Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dian Permata
Peneliti

Peneliti Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD). Founder Institut Riset Indonesia

Ongkos Pemilu 2024 dan Beban APBN

Kompas.com - 12/10/2022, 09:32 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

INDONESIA punya hajat besar pada 14 Februari 2024. Rakyat Indonesia—dikontruksikan sebagai pemilih, pada hari itu diberikan kesempatan seluasnya-luasnya untuk memilih siapa presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, dan anggota DPD.

Sama halnya dengan Pemilu 2019, pelaksanaan Pemilu 2024 akan dilaksanakan secara serentak. Pemilihan presiden (pilpres) juga dibarengi dengan pemilihan legislatif (pileg) anggota DPR RI, DPRD kabupaten/kota, dan DPD.

Sedangkan pada Pemilu 2004, 2009, dan 2014 dilakukan secara terpisah. Saat itu, pilpres dihelat setelah pemilihan pemilihan anggota DPR RI, DPRD kabupaten/kota, dan DPD

Untuk menjalankan gawe besar itu tentu membutuhkan biaya yang sangat besar. Dari mana pembiayaannya? Bagaimana pembiayaan pemilu ke pemilu lainnya?

Tidak hanya biaya, energi sumber daya manusia (SDM)—tenaga dan pikiran dari para penyelenggara dan pemerintah serta pihak terkait, juga diperlukan ekstra untuk mengawal pelaksanaan agenda pemilu serentak ini.

Bahkan, ongkos emosional di Pemilu 2019 terasa sangat menyesak. Adalah kematian para penyelenggaraan menjadi penyebabnya.

Demokrasi itu investasi?

Demokrasi berasal dari bahasa Yunani. Awalnya demokratia. Demokratia berasal dari kata demos dan kratos. Berarti kekuatan atau kekuasaan.

Demokratia berarti kekuasaan rakyat. Kali pertama istilah ini digunakan untuk penyebutan sistem politik negara - kota di Yunani termasuk Athena di abad 3 - 6 SM.

Model pemerintahan ini juga dikenali dengan istilah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Karena, rakyatlah yang menjadi tulang sumsumnya.

Indonesia adalah satu Negara yang memilih dan menganut sistem demokrasi. Dalam sistem model ini, kekuasaan Negara dikelola oleh wakil-wakil rakyat (Hans Kelsen).

Wakil-wakil rakyat itu dipilih melalui rangkaian panjangan kontestasi. Proses ini lazim dikenal sebagai pemilihan umum (pemilu).

Untuk melaksanakan pemilu yang sering disebut pestanya demokrasi rakyat itu membutuhkan biaya besar. Tidak gratisan.

Makanya, tidak heran apabila ada sarkasme politik yang menyatakan, “jika memilih demokrasi maka kocek uang Negara harus tebal dan padat. Jika mau murah pilih otoritarian”.

Selain itu, pelaksanaanya harus regular dan terencana dengan apik. Inilah pangkal masalahnya. Berbiaya besar dan harus rutin dilaksanakan.

Indonesia mengenal tiga jenis pesta rakyat. Pemilu, pilkada, dan pilkades. Pemilu terdiri dari pemilihan presiden, pemilihan anggota DPR RI, pemilihan anggota DPR provinsi, pemilihan anggota DPR kabupaten/kota, dan pemilihan anggota DPD RI.

Sedangkan pilkada terdiri pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota. Pilkades untuk pemilihan kepala desa. Ketiganya dibiayai dari APBN dan APBD.

Pada pesta 14 Februari 2024, rakyat akan memilih pasangan presiden dan wakil presiden, 575 anggota DPR RI, 136 anggota DPD, 2.207 anggota DPR Provinsi, dan 17.610 anggota DPRD kota/kabupaten.

Angka-angka tersebut sementara. Kemungkinan besar ada perubahan. Menunggu perubahan regulasi atau Perppu UU Pemilu menyikapi adanya tiga provinsi daerah otonom baru (DOB). Ketiganya, yakni Papua Selatan, Papua, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan Tengah.

