JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan menilai menteri yang ingin maju sebagai calon presiden (capres) harus mundur dari jabatannya.
Djayadi mengatakan, menjadi capres adalah pekerjaan yang menyita waktu. Maka dari itu, seorang menteri harus melepas jabatannya karena pasti akan kesulitan.
"Menurut saya, memang akan muncul kesulitan kalau menteri nyapres tapi tidak mundur dari jabatannya. Menjadi capres adalah pekerjaan yang sangat menyita waktu," ujar Djayadi saat dimintai konfirmasi, Rabu (9/11/2022).
Djayadi menjelaskan, capres harus berkonsentrasi selama 24 jam sehari. Hal itu dilakukan demi memastikan proses kampanye bisa berjalan dengan baik.
Baca juga: Putusan MK: Menteri Jadi Capres Tak Perlu Mundur, tetapi Harus Dapat Izin Presiden
Apalagi, jika yang mau maju sebagai capres adalah menteri yang juga ketua umum (ketum) partai politik.
"Apalagi bila yang nyapres sekaligus juga ketua partai. Sebagai ketua partai, harus memastikan agar partainya bisa memperoleh dukungan suara sebanyak mungkin dalam pemilu legislatif," tuturnya.
Jika seorang menteri yang juga ketum partai nekat nyapres, kata Djayadi, maka orang itu punya beban kerja tiga kali lipat.
Di antaranya seperti harus fokus mengurus tugas kabinet, mengurus tugas sebagai ketua partai, dan tugas sebagai capres.
Baca juga: MK Putuskan Menteri Maju Capres Tak Perlu Mundur, Pimpinan DPR: Bisa Leluasa Bertarung Saat Pemilu
"Tidak mudah membayangkan seseorang bisa melaksanakan tugas ketiganya sekaligus pada saat ketiganya juga memerlukan konsentrasi yang penuh," imbuh Djayadi.
Sementara itu, Djayadi mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus bisa meyakinkan masyarakat bahwa menteri yang mau nyapres tidak melupakan pekerjaannya di kabinet.
Pasalnya, Jokowi memang tidak mengharuskan menteri yang mau maju Capres 2024 mundur dari jabatan.
Diketahui, sejumlah kandidat capres dan cawapres yang muncul juga masuk dalam jajaran kabinet. Misalnya, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Pariwisata Sandiaga Uno, dan Menteri BUMN Erick Thohir.
Secara aturan, memang tak ada kewajiban seorang menteri yang hendak maju dalam pilpres untuk mundur dari jabatannya.
Mahkamah Konstitusi (MK) pun menegaskan hal tersebut. Putusan ini berdasarkan permohonan dari Partai Garuda yang menguji Pasal 170 ayat (1) UU Pemilu.
Berikut isi Pasal 170 ayat (1) UU Pemilu: "Pejabat negara yang dicalonkan oleh partai politik peserta pemilu atau gabungan partai politik sebagai calon presiden atau calon wakil presiden harus mengundurkan diri dari jabatannya, kecuali Presiden, Wakil Presiden, pimpinan dan anggota MPR, pimpinan dan anggota DPR, pimpinan dan anggota DPD, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota."
Ketua MK Anwar Usman mengabulkan permohonan tersebut. Anwar menjelaskan, menteri boleh tidak mengundurkan diri dari jabatannya jika ingin maju sebagai capres maupun cawapres. Akan tetapi, mereka harus mendapat izin dari Presiden.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.