengah Jalan
Program itu masih terus dilanjutkan hingga kini meski pada masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo istilah MP3EI tak lagi digunakan.
AHY mengeklaim, meski saat itu pemerintahan SBY menjalankan program pembangunan infrastruktur, tapi, kebijakan yang pro rakyat tidak dilupakan.
"(Pada era SBY) pelayanan kesehatan semakin baik, pendidikan semakin terjangkau, BPJS ada BLT (bantuan langsung tunai), ada raskin (beras untuk keluarga miskin), ada BOS (bantuan operasional sekolah, ada beasiswa santri. Ke mana itu sekarang? Buat apa uang negara sekarang? Untuk apa?" ujar AHY berapi-api.
AHY mengatakan, infrastruktur memang krusial. Namun, pemerintah tidak boleh melupakan prioritas untuk mengentaskan kemiskinan dan pembangunan sumber daya manusia.
Dia mengatakan, negara semestinya hadir untuk memberikan kesejahteraan buat rakyatnya.
"Jangan serba beton, jangan serba benda fisik, tetapi jiwanya dibangun. Seperti lagu Indonesia Raya, bangunlah jiwanya, baru bangunlah badannya, jangan dibolak-balik," tutur mantan perwira militer itu.
Baca juga: Demokrat Ingatkan Nasdem Disiplin di Koalisi Perubahan
AHY juga menyinggung banyaknya guru honorer saat ini yang tak diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Menurut dia, situasi sekarang sangat jomplang dengan era SBY yang mana saat itu banyak sekali pegawai honorer ditetapkan menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Katanya guru-guru tersebut diharapkan bisa mempersiapkan generasi bangsa ke depan, tapi bagaimana mungkin bisa mereka lakukan itu dengan baik ketika kesejahteraan dan nasibnya tidak menentu, tidak jelas, terombang-ambing," kata AHY lagi.
Bukan sekali ini saja AHY membandingkan kepemimpinan Presiden Jokowi dengan pemerintahan SBY. Di hadapan ribuan kader yang hadir dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Demokrat pada pertengahan September lalu, AHY mengeklaim bahwa masyarakat rindu dengan kepemimpinan sang ayah.
Menurutnya, pada masa pemerintahan SBY, pertumbuhan ekonomi terbilang tinggi. Bersamaan dengan itu, angka kemiskinan turun signifikan.
“Meningkatkan pertumbuhan ekonomi 6-7 persen. Ini prestasi yang rakyat rindukan,” katanya di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Kamis (15/9/2022).
AHY mengeklaim, di bawah kepemimpinan ayahnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 3,5 kali lipat. Sementara, pada era pemerintahan Presiden Jokowi selama 2014-2022, ekonomi hanya naik 1,3 kali lipat.
“Artinya masyarakat kita sejahtera selama 10 tahun (pemerintahan SBY),” klaimnya.
Masih dalam forum Rapimnas Demokrat, AHY juga sempat membandingkan situasi politik saat ini dan masa lalu.
Menurut dia, tidak ada keterbelahan atau polarisasi ketika SBY memimpin. Namun, realita saat ini tidak demikian.
“Dulu pernah dengar politik identitas? Rukun kita semua,” ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama AHY juga menyinggung soal pembangunan infrastruktur hingga banyaknya tenaga honorer yang tak diangkat menjadi PNS.
Baca juga: Jokowi soal Ancaman Resesi: Hati-hati Buat Kebijakan, Salah Sedikit Bisa Berdarah-darah
Melihat ini, pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, menilai, Demokrat di bawah kepemimpinan AHY tengah menjalankan fungsinya sebagai partai oposisi pemerintah.
Oleh karenanya, wajar jika AHY dan jajaran kader partainya kerap melempar kritik terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai kontra oleh rakyat.
"Kalau menjadi oposisi tapi tidak mengkritik, tidak keras, tidak menyentil kebijakan pemerintah, sama saja bukan oposisi," kata Ujang kepada Kompas.com, Senin (21/11/2022).
Namun demikian, kata Ujang, lewat sentilan-sentilannya, Demokrat juga punya kepentingan politik.
Baca juga: Jokowi ke Capres-Cawapres: Hindari Politik Identitas, Sangat Berbahaya!
Partai berlambang bintang mercy itu tengah berupaya mendapatkan simpati rakyat yang kecewa pada pemerintah. Harapannya, kalangan tersebut dapat menyumbangkan suara mereka untuk Demokrat pada pemilu kelak.
"Vokalnya Demokrat itu bagian daripada untuk menaikkan strategi, untuk menaikkan agar Demokrat mendapatkan simpati publik. Kalau dapat simpati, efeknya adalah elektoralnya, elektabilitasnya tinggi, mendapatkan dukungan dari publik," ujar Ujang.
Menurut Ujang, kerasnya kritik yang dilempar Demokrat ke pemerintah berulang kali sudah mulai membuahkan hasil.
Elektabilits partai tersebut kini mulai merangkak naik. Bahkan, menurut survei Litbang Kompas yang dirilis akhir Oktober kemarin, tingkat elektoral Demokrat kini berada di tiga besar, mengekor PDI Perjuangan dan Gerindra, juga menggeser posisi Partai Golkar.
Oleh karenanya, Ujang menduga, ke depan Demokrat akan terus mengkritisi program pemerintah. Tak hanya menjalankan fungsi oposisi, tetapi juga berupaya mendulang keuntungan elektoral sebesar-besarnya.
"Kritik oposisi ini untuk kepentingan politik pribadi dan partai juga," tutur Ujang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.