JAKARTA, KOMPAS.com – Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Sulawesi Selatan, menggelar sidang perdana terhadap terduga pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat pada peristiwa Paniai, Papua.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Ketut Sumedana meyakini dakwaan yang disusun terhadap terdakwa Mayor Inf (Purn) Isak Sattu telah sesuai dengan alat bukti lain.
“Tim Penuntut Umum yakin bahwa pasal yang didakwakan terhadap terdakwa Mayor Inf (Purn) Isak Sattu telah sesuai berdasarkan keterangan saksi dan alat bukti lainnya yang dikumpulkan pada tahap penyidikan dalam perkara tersebut,” kata Ketut dalam keterangan tertulisnya, Rabu (21/9/2022).
Baca juga: Belum Lindungi Saksi dan Korban Pelanggaran HAM Berat Paniai, Ini Penjelasan LPSK
Ketut mengatakan, sidang terhadap terdakwa Isak digelar pada 21 September 2022 pukul 10:00 WITA.
Terdakwa Mayor Inf (Purn) Isak Sattu didakwa oleh penuntut umum dengan Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf a, Pasal 37 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia subsider Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf h, Pasal 40 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Dalam sidang itu juga hadir penuntut Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Tinggi Papua, serta menghadirkan alat bukti, dan barang bukti.
“Sidang dengan agenda embacaan Surat Dakwaan terhadap terdakwa Mayor Inf (Purn) Isak Sattu dalam perkara dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat dalam peristiwa Paniai di Provinsi Papua tahun 2014,” ucap dia.
Baca juga: Komnas HAM: Tantangan LPSK Lindungi Korban Kasus Paniai untuk Bersaksi di Persidangan
Menurut Ketut dalam sidang itu, pihak terdakwa tidak mengajukan eksepsi atas dakwaan tersebut.
“Tim Penasihat Hukum Terdakwa dan Terdakwa Mayor Inf (Purn) Isak Sattu tidak mengajukan eksepsi terhadap dakwaan yang disampaikan oleh Tim Penuntut Umum,” ungkap Ketut
Sebagai informasi, Isak Settu menjabat sebagai perwira penghubung di Komando Distrik Militer (Kodim) wilayah Paniai pada tahun 2014.
Ketut sebelumnya menjelaskan, penyidik telah berhasil mengumpulkan alat bukti sesuai Pasal 183 juncto 184 KUHAP sehingga membuat terang adanya peristiwa pelanggaran HAM berat di Paniai tahun 2014.
Baca juga: Kontras Yakin Pelaku Pelanggaran HAM Berat Paniai Tak Hanya Seorang
Pelanggaran itu berupa pembunuhan dan penganiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a dan h juncto Pasal 7 huruf b Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Menurut Ketut, peristiwa pelanggaran HAM berat terjadi karena tidak adanya pengendalian yang efektif dari komandan militer yang secara de jure dan/atau de facto berada di bawah kekuasaan dan pengendaliannya serta tidak mencegah atau menghentikan perbuatan pasukannya.
Selain itu, Isak juga tidak menyerahkan pelakunya kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, sebagaimana dimaksud Pasal 42 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
"Akibat kejadian tersebut, mengakibatkan jatuhnya korban, yakni empat orang meninggal dunia dan 21 orang mengalami luka-luka," ujar Ketut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.