JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk mencari tersangka lain dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di Paniai, Papua.
Kejagung baru menetapkan satu orang tersangka berinisial IS dalam perkara ini.
“Ini kejanggalan dari konstruksi penetapan tersangkanya. Dalam undang-undang, kejahatan kemanusiaan itu terjadi lewat serangan yang meluas atau sistematik. Di mana pasti melibatkan lebih dari satu pelaku,” tutur Kepala Pemantauan Divisi Impunitas Kontras Tioria Pretty pada Kompas.com, Sabtu (21/5/2022).
Baca juga: Berkas Tersangka Pelanggaran HAM Berat Paniai Lengkap, Persidangan Segera Digelar
Ia menilai, berbagai pihak mulai dari pemberi perintah hingga yang terlibat langsung melakukan kejahatan kemanusiaan harus diadili.
“Baik hukum nasional maupun standar internasional dalam kejahatan kemanusiaan jelas menegaskan bahwa baik mereka yang memiliki tanggung jawab komando maupun mereka yang melakukan langsung tindak pidana itu, harus dibawa ke pengadilan,” papar dia.
Apalagi, lanjut Pretty, dalam penyelidikannya, Komnas HAM telah membagi beberapa kategori pelaku.
“Mulai dari (pemberi) komando pembuat kebijakan, komando efektif lapangan, pelaku lapangan dan pelaku pembiaran,” kata dia.
Pretty pun menyatakan keraguannya bahwa IS merupakan pelaku tunggal insiden Paniai.
Ia berharap, Kejagung melakukan penyidikan pada pihak-pihak lain yang diduga terlibat.
“Semua yang bertanggung jawab juga segera disidik dan ditetapkan sebagai tersangka,” kata dia.
Diberitakan sebelumnya, berkas perkara IS dinyatakan telah lengkap dan tengan menunggu pelimpahan ke pengadilan HAM.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana menyampaikan, persidangan bakal di gelar di Pengadilan HAM Makassar.
Ketut mengatakan, tersangka dan barang buktinya bakal diserahkan ke jaksa penuntut umum (JPU) akhir Mei ini.
Baca juga: 24 Tahun Reformasi, Partai Buruh Desak Pemerintah Tuntaskan Kasus Pelanggaran HAM
Adapun insiden di Paniai terjadi pada pertengahan Desember 2014.
Berdasarkan penyelidikan Komnas HAM, kasus ini bermula dari penganiayaan sejumlah aparat keamanan pada warga Kampung Ipakiye, Distrik Paniai Timur, Kabupaten Paniai, Papua.