Patriarki adalah konsep laki-laki memegang kekuasaan atas semua peran penting dalam masyarakat, pemerintahan, militer, pendidikan, industri, bisnis, perawatan kesehatan, iklan, agama dan pada dasarnya perempuan tercabut dari akses terhadap kekuasaan tersebut.
Harkristuti Harkrisnowo menyebut patriarkhal sebagai suatu struktur komunitas di mana kaum laki-laki yang memegang kekuasaan, dipersepsi sebagai struktur yang mendegradasi perempuan baik melalui kebikan pemerintah maupun dalam perilaku masyarakat.
Max Weber bahkan pernah menggunakan konsep patriarki untuk mengacu pada bentukan sistem sosial politik yang mengagungkan peran dominan ayah dalam lingkup keluarga inti, keluarga luas dan lingkup keluarga seperti ekonomi.
Kamla Bhasin menambahkan patriarki secara umum diidentikkan dengan kekuasaan laki-laki sebagai instrumen untuk mendominasi perempuan melalui berbagai cara.
Pada umumnya alasan biologis dan mistis digunakan untuk membenarkan superioritas dan kontrol laki-laki terhadap perempuan.
Atas dasar itu, sebagai sisi baliknya harus ada upaya dekonstruksi terhadap peran gender laki-laki dan perempuan.
Dampak terjadinya KDRT berdasarkan hasil penelitian tim Kalyanamitra, merupakan pengalaman yang amat traumatis bagi anak-anak.
Kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi, membuat anak tersebut memiliki kecenderungan seperti gugup, gampang cemas ketika menghadapi masalah, sering ngompol, gelisah dan tidak tenang, jelek prestasinya di sekolah, mudah terserang penyait seperti sakit kepala, perut, dan asma, kejam kepada binatang.
Ketika bermaian sering meniru bahasa yang kasar, berperilaku agresif dan kejam, suka minggat, dan suka melakukan pemukulan terhadap orang lain yang tidak ia sukai.
Disadari atau tidak, anak-anak adalah silent witness dan menyimpan trauma atas kekerasan yang terjadi sepanjang hidupnya.
Dalam banyak kasus yang terjadi, KDRT selain dianggap sebagai persoalan privat keluarga juga dikatakan sebagai delik aduan.
Kalau membaca UU nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Pasal 51, 52 dan 53 menyebutkan delik aduan hanyalah KDRT sebagai dimaksud dalam Pasal 44 Ayat 4 (kekerasan fisik yang dilakukan suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari).
Kemudian Pasal 45 (kekerasan psikis yang dilakukan suami terhadap istri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari) dan pasal 46, yaitu kekerasan seksual.
Dalam praktiknya, kasus KDRT selalu diarahkan untuk berdamai yang diakhiri dengan pencabutan laporan. Bahkan dalam beberapa kasus Polisi masih menggunakan ketentuan Pasal 351 KUHP meskipun sebagai UU-PKDRT berlaku sebagai lex specialis.
Selain itu seringkali aparat penegak hukum hanya melihat satu bentuk KDRT, namun sesungguhnya KDRT terjadi dengan berbagai bentuk secara bersamaan, kekerasan fisik yang terjadi disebabkan sebelumnya sudah terjadi kekerasan psikis dan kekerasan ekonomi bahkan kekerasan seksual.
Hal ini jarang diungkapkan oleh aparat penegak hukum, bahkan seringkali muncul opini KDRT terjadi karena kesalahan perempuan (crime by victim) sehingga terjadi viktimisasi terhadap korban, melalui kekerasan verbal oleh Polisi.
Misalnya “ibu sih bawel atau kalau sesekali suami main dengan perempuan lain itu kan wajar, mungkin ibu yang tidak bisa melayani suami”.
Kedepan diperlukan beberapa upaya untuk membangun kepekaan terhadap perlindungan perempuan korban KDRT melalui pergeseran mindset tentang keluarga yang selama ini dipandang sebagai institusi yang tak tersentuh oleh hukum, menjadi ruang publik yang mengedepankan perlindungan terhadap korban.
Harus ada transformasi pemahaman aparat penegak hukum khususnya kepolisian sebagai gerbang pertama yang menangani korban, agar penegakan UU-PKDRT menjadi lebih optimal dengan mekanisme yang lebih adil menuju perlindungan korban, bukan hanya sekadar menghukum pelaku.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.