JAKARTA, KOMPAS.com - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan sudah menyiapkan 1.800 personel untuk membantu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam melakukan penegakan hukum dalam kasus dugaan korupsi yang menjerat Gubernur Papua Lukas Enembe.
"Terkait Lukas enembe, kami telah siapkan di Papua 1.800 personel," kata Sigit dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (30/9/2022).
"Kami siap mem-back up kalau KPK membutuhkan. Kami tentu juga mendukung penuh pemberantasan korupsi," ujar Sigit.
Baca juga: Merespons AHY, Mahfud MD: Kasus Hukum Lukas Enembe Tak Ada Hubungannya dengan Politik
KPK menetapkan Enembe sebagai tersangka dugaan korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan gratifikasi pada 5 Agustus 2022.
Lembaga antirasuah itu juga sudah dua kali melayangkan surat panggilan pemeriksaan sebagai tersangka terhadap Enembe.
Akan tetapi, sampai saat ini Enembe belum memenuhi panggilan pemeriksaan KPK dengan alasan sakit.
Pendukung Enembe bahkan sempat menggelar aksi unjuk rasa di Jayapura, Papua beberapa waktu lalu.
Baca juga: Komnas HAM Tegaskan ke Papua Bukan untuk Temui Lukas Enembe, tapi Lanjutkan Dialog Damai
Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko bahkan menyampaikan peringatan jika Enembe tidak kunjung memenuhi panggilan pemeriksaan, maka negara bisa saja mengerahkan pasukan TNI untuk membantu KPK melakukan jemput paksa.
Sebab, KPK berhak menjemput paksa tersangka yang 2 kali mangkir dari panggilan pemeriksaan.
"Kalau mereka dalam perlindungan masyarakat yang dalam pengaruhnya Lukas Enembe, apa perlu TNI dikerahkan untuk itu? Kalau diperlukan, ya apa boleh buat," ujar Moeldoko kepada wartawan di Kantor Bina Graha, Jakarta, Kamis (29/9/2022).
Baca juga: Paulus Waterpauw Laporkan Kuasa Hukum Lukas Enembe Pencemaran Nama Baik
Moeldoko lalu menegaskan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan pemerintah sudah menggelontorkan dana yang luar biasa untuk pembangunan Papua. Tujuannya agar segera terjadi pemerataan kesejahteraan di provinsi tersebut.
Oleh karenanya, Moeldoko meminta agar perhatian presiden dan pemerintah tidak disalahgunakan.
"Jangan justru kebijakan afirmatif itu diselewengkan untuk kepentingan pribadi. Kita tunggu saja proses hukumnya. Intinya adalah siapapun harus mempertanggungjawabkan di depan hukum," ujar Moeldoko.
Baca juga: Paulus Waterpauw Laporkan Pengacara Lukas Enembe ke Bareskrim
"KPK harus bekerja lebih keras lagi untuk mengambil langkah-langkah atau proses hukum," kata mantan Panglima TNI itu menambahkan.
(Penulis : Dian Erika Nugraheny | Editor : Novianti Setuningsih)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.