JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti ISESS Bidang Kepolisian, Bambang Rukminto menilai Kepolisian RI (Polri) belum menetapkan siapa yang paling bertanggung jawab atas tragedi Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, pada 1 Oktober lalu.
Bambang mengungkapkan, penetapan 6 orang tersangka tragedi Kanjuruhan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo beberapa waktu lalu berbeda dengan penetapan siapa yang paling bertanggung jawab.
Sebab, penetapan 6 tersangka itu hanya menyasar aparat keamanan berpangkat kecil dan operator lapangan.
Baca juga: Mudrikah, Ibu Korban Tewas Tragedi Kanjuruhan: Uang Tak Bisa Gantikan Anak Saya
"Artinya memang sampai saat ini Polri belum menentukan siapa yang harus dan paling bertanggung jawab pada tragedi ini," kata Bambang saat dihubungi Kompas.com, Rabu (12/10/2022).
Menurut Bambang, pengusutan tuntas memang tidak cukup dengan penetapan tersangka. Pengusutan tuntas harus menetapkan siapa yang paling bertanggung jawab atas tragedi Kanjuruhan.
Tidak adanya sosok yang bertanggung jawab justru akan menambah preseden buruk bagi kinerja Polri. Bambang menilai, Polri akan lebih dianggap buruk dan tidak bekerja maksimal atas pengusutan tragedi sepakbola dengan jumlah kematian kedua terbesar di dunia.
Baca juga: Kerja Marathon TGIPF Demi Bongkar Penyebab Tragedi Kanjuruhan
"Akan jadi preseden buruk bahwa Polri di bawah Jenderal Listyo Sigit ini memang gagal sebagai penegak hukum dan penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Sekaligus gagal melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat seperti amanat UU 2/2002," beber Bambang.
Adapun selain menetapkan tersangka, Polri sudah mencopot Kapolres Malang AKBP Ferly Hidayat dan Kapolda Jatim Irjen Nico Afinta. Jajaran kepolisian di Mapolresta Malang Kota pun juga telah melakukan sujud minta maaf kepada Tuhan dan keluarga korban saat apel pagi, Senin (10/10/2022).
Namun Bambang mengungkap, permintaan maaf dan pencopotan dua perwira polisi itu belum cukup.
Baca juga: Helen, Korban ke-132 Tragedi Kanjuruhan, Alami Gagal Napas Akut, Ini Penjelasan Dokter
Sebab, sesuai pernyataan Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Polri Irjen Dedi Prasetyo, pencopotan merupakan mutasi dan promosi biasa yang notabene langkah umum di institusi Polri.
Artinya, pencopotan Kapolres Malang dan Kapolda Jatim pun tidak bisa dibaca sebagai konsekuensi tanggung jawab pada tragedi Kanjuruhan.
"Permintaan maaf saja juga tidak cukup karena tidak bisa mengembalikan nyawa-nyawa yang hilang dan jejak luka traumatis ratusan penonton bola di Kanjuruhan dan ahli warisnya," ucapnya.
Kerja-kerja polisi dalam tragedi Kanjuruhan, sejauh ini kata Bambang, akhirnya dilihat publik sebagai sebuah tragedi dan ironi di kepolisian.
Baca juga: Naswa, Korban Tragedi Kanjuruhan: Mata Masih Merah, Kaki dan Tangan Sulit Digerakkan
Di satu sisi, Polri ingin membangun citra polisi yang baik dengan seremoni sujud maaf. Tapi di sisi lain, Mabes Polri membuat pernyataan yang tetap tidak mengakui kesalahannya.
"Mabes Polri masih sibuk untuk membuat narasi-narasi (bahwa kepolisian yang menembak gas air mata dalam stadion) tidak salah," sebut Bambang.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.