JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Mahkamah Agung (MA) Muhammad Syarifuddin menilai sekitar 21 hakim yang terjerat kasus korupsi hanya sedikit jika dibanding jumlah keseluruhan hakim di Indonesia, yakni 8.000 orang.
Untuk diketahui, 21 hakim tersebut menjadi tersangka korupsi dalam kasus yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepanjang 2010-2022.
“Saya, mengenai hakim-hakim yang 21 itu ya, kalau kita lihat jumlah hakim kita kan ada 8.000, banyak sekali hakim kita. Jadi, kalau dilihat itu cuma sedikit,” kata Syarifuddin dalam talk show Rosi yang tayang di YouTube Kompas TV, Kamis (18/11/2022).
Meski demikian, Syarifuddin mengaku tidak menginginkan ada hakim yang menjadi tersangka dalam kasus korupsi.
Baca juga: Cerita Ketua MA Langsung Telepon Sudrajad Dimyati Usai Ditetapkan sebagai Tersangka KPK
Ia menekankan, di Indonesia masih terdapat banyak hakim yang bagus. Mereka ada di pengadilan tingkat pertama, tingkat banding, hingga Mahkamah Agung.
“Itu masih banyak hakim-hakim yang bagus-bagus yang menegakkan hukum dan keadilan itu dengan benar,” ujarnya.
Syarifuddin lantas mengaku bahwa ia mendukung langkah hukum yang dilakukan KPK.
Ia mengamini bahwa hakim yang melakukan tindak korupsi seperti penyakit di dalam tubuh lembaga peradilan di Indonesia.
Baca juga: 2 Hakim Agung Tersangka Korupsi, YLBHI Sebut Harus Ada Evaluasi untuk MA
Menurutnya, jika penyakit tersebut tidak ditangani maka akan menyebar ke berbagai tempat.
“Apabila tidak diamputasi dia akan merembet ke mana-mana,” ujarnya.
Terkait banyaknya kritik masyarakat kepada lembaga peradilan karena vonis hakim yang dinilai kerap tidak masuk akal, Syarifuddin mengingatkan bawahannya agar memerhatikan rasa keadilan di masyarakat.
Ia meminta para hakim, ketika dikritik tidak bersembunyi di balik jargon independensi.
“Itu yang memang saya harapkan, jangan bersembunyi di balik independensi,” kata Syarifuddin.
Baca juga: Jual Beli Perkara di MA Disebut Bisa Libatkan 3 Hakim Agung, KPK Didorong Usut Tuntas
Sebelumnya, KPK menetapkan seorang hakim agung sebagai tersangka kasus pengurusan perkara di MA.
Semua berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK terhadap hakim yustisial MA, Elly Tri Pangestu, sejumlah aparatur sipil negara (ASN) di MA, pengacara, dan pihak Koperasi Simpan Pinjam Intidana.