Atau di dalam konteks korsa kepolisian, yang disebut “oknum” dalam pemahaman secara bahasa adalah, pelaku yang sedikit dalam sebuah kumpulan yang besar. Tapi yang terjadi adalah sebaliknya.
Dengan begitu banyak godaan di institusi Polri, termasuk dalam urusan struktur organisasi sebagai acuan garis koordinasi dan komandonya, membuat saya berpikir.
Apakah masih ada polisi baik? Bagaimana ia bersikap jika mengikut garis komando yang berlawanan dengan nurani dalam urusan “sepele” seperti pungli atau razia bodong?
Dua pertanyaan itu saja cukup sulit dijawab, apalagi jika pangkat si polisi masih tamtama dan diperintah oleh Kapolda yang pangkatnya jenderal, jauh di atasnya.
Secara psikologis saya tak bisa membayangkan bagaimana harus bersikap. Termasuk dalam kasus perintah menembakkan gas air mata ke tribun penonton untuk menghalau.
Padahal itu melawan nurani, apalagi jika tahu ada anggota keluarganya ikut menonton. Barangkali malah istri dan anaknya.
Atau ketika menghalau demo mahasiswa, hingga harus berjibaku mati-matian, padahal ia tahu yang disuarakan para mahasiswa adalah tuntutannya juga.
Atau kasus termutakhir, ketika seorang Bharada E, terpaksa harus mengikuti perintah komandannya untuk membunuh.
Dan atas kasusnya itu, ia menjadi salah satu tersangka dalam skenario pembunuhan yang diotaki komandan dan tersangka lain, yang juga istrinya.
Banyaknya pertanyaan yang bertubi-tubi muncul di kepala, barangkali karena realitas saat ini yang berlawanan dengan idealisme yang semestinya dipegang oleh seorang polisi sebagai abdi Negara.
Sebenarnya, ketika bicara tentang Polri dengan segala kiprahnya, juga sangat rumit.
Baca juga: KPK, Residivis Koruptor, dan Frustasi Sosial
Bagaimana pun, saat melayani masyarakat sebagai abdi negara, Polri juga punya prinsip seimbang antara hukum dan moral. Tindakannya terukur, tidak sembarangan, bertanggung jawab sesuai hukum.
Intinya, bahkan untuk mencegah, menghambat, menghentikan tindak kejahatan yang mengancam keselamatan, atau membahayakan jiwa, bahkan kehormatan kesusilaan masyarakat yang dilindunginya, ia akan menerapkan nilai-nilai diskresi.
Ada wewenang, ketika polisi bertindak, dan memutuskan, dalam situasi tertentu juga membutuhkan pertimbangan yang tidak sepele dan main-main. Di antara garis batas hukum dan moral. Jadi ini bukan perkara sederhana!
Apa urgensi dari tindakannya itu? Menghindari kekuatan berlebihan dan tidak bertanggung jawab.