JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus dugaan penyelewengan dana lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) bergulir ke meja hijau.
Pada Selasa (15/11/2022), digelar sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan terhadap tiga mantan petinggi Yayasan ACT.
Ketiganya yakni pendiri sekaligus mantan Presiden ACT Ahyudin, Presiden ACT periode 2019-2022 Ibnu Khajar, serta mantan Senior Vice President dan Anggota Dewan Presidium ACT Hariyana Hermain.
Sementara, satu mantan petinggi ACT lain yang juga menjadi tersangka dalam kasus ini, Novariadi Imam Akbari selaku Sekretaris ACT periode 2009-2019 dan Ketua Dewan Pembina ACT 2019-2022, berkas perkaranya masih dalam proses penelitian jaksa.
Baca juga: Dakwaan Ungkap Gaji Para Terdakwa Kasus ACT Rp 70 Juta sampai Rp 100 Juta
Berikut sejumlah hal yang terungkap dalam sidang perdana kasus penyelewengan dana ACT.
Ahyudin, Ibnu Khajar, dan Hariyana Hermain didakwa menggelapkan dana bantuan untuk keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air Boeing 737 Max 8 nomor penerbangan JT 610.
Perkara ini bermula ketika The Boeing Company atau perusahaan penyedia pesawat Boeing menyalurkan Boeing Financial Assistance Fund (BFAF) sebesar 25 juta Dollar Amerika Serikat (AS) ke keluarga atau ahli waris korban kecelakaan Lion Air JT 610. L
Diketahui, pesawat berjenis Boeing 737 Max 8 milik Lion Air itu jatuh pada 29 Oktober 2018 yang mengakibatkan 189 penumpang dan kru meninggal setelah lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta Jakarta.
Dari dana BFAF, masing-masing ahli waris korban Lion Air 610 seharusnya mendapatkan santunan sebesar 144.320 dollar AS atau Rp 2 miliar.
Boeing juga memberikan dana sebesar 25 juta dollar AS sebagai Boeing Community Investment Fund (BCIF), bantuan filantropis bagi pihak terdampak kecelakaan.
Namun, dana BCIF tidak langsung disalurkan ke para ahli waris korban, tapi diberikan lewat organisasi amal atau pihak ketiga yang ditunjuk oleh ahli waris korban.
Rupanya, pihak Yayasan ACT menghubungi para keluarga korban dan mengatakan bahwa ACT telah ditunjuk Boeing untuk menjadi lembaga yang akan mengelola dana sosial korban kecelakaan. Pihak ACT juga meminta keluarga korban dana tersebut dikelola oleh ACT.
Singkat cerita, Yayasan ACT disetujui sebagai pengelola dana sosial dari BCIF. Namun, dana tersebut justru diselewengkan oleh para petinggi yayasan.
"Bahwa terdakwa Ahyudin bersama dengan Ibnu Khajar dan Hariyana Hermain telah menggunakan dana BCIF sebesar Rp 117.982.530.997 di luar dari peruntukannya,” kata jaksa dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Yaitu untuk kegiatan di luar implementasi Boeing adalah tanpa seizin dan sepengetahuan dari ahli waris korban kecelakaan maskapai Lion Air pesawat Boeing 737 Max 8 maupun dari pihak Perusahaan Boeing sendiri,” ucapnya.
Akibat perbuatannya, Ahyudin didakwa melanggar Pasal Pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 372 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Ibnu Khajar dan Hariyana Hermain didakwa melanggar Pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Jaksa mengungkapkan, Yayasan ACT menerima dana bantuan dari BCIF sebesar Rp 138.546.388.500.
Namun, dana yang harusnya disalurkan untuk keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air itu sebagian besar diselewengkan. Dana yang dipakai sesuai peruntukkan hanya senilai Rp 20.563.857.503.
Baca juga: Dakwaan Ungkap ACT Aktif Dekati Ahli Waris Lion Air JT-610 buat Cairkan Donasi Boeing
Sementara, uang sebesar Rp 117.982.530.997 yang digelapkan para terdakwa digunakan untuk membayar hal-hal lainnya, mulai dari membayar gaji dan THR karyawan, hingga pembayaran ke Koperasi Syariah 212. Berikut rinciannya:
Dalam persidangan juga terungkap gaji para petinggi ACT yang bernilai fantastis, berkisar antara Rp 70 juta hingga Rp 100 juta.
Dikutip dari surat dakwaan Ahyudin, Yayasan ACT didirikan oleh Ahyudin pada 21 April 2005 di Jakarta. Kemudian, pada 2021, Ahyudin membentuk Global Islamic Philantrophy.
Global Islamic Philantrophy dibentuk sebagai Badan Hukum yang menaungi sejumlah yayasan sosial di bawahnya, yaitu Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT), Yayasan Global Zakat, Yayasan Global Wakaf dan Yayasan Global Qurban.
Baca juga: 3 Eks Petinggi ACT Didakwa Gelapkan Rp 117 Miliar Dana Bantuan Keluarga Korban Lion Air
Dalam struktur lembaga Global Islamic Philantrophy, Ahyudin menjabat sebagai presiden.
Kemudian Ibnu Khajar menjabat Senior Vice President Partnership Network Department. Lalu, Novariadi Imam Akbari sebagai Senior Vice President Humanity Network Department.
Menurut jaksa, keempat petinggi lembaga mengantongi gaji dengan besaran berbeda-beda dengan nilai fantastis.
"Gaji untuk President Global Islamic Philantrophy Ahyudin sebesar seratus juta rupiah," demikian dakwaan jaksa.
Sementara, Hariyana, Ibnu Khajar, dan Novariyadi disebut masing-masing mendapat gaji sebesar Rp 70.000.000 per bulan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.