JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo meminta jajarannya lebih berhati-hati mengambil kebijakan menyusul adanya 28 negara yang telah meminta bantuan keuangan dari Dana Moneter Internasional (IMF).
Hal tersebut disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto selepas mengikuti sidang kabinet paripurna yang dipimpin Presiden Jokowi di Istana Negara, Selasa (11/10/2022).
"Bapak presiden menyampaikan, di IMF sudah ada 28 negara yang masuk untuk memperoleh bantuan. (Sebanyak) 14 sudah masuk dan 14 dalam proses," ujar Airlangga.
"Ini magnitude-nya lebih besar dari krisis 1998 di mana itu di beberapa negara ASEAN. Bapak Presiden mengingatkan untuk mengambil kebijakan secara hati-hati," kata dia.
Baca juga: Relawan Jokowi Minta Menteri dari Nasdem Diganti, Johnny Plate: Urusan Remeh Temeh
Menurut Airlangga, Presiden juga berpesan agar jangan sampai Indonesia mengambil kebijakan sebagaimana yang dilakukan Pemerintah Inggris.
Adapun Inggris mengambil kebijakan memangkas pajak dan subsidi energi yang ditanggapi negatif oleh pasar sehingga memicu anjloknya nilai tukar poundsterling.
"Kita lihat di Indonesia depresiasi rupiah-nya 6 persen, namun relatif masih lebih tinggi dari negara lain termasuk Malaysia, Thailand. Sehingga relatif indonesia lebih moderat," kata Airlangga.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengungkapkan, 28 negara sudah mengantre untuk meminjam dana dari IMF.
Baca juga: Luhut Pastikan RI Tidak Termasuk 28 Negara yang Antre Jadi Pasien IMF
Menurut Presiden, kondisi tersebut merupakan dampak dari situasi global yang yang semakin tidak pasti.
"Pagi tadi saya dapat informasi dari pertemuan di Washington DC, 28 negara sudah antre di markasnya IMF, menjadi pasien," ujar Jokowi saat membuka "Investor Daily Summit 2022" yang disiarkan secara daring pada Selasa.
"Ini yang sekali lagi kita tetap harus menjaga optimisme tapi yang lebih penting hati-hati dan waspada, eling lan waspodo," kata dia.
Jokowi lantas menjelaskan bahwa hampir semua negara di dunia saat ini mengalami inflasi.
Belum lagi, ada dampak dari perubahan iklim dan situasi geopolitik yang memperparah krisis ekonomi dan energi.
Baca juga: Gara-gara Krisis dan Inflasi, Jokowi: 28 Negara Antre Jadi Pasien IMF
Menurut Jokowi, dengan situasi yang ada sekarang ini, negara manapun dapat terlempar dengan cepat.
"Apabila tidak hati-hati dan tidak waspada, baik dalam pengelolaan moneter dan pengelolaan fiskal, apalagi setelah perang Rusia dan Ukraina, kita tahu, pertumbuhan ekonomi di tahun 2023 yang sebelumnya diperkirakan 3 persen, terakhir sudah diperkirakan jatuh di angka 2,2 persen," kata Jokowi.