Untuk melaksanakan pesta rakyat itu dibutuhkan dana sebesar Rp 110,4 triliun. Angka ini hitungan penyelenggara pemilu.

Besarannya telah disampaikan ke pemerintah dan DPR RI. Alokasi pembiayaannya mencapai tiga setengah kali lipat total anggaran pelaksanaan Pemilu 2019.

Besarnya dana untuk pesta rakyat mesti disiapkan di saat ruang fiskal yang ketat. Apalagi, dalam kurun 10 tahun belakangan, dompet APBN Indonesia tidak sehat-sehat amat.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pimpinan MPR Temui Jusuf Kalla untuk Bincang Kebangsaan

Pimpinan MPR Temui Jusuf Kalla untuk Bincang Kebangsaan

Nasional
Kemenkes: Subvarian yang Sebabkan Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Belum Ada di Indonesia

Kemenkes: Subvarian yang Sebabkan Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Belum Ada di Indonesia

Nasional
Sri Mulyani Cermati Dampak Kematian Presiden Iran terhadap Ekonomi RI

Sri Mulyani Cermati Dampak Kematian Presiden Iran terhadap Ekonomi RI

Nasional
Menteri ATR/Kepala BPN Serahkan 356 Sertifikat Tanah Elektronik untuk Pemda dan Warga Bali

Menteri ATR/Kepala BPN Serahkan 356 Sertifikat Tanah Elektronik untuk Pemda dan Warga Bali

Nasional
Pernah Dukung Anies di Pilkada DKI 2017, Gerindra: Itu Sejarah, Ini Sejarah Baru

Pernah Dukung Anies di Pilkada DKI 2017, Gerindra: Itu Sejarah, Ini Sejarah Baru

Nasional
Pemerintah Akan Evaluasi Subsidi Energi, Harga BBM Berpotensi Naik?

Pemerintah Akan Evaluasi Subsidi Energi, Harga BBM Berpotensi Naik?

Nasional
MK Tolak Gugatan Anggota DPR Fraksi PAN ke 'Crazy Rich Surabaya'

MK Tolak Gugatan Anggota DPR Fraksi PAN ke "Crazy Rich Surabaya"

Nasional
Wapres Harap Ekonomi dan Keuangan Syariah Terus Dibumikan

Wapres Harap Ekonomi dan Keuangan Syariah Terus Dibumikan

Nasional
Wapres Sebut Kuliah Penting, tapi Tak Semua Orang Harus Masuk Perguruan Tinggi

Wapres Sebut Kuliah Penting, tapi Tak Semua Orang Harus Masuk Perguruan Tinggi

Nasional
BNPB: 2 Provinsi dalam Masa Tanggap Darurat Banjir dan Tanah Longsor

BNPB: 2 Provinsi dalam Masa Tanggap Darurat Banjir dan Tanah Longsor

Nasional
Pimpinan KPK Alexander Marwata Sudah Dimintai Keterangan Bareskrim soal Laporan Ghufron

Pimpinan KPK Alexander Marwata Sudah Dimintai Keterangan Bareskrim soal Laporan Ghufron

Nasional
Drama Nurul Ghufron Vs Dewas KPK dan Keberanian Para 'Sesepuh'

Drama Nurul Ghufron Vs Dewas KPK dan Keberanian Para "Sesepuh"

Nasional
Di Hadapan Jokowi, Kepala BPKP Sebut Telah Selamatkan Uang Negara Rp 78,68 Triliun

Di Hadapan Jokowi, Kepala BPKP Sebut Telah Selamatkan Uang Negara Rp 78,68 Triliun

Nasional
Hadapi Laporan Nurul Ghufron, Dewas KPK: Kami Melaksanakan Tugas

Hadapi Laporan Nurul Ghufron, Dewas KPK: Kami Melaksanakan Tugas

Nasional
MK Tolak Gugatan PPP Terkait Perolehan Suara di Jakarta, Jambi, dan Papua Pegunungan

MK Tolak Gugatan PPP Terkait Perolehan Suara di Jakarta, Jambi, dan Papua Pegunungan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com